Penantian Picka berakhir sia-sia. James tidak ada di tempat yang biasa laki-laki itu kunjungi. Semua teman James mengatakan bahwa James sudah pergi. Picka tidak mempermasalahkan uang, tapi yang lebih membuatnya kecewa bahwa James membohonginya. Picka tidak suka James menggunakan barang apapun untuk merusak kesehatan.
Kembali ke sekolah dengan langkah gontai, menghembuskan nafasnya pelan. Picka mengambil mobil Ayesha yang masih terparkir di sekolah. Jam lima sore sekolah sudah sepi, penjaga sekolah mulai mengunci kelas.
Picka mengendarai mobilnya keluar dari halaman sekolah, belum jauh ia berkendara. Sebuah pemandangan yang menurut Picka tidak masuk akal. Dua puluh meter dari tempatnya, ada dua kubu dengan seragam sekolah berbeda sedang adu pukulan. Disana, lelaki yang seragam sekolahnya sama seperti dirinya ikut bergabung padahal yang Picka tau, Capta dkk anti terhadap tawuran.
Meski terkenal nakal, Capta maupun temannya yang lain tidak pernah ikut dalam tawuran, nakal mereka bukan seperti itu. Suatu kali Picka pernah bertanya pada salah satu di antara mereka, kenapa tidak pernah terlibat tawuran. Kemudian Gail menjawab.
"Nakal kita lebih dari itu, tapi diluar sekolah. Nakal boleh tapi pake otak, sekolah masa depan cuy, tawuran paling juga masalah cewek. Nggak penting. Berani by one aja udah. Kita mah gitu Pickachu,"
Jawaban itu membuat Picka tidak pernah bertanya lagi kenapa mereka tidak pernah terlibat perkelahian. Paling juga di hukum karena tidur di kelas, tidak mengerjakan PR, pecahin kaca jendela, hanya sebatas itu. Jika di luar sekolah, Picka angkat tangan.
Picka memilih duduk diam memperhatikan, ia mencoba menelepon petugas keamanan, tidak lama kemudian petugas datang, mereka berpencar seketika. Picka menghidupkan mobilnya, mengikuti mobil Capta.
Tempat yang menjadi tongkrongan anak-anak CONGKAR adalah sebuah warung makan yang letakkannya di pinggir jalan dekat perumahan warga. Picka mengetahuinya karena pernah menguntit Capta.
Kedatangan Picka membuat para lelaki itu kaget, antara menyambut kedatangan dan mengusir itu tidak jauh berbeda. Banyak luka lebam dan goresan di sekitar wajah mereka. Picka menggelengkan kepala, meminta obat merah dan kapas pada Ibu Dina-pemilik warung.
"Nggak perlu,"
"Udah diam aja kenapa, sih," Picka memukul bahu Capta kesal. Lelaki itu terluka di bagian ujung alis dan sudut bibirnya. Capta memutar bola matanya, membiarkan Picka membersihkan luka. "Kenapa kalian berantem coba? Katanya tauran bukan style, dih,"
"Gara-gara Bayu tuh," Gail menjawab.
Picka menoleh sebentar dengan kening berkerut. Picka lupa, Bayu itu punya geng juga di sekolah sama seperti Capta, berbeda dengan Capta, Bayu ini kebalikannya. Suka sekali dalam hal tawuran. "Kenapa Bayu?"
"Buat masalah sama sekolah sebelah, jadi kita kan baru pulang, di kiranya kita ikutan. Ikut di serang, ya udah serang balik," Ujar Kekan setelah membasahi kepalanya dengan air.
Picka mengangguk pelan. "Masih ada yang luka ngga?"
"Nggak." Capta menyingkirkan tangan Picka di wajahnya.
Bukan hanya Capta yang Picka obatin, melainkan Kekan, Gail, Nean, Rean dan Arbi yang awalnya menolak akhirnya pasrah ketika Picka memaksa. Kehadiran Picka sedikit berguna disana.
"Lo kemana aja?" Tanya Nean, Picka mencuci tangannya. "Bolos kan lo?"
"Bosan gue, cari udara di luar," Picka kembali duduk di sebelah Capta. Terdapat banyak macam gorengan di meja. Mengambil botol mineral, memberikannya pada Capta. "Bukain," Capta memutar kepala botol tersebut untuk Picka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAP
Teen Fiction"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup dalam bayang-bayang yang terus mengancam dirinya. Senyum dan tawa sebagai pengalihan. Saat ia mendekati lelaki hanya untuk sebuah perlindun...