Setelah melakukan pertolongan pertama, James bernapas lega saat Picka terbatuk mengeluarkan cairan cukup banyak dari mulutnya. Dalam keadaan panik James menarik Picka dalam pelukan.
"Maafin gue Pic, maafin gue," Gumam James menyesal, mencium kepala Picka berkali-kali merasa bersalah atas perbuatannya. "Kenapa lo nggak dengerin omongan gue? Kenapa lo jadi ngebantah apa yang di bilangin? Sejak lo kenap cowok itu lo berubah, lo selalu menghindar dari gue, lo selalu buat gue bersikap kasar. Kalau lo tetap bersikap baik, gue nggak akan ngelakuin ini,"
Picka tidak bisa berbuat banyak, tubuhnya lemas bahkan untuk bicara pun rasanya sulit. James membawa Picka pergi dari kamar mandi dan membaringkannya di kasur. Saat tangan lelaki itu ingin membuka kancing bajunya, Picka menahan dengan sisa tenaga.
"Okey, lo harus ganti baju. Gue tunggu di luar," James mencium kening Picka sekilas, meninggalkan perempuan itu.
Setelah pintu tertutup, Picka menangis dalam diam. Bahkan suara tangisnya tidak bisa keluar. Rasa sesak di dada yang tidak bisa ia lampiaskan. Picka benci James, ia ingin James pergi dari hidupnya. Bukan yang pertama lelaki itu melakukan percobaan membunuhnya, Ini yang tiga kalinya James menyiksanya seperti tadi, jika memang seperti itu Picka tidak berharap James menyelamatkannya. Apa maunya James!? Menyiksanya kemudian membuatnya hidup kembali?! Sampai kapan Picka bisa lepas dari James? Penyesalan hidup Picka adalah mengenal lelaki itu.
Tubuhnya bergetar ketakutan, Picka hanya berpura-pura berani menghadapi lelaki itu. Karena jika ia takut, James semakin menginjaknya. Picka takut jika James melakukan hal yang membuatnya trauma. Picka sengaja memilih sekolah yang berbeda dari James berharap James bisa menjauh, ternyata itu tidak berhasil. Ketika Picka mencoba menjauh, James merangkulnya sebagai seorang Ibu, James datang di saat Picka sendiri kemudian memeluknya, memberikan kehangatan yang mencengkam namun Picka menikmatinya.
James berperan segalanya dalam hidup Picka. Mengajarkan hal kecil dari yang tidak ia ketahui. Picka suka di perhatikan, dijaga dan di lindungi, karena ia merasa punya orang lain yang menyanyanginya meski hanya James di dunia ini. Berjalannya waktu semua itu menjadi menakutkan, entahlah, Picka ingin meninggalkan namun hatinya selalu mempertahankan.
"Pic?" Panggil James pelan, Picka menarik selimutnya dengan mata terpejam. Habis mengganti baju, Picka memilih tidur. "Gue udah beli makan, dimakan ya. Maafin gue ya," Ujarnya ingin mencium Picka namun Picka dengan cepat menghindar. "Ok, lo masih marah sama gue," James meninggalkan apartemen Picka.
Di kegelapan Picka duduk sendirian dalam kamarnya. Lampu dibiarkan mati, memeluk kedua kakinya Picka menatap kosong jendela kaca yang sengaja dibuka. Angin berhamburan masuk menerpa wajahnya. Duduk di karpet bulu kesukaannya, menyandarkan punggungnya di dinding kasur. Lagi-lagi Picka mengusap wajahnya, meski dalam hati sudah ia sematkan untuk tidak menangis ternyata mata itu membuatnya kesal.
Picka mencoba menghubungi Capta berkali-kali, tidak ada jawaban dari lelaki itu. Meletakkan pipinya di atas lutut, Picka memejamkan matanya sebentar. Menikmati bunyi sambungan telpon. Sampai akhirnya Picka membiarkan ponsel itu tergeletak di sebelahnya.
Sepanjang malam sampai akhirnya langit berubah menjadi terang. Picka terjaga semalaman. Mendengar suara pintu apartemen terbuka, sudah pasti James.
"Kenapa lo nggak habisin makannya?" James membuka pintu, mendekati Picka dan berjongkok di hadapan perempuan itu.
Picka menatap James lama, satu tamparan James dapatkan di pipi kanannya. Ketika Picka ingin mengeluarkan cacian, suaranya tidak ada. Picka meraba lehernya.
"Pic, gue minta maaf-" Picka menepis tangan James. "Gue salah. Gue diselimuti emosi,"
Picka berdiri, ia menarik James untuk keluar dari apartemennya. Meski sebenarnya James punya tenaga lebih kuat untuk tetap berada disana, melihat Picka yang bahkan berjalan hampir saja terjatuh membuat James tidak tega.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAP
Teen Fiction"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup dalam bayang-bayang yang terus mengancam dirinya. Senyum dan tawa sebagai pengalihan. Saat ia mendekati lelaki hanya untuk sebuah perlindun...