Bab 27

29 7 0
                                    

"Februari.

Delapan bulan yang penuh arti di tempat kelahiranku tercinta. 

Delapan bulan yang penuh kisah dan tualang.

Di sini, aku mengenang sejuta kisah masa kecil yang telah lama aku lewati dan mungkin hampir aku lupakan.

Di sini, aku bertemu dengan manusia-manusia unik dengan permasalahannya masing-masing.

Suci dan Anggy, dua orang gadis yang hanya dalam waktu sekejap menjadi teman akrabku.

Putri, adik kelas yang juga dalam sekejap menjadi temanku.

Di sini, di tempat ini, aku belajar berjuta hal tentang sakitnya luka, juga tentang cerianya tawa.

Tempat ini semacam sekolah kehidupan bagiku dengan masalah sebagai gurunya.

Tapi, setiap hari, setiap detik, yang kurasakan justru adalah rasa penasaran.

Penasaran tentang apa yang akan terjadi esok.

Penasaran tentang luka atau tawa yang kudapat.

Tapi, lebih dari itu, aku tahu, Tuhan, setiap hari, setiap jam, setiap detik, aku tahu, Kau selalu bersamaku.

Untuk itu, terima kasih, Tuhan.


~ Catatan Putri Rembulan~"

Lead menepikan poninya, memandang ke langit biru.

Sore di hari pertama Februari, pukul 15.00 waktu Indonesia bagian barat.

Dan, ya! Yang sedang Lead pikirkan saat ini adalah, sejauh apa masalah akan membawa hidupnya? Ia hanya tak mengerti hari esok. Mungkin jika ia paham, ia akan tahu. Tapi, sayangnya, masa depan bukan bagian manusia untuk dilihat.

Satu-satunya  yang bisa selalu ia lakukan adalah hidup hanya untuk hari ini dan selalu bersyukur untuk setiap tarikan dan hembusan nafas yang bisa ia nikmati.

Telepon genggam Lead berdering, notifikasi pesan dari seseorang.

Lead merogoh tasnya, pesan dari Anggy.

"Lead, kamu nggak lupa 'kan kita ada janji hari ini di rumah pohon?"

Lead menepuk keningnya, "astaga! Kenapa aku bisa lupa, sih?!" Lead lekas-lekas mengemasi barangnya, memasukkan buku hariannya sembarangan ke dalam tas, lantas segera berlari menuju mobilnya.

***

"Maaf, aku terlambat," ucap Lead separuh berlari.

"Ah, Lead. Kami kira kamu nggak bakal dateng," sahut Anggy.

Lead tersenyum, memeluk Anggy, mengelus wajah pucatnya. Ia kemudian merangkul Suci, membimbing tangannya. Ketiganya lantas duduk di bawah rumah pohon dengan posisi seperti yang biasa.

Anggy merebahkan kepalanya di paha Lead, sementara Suci bersandar di bahunya.

"Do you have another fairy tale for us, Lead?" tanya Anggy.

"Eh? Emangnya kalian nggak bosen denger dongeng terus?" Lead balik tanya.

"Nggak. Aku nggak pernah bosen denger suara kamu, Lead. Suara kamu adalah bunyi yang bisa kulihat," sahut Suci.

OSIS? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang