Sepuluh

771 67 0
                                    

Saat ayahnya merasa tenang karena Arla tidak membuat ulah selama beberapa minggu ini. meski dia tetap tidak mau berkumpul bersama saat mereka bersantai. Saat itulah Arla merasa bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk membuat orang-orang yang selalu terlihat bahagia itu merasakan penderitaannya. Mungkin orang lain akan mengiranya jahat, tapi yang dilakukan Arla sama sekali dengan nggak ada apa-apa dibanding dengan rasa sakit yang diderita Arla. Bagi Arla merusak sedikit kebahagian keluarga baru ayahnya, sama sekali tidak ada harganya dibanding dengan kebahagiannya yang telah hancur dan tidak akan bisa terbentuk kembali.

Entah kebetulan atau memang takdir sudah merencanakan, Arla bertemu dengan ibu tirinya saat akan joging di hari minggu pagi saat yang lain masih tidur. Saat Arla pergi ke dapur untuk minum sebelum memulai lari, Arla langsung melihat keterkejutan wanita yang tidak akan pernah Arla panggil ibu sekalipun dia adalah ibu tirinya. Erlia yang kelihatanya sedang menyiapkan bahan untuk membuat sarapan, terlihat tidak menyangka Arla akan bangun pada jam lima pagi.

Arla dan Erlia bertatapan selama beberapa saat sebelum Erlia mengatasi keterkejuatannya dan tersenyum pada Arla. Tapi Arla sama sekali tidak peduli, dia berjalan begitu saja melewati Erlia menuju pitcher air putih seolah tidak melihat senyum Erlia.

" Mau joging Arla?" Arla merasakan kegugupan Erlia saat wanita itu bicara.

Arla hanya mengangkat bahu dan menuruskan minumnya hingga gelasnya kosong. Sebisa mungkin, Arla akan membuat wanita itu merasa tidak nyaman dengan kehadirannya.

"Mau sarapan dulu? Roti panggang mau?" Erlia masih saja berusaha membuat percakapan dengan Arla.

Arla tersenyum sinis menanggapi usaha wanita itu. Dia pikir Arla akan dengan senang hati berakrab ria dengan wanita yang telah membuat keluarganya hancur? Tidak. Sampai kapan pun Arla tidak akan pernah mau memaafkan wanita ini.

"Mau mengambil hatiku dengan roti panggang?" Arla akhirnya menanggapi dengan sinis sambil melewati Erlia begitu saja. "sayangnya aku bukan ayah yang bisa dengan mudah direbut hatinya."

Arla akhirnya melihat ekspresi kecewa dan sedih diwajah ibu tirinya itu. Ekspresi yang sudah lama ingin dilihatnya pada  wanita itu. Meskipun entah kenapa Arla sama sekali tidak merasakan kepuasan sama sekali. Mungkinkah Arla masih perlu menyakiti lagi? Ya. Kenapa tidak? Wanita ini telah menyakiti Arla selama bertahun-tahun.

Arla menatap tajam Erlia dengan penuh kebencian. "Apapun yang anda lakukan, nggak akan menghapus sedikit pun rasa sakit yang kurasakan sejak delapan tahun lalu. Nggak akan mengembalikan kebahagian yang telah anda rampas dariku. Jadi nggak perlu jadi munafik dengan mengharapkan aku..."

"Cukup!"

Perkataan Arla terpotong oleh suara setajam silet dan sentakan di lengannya hingga ia berbalik dan berhadapan dengan iblis berwajah tampan yang menatapnya dengan penuh amarah. Arla tidak tau sejak kapan Orion ada di dapur. Tapi kelihatannya cowok itu mendengar perkataan kasar Arla pada ibunya.

"Apa?" Arla yang sedari tadi sudah memendam amarah pada Erlia, balas memelototi Orion. Dia bertekad tidak akan kalah dari Orion kali ini. "Lepaskan!"

Arla berusaha melepaskan cengkraman kuat tangan Orion di lengannya. Tapi bukannya menuruti perintah Arla, Orion malah menarik Arla meninggalkan dapur. Tanpa menghiraukan panggilan Erlia yang khawatir, Orion terus menarik Arla hingga ke halaman depan.

Sesampainya di halaman depan Orion menyentak lengan Arla dengan kasar. Seharusnya saat itu Arla langsung kabur. Orion terlihat benar-benar marah dan siap balas menyakiti Arla. Tapi harga dirinya memaksa untuk menghadapi cowok itu dengan amarah yang lebih lagi.

"Kamu mengerti apa yang kamu lalukan barusan?" Bentak Orion.

Arla mengangkat dagu untuk memandang wajah Orion dengan sengit. "Aku sangat tau apa yang kulakukan. Kenapa? Takut mendengar kenyataan tentang apa yang dilakukan ibumu?"

Amarah berkilat-kilat di mata Orion. Tangan cowok itu terangkat perlahan seolah ingin memukul Arla. Tapi kelihatannya cowok itu berusaha keras mengendalikan amarahnya hingga tanganya kembali terkepal di sisi tubuhnya.

 Dengarkan aku cewek manja. Aku sama sekali nggak peduli kamu mau ngomong apa. Tapi yang jelas jangan pernah menyakiti ibuku. Terlebih saat dia lagi hamil." Orion menggertakkan gigi untuk membuat suaranya kembali tenang namun tegas.

Hamil. Jadi ayahnya kembali akan memiliki anak dari wanita itu. Entah kenapa amarah yang lebih besar dan rasa sedih menghantam Arla secara bersamaan. Masih teringat dengan jelas di ingatan Arla saat dia meminta adik pada ayahnya karena banyak temannya yang memiliki adik. Hingga tragedi itu, sering kali Arla bilang pada ayahnya ingin punya adik. Tapi ibunya nggak pernah sekalipun menunjukkan tanda-tanda kehamilan.

Sungguh ironis, sekarang malah Arla akan mendapat satu adik lagi dari wanita yang membuat kehidupannya hancur. Mungkin benar pemikiran Arla selama ini, ayahnya nggak pernah mencintai ibunya, sehingga kelahiran Arla sudah cukup untuk pernikahan mereka. Namun tidak cukup untuk mempertahankan pernikahan itu.

Arla menelan gumpalan kesedihan di tenggorokannya, yang dapat membobol bendungan air matanya. Untuk menghadapi Orion, Arla sama sekali nggak membutuhkan air mata. Karena itu dia berusaha mengumpulkan semua amarahnya. Rasa marahnya kepada ayahnya, rasa marahnya kepada Erlia, dan rasa marahnya kepada Orion.

"Aku nggak peduli dia hamil atau nggak." Balas Arla dengan sengit. "Itu sama sekali tidak mengubah fakta bahwa dia adalah wanita yang telah merebut ayahku. Dia adalah perebut suami or..."

Belum sempat Arla menyelesaikan ucapannya sengatan rasa sakit terasa di pipinya bersamaan dengan suara hempasan kulit bertemu kulit. Rasa sakit itu langsung berganti dengan keterkejutan dan shock saat menyadari apa yang terjadi. Pipinya telah ditampar.

Arla kini hanya bisa memegangi pipinya yang memerah dan memandangi sosok yang baru saja menamparnya dengan tidak percaya. Potongan kejadian delapan tahun yang lalu kembali menyerang ingatan Arla. Saat ibunya ditampar oleh ayahnya. Kini dengan teganya pria yang menyebut dirinya ayahnya itu menampar Arla. Dan sekali lagi, karena wanita itu.

Kenangan itu langsung membangkitkan amarah Arla. Amarah yang mampu menutupi rasa sakit dan sedih yang sebenarnya dirasakan saat melihat ayahnya berdiri di depannya. Ayah yang dulu sangat dikaguminya itu, kini justru menampar dirinya. Demi wanita itu.Rasa sedih dan terbuang itu tertutupi oleh selubung amarah yang mampu membuat Arla menghentikan airmatanya.

"Delapan tahun yang lalu ayah menampar ibu, kemudian kehilangan ibu." Kata Arla dengan suara bergetar karena amarah dan menahan airmata yang mengancam jatuh. "Tapi kelihatannya ayah senang dengan hal itu karena akhirnya ayah bahagia dengan keluarga baru ayah."

Arla memandang Erlia dan Lena yang kini sudah berada di teras. Aisyah mendengus melihat mereka berpelukan karena kejadian itu. "Kali ini ayah menamparku. Selamat ayah. Anda telah kehilangan anak yang tidak anda inginkan. Selamat berbahagia dengan keluarga baru anda. Selamanya."

-------------------------------------------------------------------

Rasa shock akibat apa yang baru saja dilakukannya kini bertambah di wajah ayah Andi saat melihat Arla mulai berlari meninggalkan halaman rumah mereka. Orion tau, ayah Andi langsung merasa bersalah begitu menampar Arla. Tapi kata-kata Arla lah yang lebih menakutkan bagi ayah Andi.

"Arla!" Ayah Andi akhirnya berteriak dan mengejar Arla saat cewek itu keluar dari pagar.

Orion pun ikut mengejar cewek itu. Bahkan Orion mendahului ayah Andi saat melewati pagar. Tapi Arla sudah menghilang dari pandangan mereka. Orion tau cewek itu dapat berlari cepat. Tapi secepat apapun Arla berlari, mustahil cewek itu lenyap begitu saja dalam beberapa saat. Entah cewek itu bersembunyi atau cewek itu menaiki sesuatu.

Ayah Andi dengan frustasi memanggil-manggil nama Arla dan mencarinya. Orion pun juga ikut mencari cewek itu dan memastikan dia tidak bersembunyi. Tapi selama sejam memutari komplek, tidak ada tanda-tanda cewek itu dimana pun.

Arla benar-benar menghilang. Cewek itu benar-benar pergi dalam keadaan terluka dan melukai. Keluarganya terlebih ayah Andi dan ibunya akan mengalami masa sulit lagi akibat kepergian Arla. Kepergian yang meninggalkan kesalapahaman yang tidak pernah terselesaikan.

Orion memandang ayah Andi yang berlabuh pada pelukan Bubun nya. Lena pun ikut memeluk ayah Andi dari belakang. Seharusnya dukungan itu sudah cukup. Tapi Orion tau bahwa bagaimanapun keluarga mereka terlihat bahagia. Tapi bagi Ayah Andi dan Bubun, kebahagian mereka tidak akan pernah lengkap. Kebahagian itu hanya bisa dilengkapi oleh Arla. Cewek yang sekarang entah bersembunyi dimana.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang