27. Berhenti atau Lanjut?

672 35 0
                                    

"Rasa kecewa itu tingkatannya lebih tinggi dari amarah"

***

Setelah acara pemakaman selesai, beberapa tetangga sudah pulang ke rumah masing-masing.
Celine masih setia menemani Syabil di dalam kamar bernuansa disney itu. Dekapan ringan tak pernah Celine lepas untuk menguatkan sang sahabat.

"Aku tau kamu gadis yang kuat, Bil. Bangkit! kamu bisa!"

Syabil mengangguk dalam keraguan. Semalam ia mencoba ikhlas. Namun, setelah bangun tidur, rasa rindu yang memuncak kian membuat nya dilema lagi.

"Aku sayang sama kamu, Bil. Sayang banget" Kecupan singkat di pipi Syabil berhasil membuat gadis itu menoleh. Syabil tersenyum pada Celine dengan mata berkaca.

"Aku juga sayang sama kamu, Cel" pelukan ala teletabis terjadi antara mereka. Celine terus saja berusaha menguatkan sahabatnya.

"Ngomong-ngomong, Kamu cantik banget pake hijab" puji Syabil dalam posisi mereka masih berpelukan.

Celine melepaskan pelukan mereka, "makasih" ucap nya di iringi senyum, "suatu saat nanti, kamu juga pasti dapat hidayah buat berhijab dan hijrah. Aku siap bantu kamu kapan pun itu" Syabil mengangguk pasti.

Ketukan pada tiang pintu membuat mereka menoleh. Celine harus kembali ke Sukabumi sekarang. Ia harus mengikuti pembelajara dengan sempurna agak cepat hafal Al-Qur'an. Zahra yang diambang pintu pun ikut masuk menghampiri. Memeluk erat Syabil dan menasehati beberapa kata sesuai hadits untuk menenangkan hati rapuh Syabil.

"Makasih, Tante"

"Sama-sama, Nak. Tante sama Celine pamit dulu, yah? Nanti lain waktu kami datang lagi"

Syabil mengangguk, "iya, tante. Makasih banyak"

Celine memeluk Syabil sebagai salam perpisahan, "nanti pernikahan kamu, aku pasti dateng. Undangannya aku ambil nanti di rumah"

"Janji, yah?"

"In sha Allah, Bil. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam. Hati-hati yah, Cel. Hati-hati Tante" Mereka berdua serentak mengangguk dan melambaikan tangan.

Dari jendela kamar nya, Syabil bisa melihat kalau Celine, Tante Zahra, Bunda Naya, dan Ero pamit pulang.

"Gue pulang yah, Bang? Lo jangan sedih. Kasian, Kak Syabil" peringat Ero. Adam menepuk bahu Ero, "iya. Ati-ati yah. Makasih"

"Sama-sama. Gue pamit" lambaian tangan Adam mengiringi kepergian mereka.

Marina dan Arleysia sudah pulang sejak dari pemakaman tadi karena Arleysia yang harus pergi sekolah. Kini, hanya tinggal Mayang, Artha, Eyang, Oma, Syabil, dan dirinya. Selebihnya, para tetangga samping kanan, kiri, depan rumah.

Syabil mendesah pelan. Rasa nya sesak. Ia rindu. Rindu Mama papa nya. Rindu belaian hangat mereka. Rindu sang mama yang selalu memanjakannya. Rindu sang papa yang selalu menggoda nya. Airmata Syabil turun seketika.

"Syabil," panggil Adam di ambang pintu. Syabil mengusap air mata nya kemudian menoleh, "kenapa, Kak?"

Adam mendesah, ia beranjak masuk dan memegang bahu Syabil, "di bawah ada Devan. Dia baru sampai tadi. Gue nggak tau lo punya masalah apa sama dia. Soal, dia yang dua hari ini yang nggak nemuin lo dan bohong kalau dia di Padang, itu juga gue nggak tau. Gue baru tau pas Mama Papa pamit buat pulang cepet nemuin lo. Selesaiin semuanya secara baik-baik. Gue tau, adek gue yang satu ini udah dewasa" tangan kokoh Adam mengacak pelan puncak kepala Syabil.

[DCRe-2] Senja KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang