Telepon berbunyi nyaring, suaranya menggema mengisi ruangan itu.
"Let me pick up the phone," ucapku pada pria di hadapanku. Separuh berlari kecil menuruni tangga, mengangkat telepon rumah. "Hello," sapaku. Tidak ada sahutan, hanya ada suara-suara tak jelas. Aku mengernyit. "Hello. Who is this?"
"L-Lead," suara itu bergetar berucap tepat sedetik sebelum aku memutuskan untuk menutup telepon. "Ini aku, Lead. Kamu apa kabar? Kami semua rindu kamu di sini. Kamu pasti bingung 'kan gimana caranya aku bisa nelpon kamu? Lead, banyak yang berubah di sini semenjak kamu pergi. Aku sudah menjalani transplantasi kornea mata. Sekarang, aku bisa melihat seperti dulu lagi. Ini juga hari pertama anaknya Putri bersekolah. Dia masih sering bertanya pada ibunya, siapa Tante Lead yang selalu diceritakan ibunya. Anggy juga sudah lama sekali pulih. Ia bahkan mendirikan sanggar tari. Aku yakin, berita satu ini sudah kamu dengar dari Dokter Audrey."
Hening. Tidak ada kata, tidak ada suara.
"Lead, kami semua rindu kamu. Pulanglah, Lead," suara itu terdengar menangis. Aku tak kuasa menahan tangisku, mencoba untuk membuka suara, tapi lidahku serasa melekat di langit-langit. Suara itu, tentu saja aku kenal suara itu. Dia yang memanggilku pulang.
"S-Suci!" tangisku meledak bersamaan dengan lidahku yang membuka menggaungkan namanya.
***
Waktu kecil, aku sering melihat beberapa ikan sardin berekor panjang, berwarna keemasan, berenang di angkasa malam, lalu secara tiba-tiba, satu per satu mereka melesat jatuh dengan cahaya menyembur dari mulutnya. Aku mengejarnya, berpikir dengan polosnya bahwa mereka adalah ikan sardin yang sama dengan yang sering dibawakan Pak Nil, tetanggaku, ke rumah setiap habis melaut, tapi bedanya mereka berenang di angkasa.
Papa dengan tawa kencangnya akan selalu mengacak rambutku sambil berucap bahwa itu bukan ikan sardin, itu bintang, bintang yang jatuh. Aku bergumam sengit, akalku lebih tak terima mendengar ada bintang yang bisa jatuh dari langit. Lama aku berkutat dengan sebuah pertanyaan, apakah bintang bisa jatuh?
Seseorang memeluk pinggangku erat dari belakang, aku menoleh menatap mata merayunya. Tangannya yang satu menyusul memeluk pinggangku. Aku mengalungkan tangan di lehernya lantas mencium bibirnya lama dan lama.
"Woi!" suara itu memecah kemesraan kami. "Jangan keasyikan sendiri! Kalian nggak dateng dengan tujuan bulan madu 'kan ke sini?" gurau Tante Audrey.
Kami berdua tertawa, berlarian di antara pasir pantai ikut bergabung dengan yang lain.
Ya. Aku pulang, setelah enam tahun pergi, sesuai permintaan gadis yang tak lagi buta itu. Aku pulang, sesuai janjiku, kala fajar merekah di pagi purnama. Aku pulang dan aku sudah mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan terpendamku.
Bintang memang bisa jatuh, tak peduli setinggi apapun ia digantungkan. Ada saatnya ia akan jatuh dan berdasarkan pengalamanku, bintang itu jatuh karena salahnya sendiri.
T A M A T
![](https://img.wattpad.com/cover/177634348-288-k917903.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIS? [Completed]
Roman pour Adolescents"Waktu kecil, aku sering melihat beberapa ikan sardin berekor panjang, berwarna keemasan, berenang di angkasa malam, lalu secara tiba-tiba satu per satu mereka melesat jatuh dengan cahaya menyembur dari mulut mereka" *** Ini hanya sebuah kisah, tent...