"Kak Lila!"
Bukan dua, tapi tiga pasang tangan langsung memeluknya begitu Lila membuka pintu apartementnya. Lila sampai mundur selangkah karena kuatnya pelukan dari tiga anak itu.
"Assalamualaikum Lila." Sapa tante Linda yang tersenyum sambil mengangkat bahu. "Maafkan aku karena baru sampai. Si kembar merengek ingin ikut. Jadi aku harus menunggu sampai hari terakhir sekolah."
"Waalaikumusalam, Tante." Kata Lila sambil menghitung jumlah anak yang sedang memeluknya.
Dimas, Dinda dan Rakha. Wait, Rakha? Iyups, itu Rakha. Adik tirinya itu ikut memeluk Lila diantara sepupu-sepupunya.
"Dia sudah ada di depan apartement mu saat kami datang." Kata tante Linda seakan bisa membaca kebingungan Lila. "Kamu kenal dia 'kan?"
Lila mengangguk. Setelah membalas pelukan si kembar dengan kecupan di kepala. Lila pun mengusap lembut kepala Rakha. "Adikku yang manis."
"Rakha, kamu mau bertemu Orion?" Tanya Lila.
Rakha menggeleng. Tapi anak manis tetap memeluknya meskipun si kembar sudah melepaskan pelukan mereka.
"Maaf, kak Lila." Kata Rakha tanpa melepaskan pelukannya.
"Rakha?" Dengan lembut Lila mengusap kepala adik tirinya itu. "Ada apa?"
Rakha tidak melepaskan pelukannya tapi mundur selangkah untuk dapat melihat wajah Lila. Dengan mata dan hidung yang sedikit memerah, adik tirinya itu memandang Lila. "Aku ada di pesta Kak Win waktu itu. Aku dengar sedikit apa yang kak Lila dan ayah bicarakan. Tapi aku tidak berani bilang Ayah dan Bunda. Aku tanya kak Lena, tapi dia bilang kalau kak Lila adalah kakak tiri yang paling jahat."
Lila mengertukan dahi mendengar penjelasan Rakha itu. Tapi senyum sama sekali tidak hilang dari wajah Lila. Bagaimanapun Lila tidak bisa membenci adik tirinya yang manis itu. Lila pun meletakkan lengannya pada bahu Rakha. Dengan lembuat, Lila mengajak adik tirinya untuk duduk di sofa.
"Lalu? Kenapa kamu minta maaf? Kenapa kamu justru kesini?" Tanya Lila tanpa melepaskan tangannya dari bahu Rakha
Sebelum Rakah menjawab, Tante Lila memberi isyarat pada Lila bahwa dia dan si kembar akan ke kamar mereka untuk meletakkan koper mereka. Lila pun mengangguk membalas isyarat itu.
"Aku minta maaf karena sudah membenci kak Lila." Kata Rakha akhirnya. "Awalnya aku percaya cerita kak Lena bahwa selama ini bunda menangis karena kak Lila."
Kini Lila pun tersenyum lemah sambil kembali mengusap lembut rambut Lila, "Tapi itu mungkin benar, Rakha. Mungkin memang aku lah yang menyebabkan Bunda mu sering mennagis."
Rakha menggeleng dengan tegas. Kemudian dia pun melepaskan tas punggungnya dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Tanpa perlu menunggu lama, Rakha pun menyerahkan sebuah buku yang terlihat seperti buku diary pada Lila. Buku yang kertas nya sudah berubah menjadi kecokelatan namun tetap terjaga.
"Apa ini?" Tanya Lila tanpa membuka buku itu.
Rakha mengangkat bahu. "Buku itu ada di dasar lemari tempat mainanku. Aku menemukannya setahun yang lalu. Awalnya kukira itu bukan buku yang penting. Tapi setelah kubaca lagi kemarin, aku pun tau kalau ini bukan sekedar buku catatan biasa bunda. Buku ini berisi kenangan masa lalu Bunda dan juga kak Lila. Atau.... Kak Arla?"
Lila menggeleng untuk menghilangkan keraguan Rakha. "Panggil aku Lila."
"Aku lebih suka nama itu." Rakha pun tersenyum mengagguk. "Dari buku itu, akhirnya aku tau bahwa bukan Kak Lila lah yang jahat. Jadi aku nggak mau membenci kak Lila. Karena aku tau kak Lila baik dan cantik."

KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA
عاطفيةSeperti hal nya kotak terlarang itu, kenangan masa lalu bisa menjadi sumber segala masalah. Sebagaimana sulitnya menemukan kotak itu, menemukan kebenaran dari kenangan masa lalu bukanlah hal yang mudah. Sama seperti isi kotak pandora, kebenaran dari...