Tiga Puluh Tujuh

743 59 0
                                    

"Berikan ponselmu sekarang juga!"

Lila bersyukur dirinya memakai headset Bluetooth di telinganya. Sehingga bentakan-bentakan Orion pada sopir nya tidak terdengar oleh pria tua gila di depannya. Pria yang sedang menodongkan pisau lipat tajam pada Lila itu bahkan tidak menyadari bahwa Lila masih melakukan video call dengan Orion.

"Apa yang anda inginkan Pak Agung Santosa?"

Suara Orion yang terdengar sedang memberikan perintah pada petugas keamanan Gedung ini, membuat Lila semakin tenang dan berani menghadapi Agung Santosa. Meskipun Lila tidak berani memprediksi apa yang akan dilakukan pria itu. Tapi do'a yang diucapkan dalam hati dan suara Orion sudah cukup untuk saat ini.

"Keluar!" Perintah Agung Santosa yang sedari tadi menghalangi pintu lift tertutup.

Dengan mengangkat kedua tangan dimana tangan kirinya masih memegang ponsel, Lila beranjak keluar dari Lift. Dengan perlahan dan hati-hati, Lila berusaha berjalan sejauh mungkin dari pria tua itu. Karena dengan begitu, dia memiliki kesempatan untuk menghindar jika pria itu memutuskan untuk menusuk Lila dengan pisaunya.

"Kenapa anda melakukan semua ini?" Lila berusaha mengulur waktu setelah mendengar Orion kembali mengancam sopirnya untuk mempercepat mobil yang mereka tumpangi.

Ya Allah, tolong lindungi aku dan Orion. Kalau memang Engkau takdirkan kami bersama. Maka sampaikan dia tepat waktu untuk menolongku.

"Kenapa katamu?" Agung Santosa mendengus kasar. "Ayahmu dua kali. Tidak. Tiga kali merebut Fiona dari ku. Saat Fiona SMA, dia yang dekat denganku tiba-tiba digoda oleh ayahmu yang jadi guru privatnya. Lalu saat Fiona kembali padaku waktu  ayahmu  meninggalkannya untuk melanjutkan kuliah S2 nya. Ayahmu. Bajingan yang tidak pernah mencintainya itu, tiba-tiba kembali dan menikahi Fiona."

Lila benar-benar ingin menampar pria tua itu atas perkataan kasarnya pada ayahnya. Lila tau perkataan Agung Santosa tidak semuanya benar. Lila tau betapa ayahnya begitu mencintai mamanya. Hingga pria tua gila di depannya inilah  yang merusak segalanya.

"Tidak cukup sampai disitu. Saat aku sedang berbahagia dengan Fiona dan anak kami. Ayahmu yang tidak tau diri itu meminta Fiona kembali. Tapi Fiona yang malang justru harus mengemis cintanya hingga dia bunuh diri. Bajingan itu akhirnya merebut Fiona dariku untuk selamanya. Dan sekarang kamu tanya kenapa?"

Kata demi kata yang diucapkan Agung Santosa membuat Lila hampir kehilangan kesabarannya. Ingin rasanya Lila membalas setiap perkataannya. Ingin rasanya Lila memukul pria yang dengan kasarnya menjelekkan ayahnya. Padahal semua tragedi ini berasal darinya. Kalau saja Lila bisa menyalahkan seseorang akan semua hal yang terjadi di masa lalu. Lila akan membuat pria ini membayar setiap penderitaan yang dirasakan oleh orang-orang yang menyayangi dan disayangi Lila.

"Bambi, tenanglah." Suara Orion yang begitu tenang bagai kesejukan yang menyelimuti hati Lila. "Biarkan dia bicara sesukanya. Jangan dengarkan apa yang dikatakannya. Ulur waktu selama mungkin. Aku akan segera sampai, Bambi kecilku."

Lila mengangguk sekilas meski Orion tidak bisa melihat gerakannya. Kemudian Lila kembali memfokuskan diri pada pisau dan gerakan Agung Santosa. Berusaha mencari celah untuk kabur dan menghindar tanpa terluka sambil mengulur waktu.

"Lalu kenapa anda juga ingin menjatuhkan Orion?" Kata Lila sambil mengambil satu langkah kecil ke belakang dengan tidak kentara. "Anda juga tau kalau dia tidak memiliki hubungan darah dengan ayah."

"Orion?" Agung Santosa membuang ludah setelah menyebut namanya. "Bajingan sombong itu justru sangat mirip dengan ayahmu meski mereka tidak memiliki hubungan darah. Bocah ingusan itu juga telah mengambil segalanya dariku. Jabatanku sebagai CEO dan anakku. Harapan hidupku setelah Fiona pergi untuk selamanya."

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang