answer: the reason behind bullying

1K 216 34
                                    

tinggalkan komentar dan tekan bintang, selamat membaca. kita lari ke masa lalu dulu di sini. 🙂🌹

🦋🦋

Latar Tempat: Seoul, Korea Selatan.
Latar Waktu: Tahun pertama masuk SMA.
Latar Suasana: Muak dan menyebalkan.

**

SAERON POV

Kalian tahu, bahwa setitik sikap buruk bisa merusak jutaan sikap baik yang pernah kita lakukan. Manusia mudah menilai dan juga menghakimi, tanpa mau tahu alasan dibalik semua itu. Mereka tidak mau mendengar ketika kita mengaku dan memberi penjelasan, mereka hanya mau percaya pada kepercayaan mereka sendiri.

Namaku Park Saeron—dengan nama Inggris, Eva Park. Kata orang-orang, aku tumbuh sebagai gadis yang manis dan cantik. Ibuku adalah seorang pengacara andal, sedangkan ayahku hanya pegawai kantoran yang bergaji kecil. Singkatnya, ibuku merasa paling berkuasa di rumah karena gajinya lebih besar dari Ayah.

Yang lebih menyedihkan, tiada hari tanpa argumen di meja makan atau ruang tamu. Terkadang, aku membawa makananku ke dalam kamar dan mengunci pintu.

Saat pertama kali mengetahuinya, air mataku jatuh dengan begitu deras sampai bantalku basah. Namun, aku sekarang sudah lebih baik. Aku bukannya tidak peduli, aku masih peduli pada kedua orang tuaku. Aku masih berharap bahwa mereka bisa menemukan titik temu yang baik, sehingga kami bisa menjadi keluarga bahagia lagi.

Ehm, aku sebenarnya ragu kalau ibuku pernah bahagia bersama Ayah. Namun, kalau mereka memutuskan untuk menikah, bukankah artinya mereka saling mencintai? Lalu, siapa yang salah di sini? Apa cinta mereka sudah pudar, sehingga mereka terus saling tunjuk dengan suara keras?

Tidak ada bedanya dengan hari ini. Pukul empat subuh tadi, Ayah berangkat untuk tugas ke luar kota. Kemarin malam, Ayah datang ke kamarku dan memberitahuku bahwa dia kemungkinan akan mendapatkan promosi sehingga gajinya naik. Dia bilang, dia berusaha supaya bisa mengimbangi ibuku yang sok berkuasa hanya karena dia seorang pengacara. Kalau boleh jujur, aku berada di pihak Ayah.

Tiap malam, Ayah masih menyempatkan untuk melihat kondisiku di kamar, lalu mengecup keningku sebelum aku tertidur. Sementara Ibu, dia justru meninggalkan rumah saat malam. Kukira, dia bekerja keras. Nyatanya, dia 'bekerja' dengan lelaki lain di atas kasur.

Pemandangan pagi ini membuatku muak. Dengan senyum lebar yang menyebalkan, dia membawa pulang lelaki itu karena Ayah sedang berada di luar kota. Lihat pakaian yang ada ditubuhnya itu, dia mirip perempuan jalang.

Kaus putih tanpa lengan yang memamerkan area perutnya, serta celana jins pendek di atas lutut. Dia sedang membuat teh hangat di meja makan, sedang lelaki gila itu memeluknya dari belakang.

Mereka tampak seperti pasangan remaja yang dimabuk cinta, namun menjijikan di kedua mataku.

"Oh, kamu sudah bangun?" Ibuku berbicara, sambil mendongak ke arahku yang baru menuruni tangga. Dia menambahkan, "Ayo, kita sarapan dulu."

Aku menggantungkan tas punggungku di bahu, lalu, "Sejak kapan kita punya ritual sarapan di pagi hari? Aku bahkan tidak pernah menyantap masakan Ibu."

Ibu tersenyum tipis.

Senyum yang ingin kusobek dari wajahnya saat ini juga. Lalu, aku melirik lelaki gila bertubuh tinggi yang masih merangkul ibuku dari belakang. Dia tidak pernah terganggu dengan sikap dinginku. Dia menikmati semuanya, asalkan ibuku tidak pergi ke mana-mana. Dia benar-benar lelaki gila, karena jatuh cinta pada perempuan yang sudah punya suami dan anak remaja.

Omong-omong, lelaki gila itu juga seorang pengacara hebat. Dia lulus dari SNU, atau Seoul National University yang merupakan Universitas terbaik di Korea Selatan. Kalau boleh sombong, ibuku juga satu alumni dengannya. Mereka dulunya merupakan teman kuliah yang cukup akrab, lalu lelaki itu melanjutkan pendidikannya ke Edinburg dan mereka tidak pernah bertemu lagi.

#2 PLAYGROUND (HWANG HYUNJIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang