"Jadi dia pergi aja tanpa bicara sama lo?"
Picka mengangguk tanpa menatap James, menghabiskan Mie instan sambil memeluk anjing di pangkuannya. "Mungkin dia lupa kalau punya anak,"
"Lo terlalu malu-maluin buat di akuin sebagai anak," Picka menatap James melalui ekor matanya. "Bercanda sayang, ditinggal bentar aja lo udah baperan,"
"Lo masih pake barang itu?"
"Kalau gue lagi stres, tenang aja. Lo coba deh Pic, dia bisa buat lo lupa segalanya. Semua beban lo hilang, apa yang jadi fikiran lo selama ini nggak akan mempengaruhi lo lagi." Ujar James mulai mempengaruhi Picka. "Gue ada kalau lo mau, lo bilang aja ke gue."
Picka mendengus. "Jangan pernah bawa gue kalau lo masuk kantor polisi."
"Kapan gue tarik lo kalau gue punya masalah sayang. Lo yang terpenting di hidup gue,"
"Lo main sama cewek di kamar gue kan?"
"Nggak."
Picka melempar bantal di dekatnya. "Karna lo Capta jadi salah paham. Jangan pernah main di apartemen gue lagi!"
"Capta?" James mengerutkan keningnya. "Lo kasih tau tempat tinggal lo sama dia?"
"Emang kenapa?"
"Siapa aja yang tau?"
"Lo sama Capta doang, emang kenapa sih?"
"Gue merasa udah di duakan," Ujar James membuat Picka terdiam. "Ngapain aja lo sama dia di kamar sampai dia bisa temuin itu? Main juga?" Picka melempar tatapan tajam. "Ya kali aja karna lo cinta mati sama dia,"
Picka meletakkan mangkuk yang sudah habis. "Udah malem sebaiknya lo pulang sekarang,"
"Bentar lagi, masih jam sepuluh,"
"Gue mau tidur," Picka menggendong anjing ke pelukannya membuka pintu untuk James. "Besok antar gue ke sekolah,"
"Katanya lo mobil baru?" James menyandarkan tubuhnya di pintu. "Mobil lo mana?"
"Sama Capta," Senyum James mengembang saat Picka mengatakan itu. Lelaki itu pamit undur diri.
Pandangan semua orang tentang James berbeda dari pandangan Picka. James yang kasar, tidak tau diri, brengsek dan hal buruk lainnya. Picka akuin semua itu, kadang Picka juga ingin melampiaskan sesuatu ke orang, James selalu menjadi pelampiasan. Sama halnya James ke Picka.
Meski Ayesha berulang kali mengatakan untuk tidak bertemu James lagi, Picka tidak bisa melakukannya. Ia mengenal James sejak usianya tujuh tahun. Kehidupan James sama seperti dirinya. Hanya bedanya, James tumbuh di keluarga yang penuh dengan kekerasan, maka dari itu James sering memukul dirinya jika kemauannya itu tidak terpenuhi atau suasana hatinya sedang kacau. Ia dan James hanya anak dari sebuah korban.
Dari semua sisi jahat, James juga punya sisi manis. Lelaki itu selalu memberikan hadiah di saat ulang tahunnya. Entah uang itu dari mana Picka tidak perduli. Yang ia ambil hanya perhatian James. Hubungan Picka dan James jauh dari hubungan sepasang kekasih, mereka lebih dekat dari itu. Dan Picka tidak pernah menganggap James kekasihnya. James sebagian dari dirinya. Satu-satunya orang yang tahu seperti apa Pickaella. Karena mereka tubuh besar bersama.
**
Sebuah ketukan membuat Capta yang sedang membaca mengangkat wajahnya. Kansa menyembulkan kepalanya di pintu. "Ada temennya Abang di bawah, katanya ada yang penting." Ujar Kansa pelan. Capta melihat jam dinding kamarnya yang menunjukkan pukul sebelas malam.
"Ada masalah?" Kansa menahan tangan Capta. Wajah panik seorang ibu terlihat jelas, remasan di lengan Capta semakin mengeras.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAP
Teen Fiction"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup dalam bayang-bayang yang terus mengancam dirinya. Senyum dan tawa sebagai pengalihan. Saat ia mendekati lelaki hanya untuk sebuah perlindun...