Tiba di rumah calon mertua, Picka sudah di hidangkan berbagai jenis makanan. Awalnya Picka pikir kapan Kansa memasak semua itu, ternyata ada pembantu yang memasaknya. Jumlah porsi makan Picka berbeda dari biasanya akhir-akhir ini, lebih banyak membuat Picka merasakan jika tubuhnya sudah sangat berat, padahal orang yang melihatnya biasa saja, tidak ada perubahan.
"Kalau hari kerja rumah sepi, Papanya pulang bisa jam tujuh atau jam delapan, kadang juga sore udah pulang, Yuan di rumah temannya, Sean lagi main sepeda diluar, dan Capta milih di kamar seharian, jadi tante sendirian,"
Picka membereskan piring kotor bekas ia makan, melihat itu Kansa mengambil alih dan membiarkan Picka tetap duduk di kursi.
"Awal bulan Capta ulang tahun kan Tan? Tante ada acara?"
"Oh iya, belum ada sih, mungkin makan malam aja sama keluarga. Biasanya Maminya yang kesini, cucu kesayangan si Alka, dari lahir sampai umur dua tahun di rawat sama Maminya,"
"Oh gitu, ngomong-ngomong makasih loh Tan kadonya,"
"Sama-sama, itu tante tanya sama Nean kamu suka apa, soalnya waktu tante tanya Alka jawabnya nggak tau."
"Capta cita-citanya apa sih, Tan?"
"Pilot,"
Pembicaraan kedua perempuan itu harus terhenti saat Capta baru saja turun dari lantai dua kamarnya. Habis mandi dan meminta Picka untuk pulang. Picka akhirnya berpamitan pada Kansa.
Sepanjang perjalanan, Picka sibuk mencari tahu syarat menjadi pramugari. Mungkin itu satu-satunya cara agar Picka tetap bisa di dekat Capta.
"Besok jemput gue ya, susah kalau naik motor sama James, kaki gue sakit,"
"Setengah tujuh lo udah ada di depan."
"Gilak, gue baru bangun jam segitu,"
"Masalah lo."
Tiba di apartemen, Capta pergi begitu saja setelah Picka turun dari mobil. Untung saja Brayn memberikan sebuah tongkat, jadi Picka merasa tidak kesulitan.
**
Picka duduk di pinggir lapangan karena tidak bisa mengikuti pelajaran olahraga. Melihat teman-temannya yang sedang bermain basket. Tadi pagi Picka bangun kesiangan, Capta meninggalkannya membuat Picka pergi menggunakan taxi.
Mendesah pelan, Picka mati bosan jika duduk lama disana. Picka berniat meninggalkan lapangan, sebuah teriakan memanggil namanya membuat Picka menoleh, terjadilah hantaman besar bola yang melayang mendarat di wajahnya. Picka terduduk.
"Pic, lo nggak papa?" Ayesha berlari menghampiri Picka panik. "Lo main gimana sih!?" Teriak Ayesha pada lelaki yang memungut bola tersebut merasa tidak bersalah.
"Nggak sengaja. Sory," Ujar Bayu pergi begitu saja.
"Hidung mancung gue berdarah," Picka merengek mengadahkan kepalanya ke atas. Ayesha menyumpal hidung Picka pakai tissue. "Ahh sakit, kayaknya patah deh!"
"Hah? Seriusan lo?!"
"Iya, jadi tambah pesek nih,"
"Goblok," Maki Ayesha, Picka tertawa. "Udah gitu dulu aja bentar, tunggu darahnya berhenti ngalir. Emang si Bayu, gue yakin dia sengaja,"
"Ay, leher gue sakit nih kalau gini terus,"
"Masih keluar nggak?"
"Nggak lagi deh kayaknya," Picka melepas tissue di hidungnya. "Eh masih ya,"
"Di bilangin ngeyel banget sih lo," Mendengar omelan Ayesha Picka tertawa pelan. "Gue bilang tinggal aja di kelas, kenapa mau ikutin kesini,"
"Bosan di kelas Ay,"
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAP
Roman pour Adolescents"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup dalam bayang-bayang yang terus mengancam dirinya. Senyum dan tawa sebagai pengalihan. Saat ia mendekati lelaki hanya untuk sebuah perlindun...