Dua Puluh

774 66 0
                                    

"Kalian bertunangan?"

Lila hampir saja terjatuh karena kaget andai tidak berpegangan pada dinding lift. Entah bagaimana Win bisa berada tepat berada di depan lift saat Lila turun ke lobby dengan pikiran penuh dengan Orion dan ceritanya tentang Diana. Tentu saja rasa kaget Lila menjadi maksimal karena dirinya sedang melamun.

"Kamu tau itu tidak akan terjadi." Lila berhasil menguasai diri dalam beberapa detik sebelum keluar dari lift.

"Well, tidak untuk sekarang." Win mengikuti Lila yang berjalan menuju keluar Gedung. "Tapi ada yang percaya dan berakhir menyumpahimu."

"Diana?"

Win hanya mengangguk dan berjalan santai di samping Lila.

"Kamu tau cerita tentang mereka?"

Kali ini Win berhenti dan tersenyum lebar. "Tentu saja. Mau mentraktirku makan siang?"

"Apapun yang kamu mau asalkan kamu cerita semua tentang mereka."

Senyum penuh arti dari wajah Win pun kembali terlihat. "Kamu tidak akan bisa memberikan semua yang ku mau. Tapi kuterima penawaranmu."

--------------------------------------------------------------------------------------------------

"Wah... aku benar-benar speechless." Lila memandang ke sekeliling restoran steak dengan menu daging berkualitas terbaik. "Kamu benar-benar memanfaatkan tawaranku."

Win yang sedang mengiris steaknya nyengir. "Tentu saja. Kapan lagi aku di traktir Internal Auditor dari London yang bergaji puluhan ribu poundsterling."

"Hahaha." Lila tertawa datar. "Kamu sendiri apa? Dokter bedah termuda dengan gaji fantastis. Berapa yang mereka bayar untuk sekali operasi? Belum lagi acara televisimu itu."

"Tapi gak ada yang bisa mengalahkan gaji yang diterima Orion yang mampu membuat kantor perwakilan Wonder di Indonesia mengalami peningkatan fantastis hingga membuatmu dikirim kesini untuk menyelidiki peningkatan yang tidak wajar itu. Bahkan si Tom-tom yang mewarisi perusahaan tambang ayahnya tidak menerima gaji sebesar Orion."

"Kalian masih sering berkumpul?" Tanya Lila yang kembali teringat Tom-tom yang baik dan menyenangkan itu.

"Tentu. Meski sangat susah menemukan jadwal yang pas untuk kedua orang itu." Win berkata sambil menikmati steaknya. "Lebih sering aku merecoki mereka dalam waktu yang berbeda."

Lila kini memainkan bros di kerudungnya. Kebiasaannya sejak berhijab saat dia sedang ingin focus atau gugup. "Jadi kamu yang lebih tau tentang Orion?"

"Tom-tom juga tau. Tapi karena keduanya sibuk, aku yang selalu mendapat ceritanya lebih dahulu."

"Lalu?"

Win kembali tersenyum. "Kamu benar-benar tidak sabaran ya?"

"Ingat aku hanya staff dan harus kembali ke kantor begitu jam makan siang selesai?"

"Manager lebih tepatnya 'kan?"

Lila tidak menjawab. Dia hanya memandang Win dengan tatapan terganggu yang biasa dia gunakan untuk membuat orang disekitarnya tau kalau Lila tidak sedang bercanda.

"Oke... oke... aku akan mulai bercerita."

Win meletakkan garpu dan pisaunya. Pria itu memandang Lila sejenak sebelum menghela nafas dan mulai membuka mulut. "Mungkin kamu tidak pernah menduga, tapi kepergianmu waktu itu sangat mempengaruhi Orion."

Lila menaikkan kedua alisnya namun tidak menyela cerita Win. Lila ingin segera mengetahui apa yang terjadi pada dua orang itu. Karena itu, lebih baik menahan diri untuk membantah daripada focus Win teralihkan.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang