39. Jangan usik

16.7K 1.8K 241
                                    

"Mau gue?" James menyeringai. "Lo mati, atau dia yang mati." James mencium pipi Picka.

Picka memejamkan kedua matanya bergetar takut, menahan tangan James sekuat tenaga yang mengarahkan pisau ke lehernya. Picka menggeleng, memberi kode agar Capta tetap berdiri di tempat. Picka khawatir jika Capta mencoba untuk menyelamatkannya akan berdampak pada keselamatan Capta.

Ketegangan yang dirasakan menyelimuti ketiganya. Atau mungkin sudah saatnya, mengakhiri semua. Picka sudah cukup bahagia sekarang, semua kenangan bersama Capta beberapa hari terakhir bisa menemani dirinya menuju tempat terakhir. Picka melepaskan tangannya, kedua matanya terpejam. Merasakan perih di lehernya yang mengalir darah segar.

Flashback.

"Cap," Picka menoleh.

"Em?"

Picka menatap Capta lama, ada harapan besar yang ia salurkan disana. Picka tersenyum kemudian menggeleng menghadap depan. Menghembuskan nafas pelan, Picka memejamkan kedua matanya sejenak. Membiarkan telinganya di manjakan dengan nada-nada indah yang Capta ciptakan saat ini. Angin pantai menerpa wajah cantiknya membuat rambutnya bergoyang.

Kedua mata Picka terbuka perlahan saat merasakan sentuhan lembut di pipinya. Bibirnya tersenyum kecil, menikmati sentuhan itu dengan mata terpejam. Merasakan tubuhnya melayang dan di letakkan hati-hati di sebuah tempat yang begitu lembut.

Picka membuka matanya, berhadapan langsung pada Capta yang menindih tubuhnya saat Ini. Jantung Picka memompa cepat dari biasanya, kebutuhan oksigen yang meningkat dan pola pikir yang tersumbat.

Capta tenggelam dalam sorot mata yang pedih sekaligus menyejukkan. Sampai akhirnya Capta memutuskan berdiri jika Picka tidak menahan tubuhnya tetap pada posisi.

Picka mengepalkan tangannya di belakang punggung Capta. Dengan keyakinan yang tidak bisa di percaya. Picka berkata. "Touch me, Please," Katanya pelan memohon.

"No,"

"Kenapa?"

Capta terdiam lama memandang lekuk wajah Picka.

"Cap?" Panggil Picka lemah. Mencoba mencari tatapan Capta. "Please,"

Capta mendekatkan bibirnya di kening Picka, menciumnya lama sebelum akhirnya mengunci tatapan Picka. "Masalah yang sedang kita hadapi aja belum selesai, jangan kasih gue masalah baru dengan pola fikir lo yang pendek."

"Cap,"

"Nggak," Gumam Capta lembut.

"Gue kurang menarik ya?" Tanya Picka miris. "Badan gue nggak montok kayak mantan lo, sih,"

"Tolol," Capta menjitak kepala Picka kecil. "Lo menarik dari hal lain yang nggak bisa di temui semua cewek,"

"Apa?" Picka mengeratkan pelukannya di leher Capta.

"Cukup gue yang tau."

"Kasih tau,"

"Kalau gue kasih tau, lo mau kasih apa?"

Picka memutar bola matanya. "Lo mau apa?"

"Mau lo tetap di samping gue."

Seketika Picka terdiam, jatuh di dasar paling bawah dimana tubuhnya menjadi mati rasa. Sontak Picka memejamkan kedua matanya saat Capta menciumnya. Sensasi lembut membuat Picka semakin terbuai dalam kehangatan. Saat tidak ada jarak lagi di antara tubuhnya dan Capta.

Tidak berlangsung lama, kedua mata terbuka bersamaan di sertai senyuman yang di lempar oleh bibir masing-masing.

"Good job Picka," Capta mengusap kepala Picka membuat semburat malu muncul di pipi Picka. Capta tertawa kecil.

"Ih, ada yang malu, Cap," Picka memukul pundak Capta centil.

"Siapa?"

"Gue," Kata Picka tertawa keras.

Flashon.

Ternyata Picka tidak berhasil menggoda Capta selama liburan berlangsung. Picka cukup senang, karena Capta tidak melihat fisiknya dalam mencintai seseorang. Walaupun semua itu Bullshit, karena lelaki pasti melihat dari segi fisik perempuan di awal pertemuan.

Apapun alasannya, Picka tidak perduli. Jadi apa dirinya di masa depan Capta, setidaknya Capta tidak berniat merusaknya.

Picka mengepalkan kedua tangannya, melampiaskan rasa perih di leher. Merasakan aliran darah segar masuk ke dalam bajunya.

"Atau lo yang mati." Kata tajam yang terdengar pelan namun di kuasai amarah, ada yang datang dari belakang mengarahkan sebuah pistol ke kepala James. "Jangan usik keluarga gue."

Kelopak mata Picka terbuka cepat. Meski ia tidak bisa melihat orang itu, Picka mengenal suaranya. Terlebih orang itu menyebut keluarga.

James tidak kaget melainkan tertawa kecil, perlahan kepalanya menoleh ke samping bersamaan dengan lelaki yang berjalan ke samping wajahnya. Tangannya terangkat ke depan, benda hitam yang menyentuh kepala James.

"Dia usik keluarga gue." Kata James mengatupkan rahangnya.

Nicol menatap James tajam. "Lo ancam dia. Jangan biarkan badan lo jadi santapan binatang peliharaan gue." Nicol menekan pistolnya hingga kepala James semakin mundur. "Lepas."

"Lebih baik gue mati sama dia." James tertawa.

Di tengah tawa itu, Nicol melakukan sesuatu dengan gerakan cepat bahkan tidak bisa terkam oleh mata hingga tangan James menjatuhkan pisau secara kaku. Setelah itu James kesakitan karena tangannya tidak bisa di gerakkan.

Picka segera berlari mendekati Capta yang langsung memeluknya. Keduanya memutuskan pergi meninggalkan Nicol dan James.

"Lepas." James menatap tajam Nicol yang berdiri di hadapannya sementara James berlutut dengan tangan yang sulit di gerakkan.

Nicol menendang pisau tersebut ke rerumputan. Kemudian mengarahkan pistol ke kepala James. Wajah serius Nicol berubah menjadi tawa kecil. Melempar pistol hitam itu ke aspal.

"Pistol mainan gue waktu masih kecil." Ujarnya  berdeham.

James menggeram. "Lepasin,"

Nicol menekuk kakinya, menatap tajam James. "Jarum itu bisa buat badan lo lumpuh. Jangan pernah ganggu keluarga gue,"

James meludah ke samping. "Apa perduli lo? Picka punya gue."

"Pemilik tidak mungkin melukai apa yang mereka punya. Sampai gue lihat lo ancam dia, sekali lagi lo coba sentuh Capta. Lo mati."

Nicol mengatupkan rahangnya, mencabut jarum di pundak James lalu pergi begitu saja. James memekik kesal.

TBC
VOMENT

SORY GUYSS!!!
PENDEK KARENA KESIBUKAN YANG PADAT 🙏

CAPTAIN PICKA  [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang