Dalam keheningan yang terdengar hanya tetesan air keran yang tidak di tutup rapat. Picka duduk dalam bathtub yang terisi air. Dalam balutan pakaian sekolah yang masih menyelimuti. Rambutnya basah, bibirnya bergetar pucat memeluk kakinya sendiri.
Terkadang Picka tertawa lalu menangis sendirian. Tatapan matanya kosong menatap air yang semakin dingin menebus kulitnya yang mulai menciut. Picka tidak sadar sudah menghabiskan waktu dua jam duduk disana. Rasa dingin di tubuhnya tidak ada rasanya sama sekali. Seolah merenggut kewarasan jiwa Picka saat ini. Ketika seorang remaja dengan segudang masalah, seluas apa hati menerima, selebar apa ia tersenyum, sehebat apa ia menyembunyikan rasa itu.
Picka sulit untuk berkonsentrasi, merasa kosong di keramaian, putus asa dan sulit tidur beberapa hari terakhir. Picka kehilangan minat dalam hal apapun.
Banyak hal dalam kehidupan yang tidak semuanya kita tau dan memilih untuk tidak mengetahuinya. Mungkin ini hanya sebagian dari kisah perjalanan panjang kehidupan yang belum selesai. Mungkin hanya sampai disini Picka bisa menerimanya. Tolong, cukup. Apapun rahasia di balik semua cerita kehidupan kelam Mamanya, Picka tidak ingin tahu lagi. Siapa dia, dan berapa banyak lagi orang yang tidak Picka kenal datang dalam kehidupannya, berhenti. Picka lelah.
Siapa lelaki dan perempuan yang ia temui di pemakaman. Picka memilih untuk menutup diri kali ini. Picka memilih kabur dan melarikan diri sejauh mungkin. Picka tidak ingin mendengar lebih banyak cerita menyakitkan yang membuatnya semakin terluka, dimana Picka berusaha menyembunyikan luka itu saat orang-orang menceritakan hal paling tidak ingin Picka dengar dan bayangkan saat ini. Semua itu menakutkan, sadarkah mereka apa yang Picka rasakan?
Tolong, Picka masih tujuh belas tahun. Ia masih seorang remaja yang hanya tahu batas kehidupan minim. Ia masih ingin tumbuh dan berkembang seperti anak lainnya, mungkin Picka tidak akan mendapat kebebasan itu sebentar lagi, jadi tolong. Picka tidak punya waktu untuk membahas masa lalu yang tidak ia tahu. Biarkan Picka bahagia terlebih dahulu di sisa waktu ia menunggu.
Picka tidak tahu dimana posisinya. Picka tidak mengerti kenapa semuanya muncul ke permukaan di saat ia sudah menutup buku kehidupan kelam. Biarkan ia bahagia, sekali saja.
Disisi lain, Capta baru saja tiba membawa beberapa makanan yang ia beli sebelum pergi ke rumah kekasihnya. Meletakkannya di meja lalu menumpahkannya di piring dan menyajikannya di depan televisi.
Capta mengetuk kamar Picka, memanggilnya dua kali tidak ada jawaban. Capta membuka pintu, melihat kamar itu kosong. Hanya ada tas dan sepatu yang di letakkan di lantai begitu saja. Capta melihat kamar mandi juga kosong, handphone Picka tergeletak di ranjang.
Suara air yang terus mengalir menuntun Capta menuju kamar mandi luar. Ia mengetuk.
"Ngapain?" Tanyanya. Tidak ada jawaban. "Mandi?"
Capta mendekatkan telinganya di pintu, semakin penasaran. Satu menit terlewati dan tidak ada suara selain air yang mengalir. Capta menekan knop pintu ke bawah yang ternyata tidak di kunci.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAPTAIN PICKA [END] SUDAH TERBIT CERITA MASIH LENGKAP
Teen Fiction"Kamu kehidupanku," -Capta "Kamu kematianku," -Picka Tentang Picka, seorang remaja kelas tiga SMA yang hidup dalam bayang-bayang yang terus mengancam dirinya. Senyum dan tawa sebagai pengalihan. Saat ia mendekati lelaki hanya untuk sebuah perlindun...