Bab 20

35 6 4
                                    

Hari ketujuh semenjak kecelakaan naas itu.

Tidak ada yang baik-baik saja dalam pemikiran Lead, juga dalam kenyataannya.

Tapi, semua nampak selalu berjalan baik bagi Jemmy. Pria itu tetap bekerja, hanya saja ia membatalkan semua jadwal rapat luar kota yang ia punya. Ia juga pulang lebih cepat, menemani Cantika sepanjang malam di ruangannya.

Lead tidak bisa diandalkan untuk itu. Semenjak kejadian tragis itu, ia menjadi merasa tertekan setiap kali berbicara dengan Cantika, akibatnya ia hanya bisa diam ketika Cantika bicara, berusaha menahan tangisnya sendiri. Dan ketika Jemmy pulang, ia akan pergi, menghilang begitu saja.

Tapi, kabar baiknya, ini adalah hari terakhir Cantika menginap di rumah sakit. Besok, Cantika sudah diperbolehkan pulang. Yah... Kau mengerti maksudku, 'kan? Setidaknya, Lead tidak perlu terus-menerus berada di samping Cantika.

Bukan, bukan! Lead tidak pernah membenci tantenya itu. Bagaimana ia bisa membenci orang yang memiliki separuh jiwanya? Ia tidak bisa. Tidak. Ia tidak membenci wanita itu, tapi lebih buruk lagi. Ia membenci dirinya sendiri dan setiap kali mendengar suara Cantika, rasa benci itu akan semakin bertambah.

Tapi, Lead hanya tak tahu, bahwa hari ini, dunia ingin dia berdamai.

Lead terus menatap jam tangannya. Hampir jam enam sore. Biasanya, Jemmy sudah pulang pada jam seperti ini, tapi sampai sekarang, tidak ada tanda-tanda kedatangannya sama sekali.

Lead menghela nafas. Di hadapannya, Cantika tengah tertidur tenang.

Iseng, tangannya mulai bergerak, memegang tangan Cantika. Genggaman itu membawanya pulang ke kenangan masa lalu.

***

Cantika remaja menghentakkan kakinya kesal.

"Eh! Cantika? Udah pulang, sayang? Ayo makan dulu," tegur Eunike, ibunya, tapi gadis itu sama sekali tak menghiraukannya. Ia langsung berlalu menuju kamarnya.

Eunike hanya menggelengkan kepala melihat tingkah putri bungsunya itu.

Tingkah Cantika bukan hanya mengganggu perasaan Eunike, tapi juga kakak-kakaknya, terutama Theresia, kakak sulungnya, tapi wanita itu kembali melanjutkan kegiatannya, menyendokkan nasi ke piring putri semata wayangnya.

"Tante Ika kenapa, Ma?" tanya Lead polos pada Theresia.

Theresia hanya tersenyum, "nggak papa, sayang. Tante Ika cuma kecapekan aja. Lead lanjut makan lagi, ya."

"Udahlah, Lead. Tante Ika nggak usah dipikirin gitu. Biasa, remaja. Suka labil," ucap Gamaliel, adik Theresia yang lain.

"Labil itu apa, Om Gamal?" tanya Lead lagi.

"Labil itu artinya suka berubah-ubah perasaannya. Kadang marah-marah, kadang ketawa-ketawa nggak jelas," terang Annette.

"Kok, bisa gitu?" tanya Lead.

"Lead... Udah. Jangan ganggu om sama tante kamu. Yuk! Lanjut makan," tegur Theresia.

Lead mengulum bibirnya, "aku udah kenyang, Ma," ucapnya sambil meloncat turun dari bangkunya.

"Udah kenyang apa pengen datengin Tante Ika?" goda Sabrina.

"Dua-duanya," Lead menjawab cengengesan, memamerkan gigi ompongnya. Ia menoleh ke arah Theresia, "Ma, aku boleh 'kan ambilin makanan buat Tante Ika?" tanyanya.

Theresia tidak langsung menjawab, ia hanya menoleh ke arah Eunike.

"Boleh, asal kamu jangan ganggu Tante Ika, ya?" jawab Eunike. Wanita tua itu menyodorkan piring pada cucu kecilnya.

OSIS? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang