"Kak Yuani!" Lead berseru histeris. Kakinya bergerak menuruni jurang dan kali ini tidak ada yang mencegatnya. Gadis itu berlari sepanjang jurang. Kakinya nyaris terpeleset. Dan,
BRUK!
Usai terpeleset, kali ini ia terjerembab, tapi ia kembali bangkit, berdiri, lantas berlari lagi. Sampai akhirnya ia berhenti di tempat tujuannya. Kakinya menjadi tak berdaya ketika ia akhirnya terduduk lemas. Bahunya bergetar hebat, ia terus menangis sampai akhirnya sebuah tangan bergerak pelan memegang wajahnya.
***
BUK!
Ah, sial! D-d-dimana ini? Kenapa semuanya nampak begitu kacau? Kaca-kaca pecah nampak berserakan. Dan mata kananku, kenapa mata kananku menjadi begitu kabur? Cairan merah apa ini yang menghalangi mataku melihat? Bau menyengat ini, bau apa? Kenapa kepalaku begitu pusing?
Aku memegang kepalaku. Benda cair lengket terasa di sana. Begitu banyak. I-i-ini? Ini... D-d-darah? Aku berdarah? Kenapa bisa?
Aku berusaha mendongakkan kepalaku. Tapi, tidak bisa. Leherku begitu sakit dan susah digerakkan, seperti patah. Atau jangan-jangan, leherku memang patah? Tidak! Tidak! Tidak mungkin!
Aku bisa mendengar suara rintihan kesakitan di sekitarku. Aku berusaha melangkah, menggerakkan kakiku, tapi ini begitu sakit. Dengan bersikeras, aku berhasil duduk di lantai bis lantas menyeret tubuhku keluar, seolah dengan begitu, aku bisa keluar dari mimpi buruk terburuk ini.
Ya, ya! Ini pasti mimpi, tidak mungkin nyata. Kami sedang dalam perjalanan menuju tempat wisata, bukan di bis hancur dengan kaca pecah dan rintihan. Semuanya baik-baik saja. Ini hanya mimpi buruk. Aku terus menyeret tubuhku. Tapi,
Aaargh!
Kaki dan tanganku terkena pecahan kaca yang berserakan. Aku membuang pecahan kaca itu, terus menyeret tubuhku yang semakin melayang dan lemas. Aku terus mendengar rintihan kesakitan dan tubuh-tubuh yang bergelimpang seolah tak bernyawa. Aku semakin mendekati pintu bis, tidak peduli dengan tanganku yang berdarah hebat karena berkali-kali tergores kaca. Dengan susah payah, tanganku menggapai pintu lantas membukanya. Aku benar-benar tidak tahan lagi. Tubuhku terkulai lemas.
"T-t-tolong..." Aku berusaha berteriak, tapi yang keluar hanya bisikan lirih.
"Kak Yuani!" Suara itu, suara menjengkelkan itu, aku mengenalinya. Suara itu...
"Lead..." Aku kembali berbisik lirih. Samar-samar, aku bisa melihat gadis itu terburu-buru berlari, bahkan ia sampai terjerembab, tapi akhirnya ia sampai di hadapanku.
Bahu gadis itu bergetar hebat. Satu per satu air matanya turun. Kakinya terduduk lemas. Aku menggerakkan tanganku yang berdarah, memegang wajahnya.
Gadis itu, ia begitu nyata, bukan seperti yang ada dalam mimpi.
Ah, Yuani bodoh! Setelah semua yang terjadi, masihkah aku berharap bahwa ini hanya mimpi? Tidak. Ini bukan mimpi. Ini nyata dan nyatanya ini adalah yang terakhir, terakhir dalam definisi sesungguhnya. Betapa menyesalnya aku. Tadi pagi, aku hanya meminta maaf pada orang tuaku tanpa sempat memeluk dan mengatakan bahwa aku begitu mencintai mereka.
Tak apalah. Yang aku tahu, mereka pasti sudah memaafkanku.
***
Aku menangis di hadapan Kak Yuani yang begitu hancur dengan mata, tangan, bahkan mulut dan kepala berdarah hebat.
Tangannya yang berdarah memegang pipiku, berusaha mencengkeramnya lemah -- kebiasaan yang sering sekali ia lakukan saat terlalu bahagia. Cengkeraman itu biasanya membuatku berteriak, tapi kali ini, cengkeraman lemah itu berhasil membuat tangisku makin deras.
![](https://img.wattpad.com/cover/177634348-288-k917903.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS? [Completed]
Teen Fiction"Waktu kecil, aku sering melihat beberapa ikan sardin berekor panjang, berwarna keemasan, berenang di angkasa malam, lalu secara tiba-tiba satu per satu mereka melesat jatuh dengan cahaya menyembur dari mulut mereka" *** Ini hanya sebuah kisah, tent...