1. Daun, Angin, dan Aku

2K 71 3
                                    

"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Kenapa? Karena dia tau kapan dia harus jatuh dan kapan dia berada tetap diatas sana"

-Syabilla Ashilla Rahma-

***

Bandung, 12 November. 04.45 WIB

Kring!!!! Kring!!!!

Benda bundar biru bergambar kucing dengan kantong ajaib nya kini bergetar, berbunyi seakan-akan memanggil memberi peringatan. Dentingan antena kecil diatas benda itu membuat suasana kamar berdominan putih kian berisik.

Syabilla. Gadis bertubuh ideal dengan rambut panjang sebahu masih saja tak bergeming dari tidurnya. Mata hazel yang bening nan berkilau itu seakan tak mau memperlihatkan diri. Tangan putih yang ia miliki kini mulai bergerak dari kasur empuk menuju nakas di samping ranjang hendak meraih benda yang sejak tadi berbunyi,

"Berisik banget sih!" Gerutunya dengan mata terpejam, "astaga!! Baru jam segini?" Mata nya melotot lebar saat jam weker nya menunjuk waktu subuh. Badan lunglai yang tadi setia berbaring kini sudah duduk sempurna di sandaran.

"Kelakuan kak Adam nih pasti" tangan nya memencet tombol berhenti, dan meletakkan lagi jam weker berbentuk Doraemon itu ke tempat nya.

Ceklek! Pintu bercat putih dengan hiasan pita serta nama sang pemilik kamar, kini terkuak. Terbuka lebar dan memperlihatkan sosok wanita paruh baya yang masih menggunakan mukenah bermotif bunga, "Ehh, anak mama udah bangun. Alhamdulillah ada kemajuan" kata nya menghampiri

Yang dipuji bukannya malah senang, tapi malah menggerutu sebal. Ia ingin berbaring lagi di kasur kesayangan nya, menarik selimut dan melanjutkan mimpi indah nya. Namun, suara pintu yang terbuka membuat niat nya terurung. Dan lagi, dengan pujian sang mama, mau tidak mau dia duduk dengan tegap seperti sedia kala.

"Sholat subuh berjama'ah, yuk! Papa udah nungguin, tuh" kata nya sambil merapi kan anak rambut putri nya, "masih ngantuk, ma" rengek nya manja. Syabil menenggelamkan wajah nya di lengan sang mama,

"Udah subuh loh. Masa masih ngantuk aja? Bangun ah, kata nya mau jadi wanita Sholekhah, sholat nya kok males?" Sindiran itu berhasil membuat syabil mau tidak mau berdiri, melangkahkan kaki nya menuju kamar mandi. Mengambil wudhu, tak lupa sebelum nya menggosok gigi dan membersihkan wajah agar terlihat lebih cerah.

Selang berapa menit, syabil sudah terlihat lebih segar dengan basuhan air wudhu, "pake mukenah yang kemarin di beliin Devan aja" saran Rahma, sang mama.

Tanpa ba-bi-bu, Syabil mengambil mukenah putih bermotif ronde dibawahnya, memakainya dan berjalan ke arah Rahma, "Subhanallah, cantik banget, deh. Devan pinter banget milihin model mukenah nya" senyum tipis itu kini tercetak jelas di pipi keriput Rahma,

Sholat berjama'ah yang dilakukan setiap hari kini berbeda. Biasanya, subuh seperti ini hanya ada Rahma, Dito, dan Syabil. Pasalnya, Adam kakak Syabil harus melanjutkan studi nya di Padang. Sekalian menjaga sang Oma yang usianya sudah renta menginjak 80 tahunan.

Kemarin sore, selepas pulang sekolah, Syabil di kaget kan dengan seorang laki-laki yang tengah berdiri di balkon kamar nya, Syabil kira itu adalah maling, tapi saat orang itu berbalik. Dia Adam, Fatsa Adam Pradito.

"Kakak?"

"Hei. Adik kecil" sapa nya dengan mengejek. Syabil pun hanya tersenyum malu, selalu saja Adam menganggap dirinya kecil. Tak pikir panjang, Syabil menubruk tubuh tinggi sang kakak dengan rindu yang menggebu.

[DCRe-2] Senja KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang