Lead mengembus nafas berat.
Sial!
Ini pertama kalinya ia duduk di bangku pesakitan ini. Ia sebenarnya tidak tahu apa yang 'angker' dari ruangan ini. Ruangan ini hampir sama seperti ruang lain di sekolah, dengan warna hijau cerah dominan dipadu barang-barang berwarna biru terang dan tumpukan dokumen sana-sini. Tidak ada alat penyiksa di sini, tidak ada pasung ataupun alat pancung atau lokasi eksekusi tembak mati, hanya kursi dan meja biasa dipenuhi oleh dokumen berdebu dan foto-foto tiga orang yang tentu sudah bisa kalian tebak siapa. Memang nampaknya tak ada yang perlu ditakuti dari ruangan ini, begitulah kira-kira pikiran Lead dulu.
Tapi, setelah masuk ke ruangan ini, ia baru paham mengapa seluruh siswa di sekolahnya -- bahkan yang paling berandal sekalipun -- takut masuk ke mari.
Ya! Satu-satunya alasannya adalah tatapan mata sang guru BK.
"Saya tidak habis pikir dengan kalian berdua, berdebat untuk satu hal sepele sampai berkelahi," Cantika mengembus nafas berat, ia mengalihkan pandangan ke arah Dimas yang -- seperti biasa -- menatapnya dengan tatapan datar terkesan liar dan rahang mengeras.
"Kamu, Dimas! Sebelumnya, saya sudah peringatkan kamu. Jabatan kamu memang Ketua OSIS, tapi itu bukan berarti kamu bisa bertindak sesuka hati kamu!"
"Tapi, Bu --"
"Saya tidak ingin berdebat kali ini, Dimas," potong Cantika, "besok, suruh orang tua kamu datang. Saya rasa, saya harus bicara dengan mereka. Dan kamu," Cantika menatap Lead. Ponakannya itu kini tertunduk kelu. Cantika lantas mengembus nafas berat. Situasi ini mendadak menjadi begitu rumit, "kita bicara di rumah nanti."
Lead mengembus nafas. Separuh lega dan separuh lagi... takut mungkin? Fiuh... Ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini di rumah. Akankah Jemmy dan Audrey juga ikut marah padanya? Entahlah! Ia tidak tahu! Ia hanya pasrah.
"Sudah? Hanya itu saja? Ternyata memang enak, ya, jadi kerabat guru?" Dimas tiba-tiba berucap sinis.
"What do you mean, huh?!"
"What do I mean? Lu nggak ngerti maksud gue? Dasar manja!"
BRAK!
TAP! TAP!
Lead bangkit, memegang kerah Dimas yang kemudian membalas mencengkeram kerahnya juga.
"Stop say it or I will kill you, loser!" geram Lead.
"Loser? You're the loser! Lu mau apa? Mau gue hajar lagi? Hah?!"
BAK!
"Kalian berdua, hentikan!" seru Cantika sambil memukul meja. Lead dan Dimas tetap keras kepala mempertahankan cengkeraman masing-masing. "Queen, Dimas! Saya bilang hentikan! Atau kalian berdua ingin saya skors sekarang juga?!" ancam Cantika.
Mendengar ancaman itu, Lead perlahan melepas cengkeramannya, tapi Dimas justru melayangkan tinjunya.
"Dimas!" seru Cantika histeris.
BUK!
Dimas mengalihkan tangannya ke meja lantas melepas cengkeramannya.
Sial! Untung saja! Sesalah-salahnya Lead, dia tetap keponakan kesayangan Cantika. Jika saja tinjuan tadi mengenai wajah Lead tepat di hadapan Cantika, mungkin saja pulpen di hadapan Cantika sekarang akan menusuk tepat di mata Dimas.
"Apa yang kalian berdua mau? Menjadi sok jagoan di sini?! Saya benar-benar kecewa dengan tingkah kalian! Kalian berdua sama-sama anggota OSIS, tapi tingkah kalian tidak kurang dari berandalan, terutama kamu, Dimas! Keputusan saya sudah bulat. Saya tidak akan ubah. Esok, bawa orang tua kamu karena saya benar-benar ingin bicara dengan mereka!" tegas Cantika.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS? [Completed]
Teen Fiction"Waktu kecil, aku sering melihat beberapa ikan sardin berekor panjang, berwarna keemasan, berenang di angkasa malam, lalu secara tiba-tiba satu per satu mereka melesat jatuh dengan cahaya menyembur dari mulut mereka" *** Ini hanya sebuah kisah, tent...