Jangan salahkan dirinya ataupun perasaannya. Semua itu tumbuh karena seseorang memberi ruang dan kesempatan. Rasa sakit yang di terima Ibelle sudah membekas, lelaki yang awalnya Ibelle terima begitu baik oleh hatinya di balas hujaman tajam yang terus menancap.
Memutuskan hubungan tanpa tahu bagaimana perasaannya. Ibelle terluka, ia berhak marah. Karena Ibelle bukan orang yang merebut pacar orang.
Hatinya di remas tidak bersisa, tumpukkan cairan bening siap meluncur. Ibelle memilih pergi tanpa tahu tujuan. Yang ia inginkan hanya melarikan diri sejauh mungkin sampai ia tidak melihat dua orang yang tidak punya perasaan itu. Beraninya mereka menyakiti perasaan tulus yang telah ia berikan. Ibelle mengambil tasnya, ia muak berada di sekolah.
"Bel,"
"Minggir." Ibelle mendorong tubuh Nean yang menghadangnya di pintu kelas. Berjalan setengah berlari menuju parkiran. Nean mengejarnya, beberapa kali mencoba mengajak Ibelle untuk bicara. "Apa!?" Tanya Ibelle frustasi. Ia berjongkok, menangis, menarik rambutnya kasar. Dadanya sesak.
"Gue antar ya,"
Ibelle berdiri, mengusap air matanya. "Nggak perlu. Bukannya lo berpihak sama dua orang itu!? Jangan perduliin gue."
"Lo dan dia sama-sama teman gue, semuanya sama di mata gue."
Ibelle mengusap air matanya kasar. "Oh ya?! Terus dimana lo saat gue butuh dukungan! Lo bela dia!" Ibelle mendorong bahu Nean murka. Ia berbalik membuka pintu mobil, di tutup cepat oleh Nean. "Minggir." Ibelle sungguh lelah, tolong jangan membuat masalah lagi.
Nean menatap Ibelle lama, Ibelle terdiam saat Nean merebut kunci mobil di tangannya. "Gue antar." Ujar Nean menghempaskan tubuhnya di kursi kemudi.
Ibelle mengusap wajahnya, menghembuskan nafasnya kasar kemudian berputar ke depan dan duduk di samping kemudi. Nean mengambil alih, keduanya keluar dari Pandawa.
Ibelle membuang wajahnya ke jendela, sesekali menyeka sudut matanya yang berair. Nean menghembuskan nafasnya pelan.
"Mungkin Capta bukan yang terbaik buat lo. Dia tidak pantas untuk seorang Ibelle. Lo terlalu baik untuknya." Kata Nean berusaha untuk mengerti posisi Ibelle. Bagaimanapun, keduanya adalah teman yang harus Nean dukung. Baik Capta maupun Ibelle, Nean berusaha untuk berdiri di tengah keduanya.
"Don't cheer me up," Ujar Ibelle bergetar.
"Okay. Jangan menangis karena lelaki yang udah meninggalkan lo. Ada milliaran manusia dan lo bahkan belum ketemu mereka setengahnya. Bel, sayang sama hati lo kalau lo masih mau nangisin dia. Gue nggak minta lo lupain Capta, karena gue tau itu susah. Kenapa nggak lo coba buat hilangin itu perlahan? Banyak yang suka sama lo. Lo bisa dapatkan yang lebih dari Capta,"
"Lo tau rasanya kalau cewek lo di ambil sama orang?"
"Posisi Capta saat itu udah putus sama lo."
"Gue putus karena cewek itu kan?!" Tuduhnya.
"Picka bukan orang baru di hidup Capta. Gue tau apa yang Capta lakuin ke lo itu salah, Capta baru sadar makanya dia nggak mau buat lo semakin jatuh sama dia."
Ibelle membuang wajahnya ke jendela. Nean menggenggam tangan Ibelle, menyalurkan sebuah kekuatan dan dukungan. Tidak ada yang salah, baik Ibelle maupun Picka. Mereka hanya orang yang berhak mempertahankan sesuatu dengan cara masing-masing.
"Gue selalu ada buat lo."
Akhirnya tangis Ibelle terdengar.
**
"Kenapa lo di panggil?" Tanya Capta merangkul bahu Picka, keduanya berjalan menuju kelas Picka yang letaknya di pojok gedung lantai dua sebagai kelas terisolasi. Karena disana kumpulan peringkat terbawah berpenghuni, meski begitu mereka kumpulan orang-orang yang membawa piala maupun penghargaan di bidang non akademik, contohnya Picka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAP
Ficção Adolescente"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup dalam bayang-bayang yang terus mengancam dirinya. Senyum dan tawa sebagai pengalihan. Saat ia mendekati lelaki hanya untuk sebuah perlindun...