Bab 1

543 22 10
                                    

"Queeny!" Cantika Theonara melambaikan tangan lentiknya. Secara berirama kakinya berlari kecil ke arah seorang gadis.

"Tante Ika!"

Cantika memeluk erat-erat tubuh gadis berkulit sawo matang tersebut. "Queenzea Priscilia Leaderyan!" Cantika melepas pelukannya, matanya menatap penuh haru gadis di hadapannya tersebut, "akhirnya kamu datang juga! I miss you so much! Don't you miss me too?"

"Tante Ika, Tante emang nggak pernah berubah, ya. Of course I miss you so much!" Gadis cantik dengan rambut pendek dikuncir kuda itu tersenyum manis.

"Oh, ya, Queen! Tante lupa kenalin ke kamu. Suami Tante, Jemmy Theonara. Panggil aja Om Jemmy."

Gadis itu -- Lead. Panggil saja dia dengan nama itu -- mengalihkan pandangannya ke arah pria dengan kulit eksotis khas Indonesia Timur di sebelah tantenya.

"Salam kenal, Om Jemmy!" Lead membungkuk hormat.

"Salam kenal juga, Lead! Om dengar, kamu lebih suka dipanggil dengan nama itu. Hanya tantemu ini yang selalu memanggilmu Queen," pria tampan itu tertawa renyah, sambil mulai melangkahkan kaki.

"Iya, Om. Saya memang lebih suka dipanggil Lead. Tapi, kalau Tante Ika punya hak khusus, Om. Kata Mama, nama Queenzea itu pemberian dari Tante Ika. Sebelum saya berusia tujuh bulan di kandungan Mama pun Tante Ika sudah berikan nama Queenzea untuk saya," ucap Lead. Kakinya ikut melangkah meninggalkan bandara.

Jemmy kembali tertawa -- entah mengapa Lead menyukai tawa Jemmy. Pria ini semakin manis ketika tertawa. Di luar dari kenyataan bahwa dia memang pria Indonesia Timur yang memiliki wajah manis.

"Berarti Tantemu ini sudah punya ikatan batin khusus sama kamu. Kamu usianya berapa, sih?" tanya Jemmy.

"Dua belas tahun di bawah aku, yang," jawab Cantika sembari membuka mobil.

"Dua belas tahun? Nggak terlalu jauh, dong, ya?" Jemmy menyusul masuk ke dalam mobil.

"Iya, Om. Soalnya nenek punya banyak anak. Mama anak sulungnya, terus Tante Ika anak bungsunya. Kata Mama, selisih Tante Ika dan anak-anak nenek yang lain itu jauh banget. Makanya, pas saya lahir, Tante Ika baru umur dua belas tahun. Tapi, saya justru senang, lho, Om. Soalnya, saya punya tante, tapi berasa kayak punya kakak," Lead melirik Cantika.

Tantenya itu hanya tersenyum kecil. Senyum manis yang paling Lead sukai seumur hidup sejak ia bisa mengingat segalanya.

Perjalanan selanjutnya banyak Lead habiskan dengan menatap ke luar jendela. Sedikit-sedikit, ia menjawab satu-dua pertanyaan dari Jemmy.

***

"Halo, Indonesia!" Jemari Lead mulai bergerak di atas keyboard laptop. "Lama tidak bertemu. Berapa tahun? Sepuluh tahun? Sebelas tahun?" Tangannya berhenti sejenak. "Sejak pergi darimu dan meninggalkanmu, aku jadi merindukan banyak hal. Aku rindu pada pantaimu dan lautmu. Aku bahkan rindu Pak Nil dan ikan sardinnya. Omong-omong tentang ikan sardin, ada pertanyaanku yang masih belum bisa terjawab sampai detik ini. Kau pasti paham pertanyaan mana yang kumaksud."

"Queen!" Cantika mengetuk pintu kamar Lead.

"Masuk aja, Tante. Pintunya nggak aku kunci, kok," sahut Lead.

Cantika mendorong pintu berhiaskan gantungan inisial 'QPL' tersebut. Ponakannya itu memang cerdas dan jagonya hampir dalam segala hal. Lihatlah! Belum sampai semalam, dan kamar ini sudah sukses di-make over olehnya.

"Tante nggak ganggu 'kan?" Senyum Cantika.

Lead balas tersenyum, menggeleng.

Cantika mengambil tempat di sisi keponakan kesayangannya itu. Bagaimana tidak jadi kesayangan? Hanya Lead satu-satunya keponakan yang pernah dibelainya, diciumnya, diajaknya bermain, meski hanya sekejap. Semua keponakannya yang lain dibawa oleh kakak-kakaknya ke luar negeri sejak lahir.

"Selama di bandara, mobil, bahkan di meja makan, Tante nggak bisa banyak ngobrol sama kamu."

"Nggak papa, Tante. Aku suka, kok, ngobrol sama Om Jemmy. Beliau sosok yang asyik dan komunikatif. Tante tahu? Menurutku, Tante itu cocok banget sama Om Jemmy. Bayangkan, seorang Cantika Devsmooth yang pendiam disatukan sama Jemmy Theonara yang super asyik. Saling melengkapi yang menciptakan kesempurnaan!"

Plok!

Lead menepuk tangan, bangga akan kata-kata yang secara otomatis dirangkainya barusan.

"Paling bisa aja kamu kalau ngomong," Cantika menjawil pipi keponakannya itu. "Oh, ya! Tante ke sini itu pengen ngomongin soal sekolah baru kamu di sini."

"Kenapa memangnya, Tan? Ada masalah?"

"Nggak ada masalah. Kepala Sekolah terkesan dengan nilai-nilai kamu yang di atas standar. Makanya kamu akhirnya dimasukkan ke kelas unggulan. Tapi, Tante perlu bantuan kamu..."

***

"Ibu yakin mau masukin anak baru ke Organisasi OSIS yang baru?"

Lead tak lepas menatap pria berwajah Arab-Indo di hadapannya. Bahar, itu namanya. Kakak kelasnya yang baru. Dia Ketua OSIS di sekolah ini dan dalam hitungan bulan akan berganti status menjadi mantan Ketua OSIS.

"Jelas saya yakin. Dia berbakat di bidang leadership dan hanya orang-orang berjiwa pemimpin yang pantas masuk dalam organisasi ini. Lagipula saya rasa Queen berbakat, sangat berbakat malahan, di bidang yang saya tentukan yang kebetulan sekali sedang kosong," jawab Cantika.

"Tapi, Bu..."

"Sekolah Alkitab sambil menjalani sekolah formal. Nilainya di Sekolah Alkitab rata-rata di atas sembilan puluh, bahkan tak jarang juga seratus. Dan, terakhir, catat di mana dia menjalani kedua pendidikan itu! London, Inggris. Do you need another proof, Bahar?"

Bahar mengembuskan nafas. "No, Ma'am."

Lead menatap tantenya -- yang hari ini resmi menjadi gurunya juga.

"Saya rasa, kalau Kak Bahar masih ragu, Kakak bisa tes saya. Selain untuk menghilangkan keraguan Kakak, saya juga ingin teman-teman baru saya di sini mendapatkan alasan yang tepat mengapa saya bisa terpilih menjadi anggota OSIS, bukan karena numpang nama tentunya," ucap Lead.

Bahar mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya.

"Saya akan pikirkan lagi."






Yeay! Up Chapter I, langsung vote, comment, and share, guys! Tinggalkan jejak kalian. Jangan langsung menghilang kayak doi.

OSIS? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang