Empat : Perang Dimulai

779 77 11
                                    

Arla benar-benar melakukan niat yang tertanam di hatinya. Begitu melewati pintu ganda itu, Ibu tirinya sudah menunggu untuk menyambutnya di ruang tamu dengan senyum hangat. Arla yang yakin bahwa senyuman itu adalah senyum palsu, melewati wanita cantik itu begitu saja. Begitu pula adik tirinya yang menatapnya dengan penuh rasa tidak suka dan Orion yang mengikuti setiap langkahnya dengan mata tajamnya. Arla terus berjalan hingga mencapai anak tangga terbawah, seakan tidak pernah melihat mereka. Sehingga ayahnya yang sempat berhenti di dekat istri barunya itu terpaksa buru-buru menyusul Arla.

"Orion, bantu Arla membawa salah satu kopernya." Kata ayah Arla sembari menaiki tangga menyusul Arla. "Ayo, Arla aku akan menunjukkan kamarmu."

Dalam beberapa detik kemudian Arla merasakan sebuah tangan menyambar koper dari tangan kanannya. Setelahnya Arla melihat Orion berjalan di depannya sambil menentang kopernya seakan benda itu hanya berisi bulu angsa bukannya pakaian dan buku yang beratnya mencapai lebih dari sepuluh kilo. Sebenarnya Arla ingin mendebat dan menolak bantuan Orion itu. Tapi karena misi hari ini adalah berinteraksi seminimal mungkin dengan penghuni rumah ini, Arla pun memilih menutup mulutnya rapat-rapat.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Orion berjalan sambil terheran-heran dengan tingkah Arla. Bagaimana bisa cewek itu menarik koper yang berat ini dengan satu tangan sementara tangan lainnya juga menenteng koper yang kelihatannya sama beratnya. Entah cewek itu benar-benar kuat atau berusaha terlihat kuat. Tapi melihat bulir keringat di dahinya, Orion yakin kalau alasan kedua lah yang membuat Arla mampu mengangkat koper beratnya itu menaiki tangga.

Sebenarnya sisi alamiah seorang cowok alias sifat gentle yang dimiliki Orion ingin membawakan kedua koper itu. Tapi Orion sama sekali tidak ingin Arla besar kepala dengan perlakuan itu. Apalagi kelakuannya pada ibu Orion tadi benar-benar tidak bisa dimaafkan. Ibunya sudah susah payah menunggu dan menyambutnya dengan senyuman, Arla justru berlalu begitu saja seakan ibunya itu tidak terlihat. Sifat gentle juga harus diterapkan kepada cewek yang benar. Bukan cewek kurang ajar seperti Arla.

Orion meletakkan koper Arla di depan kamar yang berada diantara kamarnya dan kamar Lena. Kamar yang telah disiapkan Ayah Andi begitu membeli rumah ini. tidak ada seorang pun boleh menempati kamar ini, bahkan Lena yang berkali-kali merengek sekalipun.

Sungguh, Orion bisa mengerti rasa sayang Ayah Andi itu. Bagaimanapun pria itu adalah ayah kandung Arla. Tapi melihat sikap Arla yang sama sekali tidak menunjukkan rasa berterima kasih dan terkesan tidak peduli itu, membuat Orion ingin menyekik leher cewek itu dan mengguncang-guncangkannya. Apa cewek itu tidak bisa melihat rasa sayang di mata ayahnya yang begitu besar?

"Ini kamarmu." Kata ayah Arla sambil membuka kamar luas itu. "Kuharap kamu suka."

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Arla menelan ludah untuk menghalangi perasaan apapun muncul di permukaan begitu melihat kamar itu. Entah bagaimana, ayahnya itu kelihatannya masih mengingat semua kesukaanya. Meski tidak sama persis dengan dekorasi kamar yang ditinggalinya delapan tahun yang lalu. Tapi kamar itu di dekorasi sesuai dengan seleranya.

Kamar itu sama sekali jauh dari dekorasi dengan nuansa pink seperti dugaan Arla sebelumnya. Warna yang mendominasi kamar itu adalah warna merah dan putih. Warna kesukaannya sejak kecil.

Dinding kamar itu dilapisi dengan walpaper putih berpolkadot merah kecil-kecil. Tempat tidur king size yang berada ditengah-tengah kamar itu dipasangi bed cover putih dengan bergambar strowberry. Rak buku merah yang ada di dekat meja belajar telah dipenuhi dengan buku-buku, komik dan novel yang telah lebih dahulu dikirim ke rumah ini. Ada sofa merah dan dengan bantal serta karpet putih yang diletakkan di depan sebuah televisi plasma dengan home teathernya. Selain itu kamar itu juga terhubung dengan balkon yang memungkin Arla melihat bintang di malam hari atau sekedar menghirup segarnya udara pagi dan memandangi halaman belakang yang hijau.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang