16. Visit on meet

20.8K 1.9K 599
                                    

Picka mengulet kecil, mengusap matanya kemudian mengerjap pelan. Penglihatannya pertama kali saat membuka mata adalah foto yang terpasang besar di dinding menghadapnya. Sebuah foto dengan latar putih, Picka mengulum senyum. Ia baru sadar bahwa ia tidur di kamar Capta.

Menarik selimut, Picka tidak ingin beranjak dari kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menarik selimut, Picka tidak ingin beranjak dari kasur. Mencium aroma khas seorang pria. Membayangkan bahwa tiap malam Capta tidur di kasur itu, Picka bisa gila karena terlalu bahagia. Sama seperti kamar kebanyakan pria lainnya, Picka tidak menemukan barang dengan warna mencolok di kamar itu, semuanya putih, hitam dan abu-abu. Lumayan rapih untuk kamar seorang remaja.

"Udah bangun?"

Khayalan Picka pecah saat Kansa berjalan masuk mendekatinya. Picka merapikan rambutnya yang berantakan, ia tersenyum malu. Pasti Kansa berfikir ia sudah gila.

Kansa membuka gorden kamar hingga cahaya menerangi kamar yang tadinya gelap, Picka memejamkan matanya silau. Hal yang Kansa lakukan adalah mengecek keadaan Picka, suhu tubuhnya sudah kembali normal.

"Lepas aja ya infusnya, kayaknya udah sehat, udah bisa senyum-senyum gitu," Goda Kansa menyiapkan alat untuk membuka infus di tangan Kansa. "Semalem udah kayak terbang kamu tuh, kok sakit nggak di rasain,"

Picka tertawa kecil. "Maaf ya Picka ngerepotin terus, tapi nggak papa lah, seorang anak itu kan pasti selalu ngerepotin orang tuanya," Mendengar itu pergerakan tangan Kansa terhenti, senyumnya bergetar. "Capta mana Tan?"

"Keluar tadi sama Papa dan adek-adeknya,"

"Loh, nggak sekolah?"

"Ini kan tanggal merah sayang," Kansa menyentuh hidung Picka gemas. Memplester bekas infus di tangan Picka. "Makan dulu, tante udah siapin di bawah,"

Picka mengangguk, ia segera merangkak di kasur kemudian turun dari ranjang menuju kamar mandi. Mengusap wajah dan menggosok gigi. Tiba-tiba sebuah suara mengiang di telinga Picka, kalimat yang di ucapkan seorang Capta. Picka menggeleng keras, suara tanpa bayangan itu jelas sekali.

Selama Picka menghabiskan semangkuk bubur dan segelas susu yang dibuat oleh Kansa, Picka terus memikirkan suara itu. Rasanya mustahil. Kenapa Capta mengucapkan kalimat itu? Apa iya bermimpi? Sepertinya iya, Capta tidak mungkin mengatakan hal itu. Picka tertawa.

"Kok ketawa? Emang buburnya lucu?"

"Hah?" Picka mengerjap. "Nggak Tan, itu, Semalem masa Picka mimpi, tapi aneh banget mimpinya," Kansa mematikan kompor kemudian menarik kursi di sebelah Picka, merasa tertarik mendengar cerita.

"Mimpi apa?"

"Dalam mimpi itu Capta bilang Picka harus tinggalin seseorang terus harus pertahanin dia, aneh kan? Kenapa Capta tiba-tiba bilang itu?" Picka menggeleng pelan, menghabiskan bubur yang tersisa beberapa suap lagi.

Kansa tersenyum, ia mengelus kepala Picka membuat gerakkan tangan Picka terhenti. "Kamu demam tinggi semalam, jam dua malam suhu tubuh kamu mencapai empat puluh derajat. Om udah maksa mau bawa ke rumah sakit, tapi untunglah kamu udah baikkan pagi ini."

CAPTAIN PICKA  [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang