Bab 29

30 6 0
                                    

Interior aula hotel megah itu disulap menjadi ruang dansa bak di film-film romantis bertemakan dongeng. 

Aku menelan ludah. Arvin menggandeng tanganku, membuatku menatapnya. Pria itu tersenyum kecil sebelum memakai topengnya. Aku ikut tersenyum melihatnya, ikut memakai topengku. Kami lantas memasuki aula tersebut, disambut oleh Ester, Putri, juga anak-anak OSIS yang lain. Aku penasaran, di mana Lead? Apa dia tidak datang?

"Halo! Selamat malam semuanya!" seruan Nadya -- anak kelas X MIPA-B -- terdengar lewat pengeras suara, membuat perhatian semua orang teralihkan, menoleh ke arah panggung, "malam ini, kita bakal mulai acara pesta topeng kita, tapi sebelumnya gue pengen tahu, di sini siapa aja, sih, yang nggak datang bareng pasangan alias jomblo?"

Pertanyaan Nadya sontak memicu suara-suara rusuh tawa dan saling tunjuk antarteman.

"Coba, dong, angkat tangan! Gue pengen lihat dulu. Udah, nggak usah malu-malu! Gue juga datang sendiri, kok," Nadya mengangkat tangannya, diikuti oleh beberapa angkatan tangan malu-malu lainnya, "muka gile! Ternyata sekolah kita dipenuhi kaum jomblo juga, ya?!"

Gelak tawa sekali lagi memenuhi aula besar itu.

"Oke. Untuk menghormati para kaum jomblo, maka untuk pesta topeng hari ini, ada peraturan khusus. Jadi, hari ini, kita bakal nerapin yang namanya random couple, so, buat pesta dansa nanti, kalian nggak bakal berdansa sama pacar kalian, tapi sama orang lain yang kalian pilih atau yang milih kalian secara random. Dan, buat yang nggak dapet pasangan, kita bakal kasih hukuman. Setuju?!"

"Setuju!" sorakan setuju terdengar menyambut usul Nadya.

Aku mengernyit, menatap Arvin. Pria itu mengangkat bahu.

"Oke! Mulai cari pasangan kalian sekarang!"

Suara rusuh seketika memenuhi ruangan. Aku melepas genggaman Arvin, mencari pasanganku sendiri. Cukup lama aku mengitari ruangan itu. Semua orang sudah mendapat pasangan masing-masing, termasuk Arvin. Kesal dan cemburu, hatiku mulai gelisah, tiba-tiba,

BUK!

Punggungku tanpa sengaja menabrak seorang pria, "maaf. Saya nggak senga--" Aku tak jadi menyambung perkataanku kala melihat siapa yang kutabrak, "kamu?!"

Pria tak bertopeng itu tersenyum sinis ke arahku, "halo, Joice. Masih ingat aku?"

"Kamu!" Aku menggeram. Tak mungkin aku lupa, dia Ketua OSIS SMA Nusa Jaya, lelaki yang menggodaku di bar hari itu, lelaki bajingan!

Dia tertawa kecil menanggapi geramanku. Ia lantas mengeluarkan topengnya, memakainya, "ingin berdansa, Joice?" tanyanya sembari mengulurkan tangan ke arahku.

Aku tak menjawab, menggertakkan gigi.

"Tak ada gunanya kamu begitu, cantik. Lihat! Yang lain sudah punya pasangan dansa, hanya kita berdua yang belum. Kamu tentu tidak mau dihukum 'kan, sayang?"

Aku tak menjawab, melirik yang lain lewat sudut mataku.

"Bagaimana, cantikku?"

Aku menghela nafas, sebelum menyambut uluran tangan pria itu.

"Aku sudah tahu kamu pasti akan mau," ujarnya.

"Oke. Semuanya udah dapat pasangan?!" tanya Nadya lewat mikrofon, "kalau sudah, mari kita mulai pestanya!"

Seorang disk jockey memutar sebuah lagu klasik, mengiring semua pasangan random berdansa. Dimas menggenggam tanganku. Senyum licik mengiring tangannya yang bergerak memegang pinggangku, "let's dance now, my sweetie girl!"

Aku mendengus, terus mengikuti irama musik. Sudut mataku meliar ke arah Arvin. Sial! Itu hanya membuatku semakin kesal. Bagaimana tidak? Pria itu berdansa dengan amat romantis bersama Marcella -- teman sekelasku -- di dekapannya.

OSIS? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang