Sembilan

771 59 1
                                    

Langkah Orion terhenti saat hampir mencapai pintu kelas Arla. Suara tawa dari dalam kelas itu membuat Orion tercengang dan sedikit terpesona. Suara tawa familiar yang sudah sangat lama tidak didengarnya. Suara tawa yang dulu selalu bisa membuat Orion ikut tertawa tiap kali mendengarnya. Orion sangat mengenal suara tawa itu. Tawa Arla.

Dengan perlahan dan tanpa bersuara Orion kembali berjalan ke kelas Arla. Orion nggak langsung masuk begitu mencapai pintu. Orion berdiri dan menatap dengan takjub pemandangan yang sangat jarang dilihatnya. Bukan hanya Arla yang sedang tertawa. Tapi kelihatannya cewek itu juga bisa membuat Win yang jarang tertawa ikut tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. Sedangkan Tomy tidak perlu lagi ditanya, cowok itu tertawa ngakak sambil meletakkan satu tangannya di sadaran kursi Arla. Entah kenapa hal itu sedikit mengganggu Orion.

Ada perasaan lega saat melihat Arla tertawa. Ternyata senyum dan tawanya itu belum benar-benar hilang akibat peristiwa delapan tahun yang lalu. Tapi kenapa Arla nggak pernah memperlihatkan senyum dan tawanya di hadapan Orion atau keluarganya lagi? Kenapa cewek itu bisa dengan mudahnya tertawa bersama Tomy dan Win, padahal Orion sangat yakin kalau baru kali ini mereka bertemu. Kenapa Arla justru tidak mau menunjukkan senyum dan tawanya pada orang-orang yang sangat berharap bisa melihat senyum dan mendengar tawanya?

"Kelihatannya lagi seru-seruan nih!" Tanpa sadar Orion berkata dengan nada menyindir. Orion pun mengumpati diri sendiri karena perkataannya itu membuat tawa Arla terhenti. Bahkan cewek itu langsung terdiam, seakan baru melihat setan yang tiba-tiba muncul.

Tapi hal berbeda justru terjadi pada Tomy. Seringai masih menghiasi wajahnya saat menjawab sindiran Orion. "Memang lagi seru, cewek satu ini bener-bener menarik. Ya 'kan Win?"

Win yang ikut berhenti tertawa hanya mengangguk sambil memandang Arla dengan tatapan penuh ketertarikan.

Entah kenapa Orion kembali merasa terganggu dengan ketertarikan kedua sahabatnya itu pada Arla. Ini tidak benar. Memang kenapa kalau mereka menganggap Arla menarik. Mereka 'kan memang belum tau gimana aslinya Arla. Tidak. Tidak seharusnya Orion merasa terganggu.

Orion tersenyum mengejek untuk menanggapi pujian kedua temannya pada Arla. "Tapi sayangnya nona manja ini harus pulang. Sudah waktunya pulang."

Orion melihat Arla memutar bola matanya. Tanda cewek itu mulai sebel padanya. Tapi Orion sama sekali tidak ingin peduli dengan reaksi Arla. Arla mau sebel pada dirinya, dan tertawa bersama dengan orang lain, itu terserah dia. Hal itu sama sekali bukan urusan Orion.

"Kelihatannya gue sama Win bakal lebih sering main ke rumah loe." Kata Tomy sambil mengedipkan sebelah mata pada Arla. Dan sekali lagi itu bukan urusan Orion. Jadi tidak ada alasan bagi Orion untuk merasa terganggu.

"Terserah kalian aja lah." Ujar Orion sedatar mungkin.

"Aku pulang dulu kak Win, kak Tomy." Arla memberi salam sambil tersenyum kepada Win dan Tomy, yang sekali lagi bukan urusan Orion.

"Jangan buru-buru. Kita masih bisa ke parkiran bareng-bareng." Kata Tomy ikut beranjak dari tempat duduknya.

Seharusnya Orion tidak merasa terganggu dengan pendekatan yang dilakukan Tomy pada Arla. Bagiamana pun dia sama sekali tidak ada hubungannya dengan cewek itu. Selain itu Tomy juga sudah terang-terangan bilang kalau dia akan mendekati Arla. Sialan! gue sama sekali nggak peduli. Orion menegaskan pada dirinya sendiri.

--------------------------------------------------------------------------------

Selama dua minggu lebih hidup satu atap bersama Orion, Arla sudah mengetahui beberapa kejelekan dari Mr. Perfect itu. Salah satunya adalah Arla tau kalau Orion sering kali keluar tengah malam secara diam-diam. Arla pertama kali tau saat hari sabtu pertama dia tinggal di rumah itu. Saat Arla mulai ikut makan malam bersama 'keluarga bahagia' itu. Karena misinya masih belum berubah, setiap makan malam dia menunjukkan sikap ridak menikmati makan malamnya. Meski sebenarnya masakan yang dihidangkan bikin air liurnya menetes. Arla menahan diri untuk sedikit sekali menyentuh makanannya. Sehingga pada tengah malam, perutnya yang belum cukup terisi protes meminta makan.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang