Delapan

713 63 0
                                    

Usaha Arla untuk mengambil motor dan kembali memakai motor untuk berangkat sekolah sama sekali nggak berhasil. Karena Arla sama sekali nggak mau mengatakan alasan sebenarnya dia nggak mau pergi-pulang sekolah bareng Orion, akhirnya ayahnya justru menawarkan opsi untuk diantar ayahnya dan akan dijemput sopir saat pulangnya. Jadi pilihannya adalah pilih bareng Orion atau ayahnya. Sama saja kayak pilihan mau ke rumah hantu atau nonton film horor. Pilihan yang sama sekali nggak akan dipilih Arla.

Namun karena bener-bener terpaksa, Arla pun terpaksa memilih nonton film horor, yang berarti pulang pergi bareng Orion. Paling nggak kalau nonton film horor Arla bisa menutup mata, meski suaranya tetap terdengar walau Arla menutup telinga. Begitu juga dengan berangkat dan pulang bareng Orion, meski harus menghabiskan perjalanan pulang pergi sekolah dengan rasa sebel yang luar biasa dan ada konsekuensi yang harus diterima. Tapi paling tidak Orion tidak akan mencoba campur tangan dengan apa yang dilakukan- kecuali kalau Arla kembali pulang sendiri- atau mencoba mengaturnya seperti yang sangat mungkin dilakukan ayahnya.

Karena pilihannya nonton film horor itulah, akhirnya Arla bener-bener harus berhadapan dengan hantu kejam berwujud manusia seperti sekarang ini. Setelah hampir seminggu Arla pulang-pergi bareng Orion, dan hanya mendapatkan sindiran dari Mirna. Akhirnya hari ini, saat Arla yang terpaksa menunggu Orion yang sedang berlatih sepak bola- karena dia nggak mau dijemput ayahnya- , Arla pun akhirnya didatangi oleh Melly bersama teman-temannya berserta Mirna di kelasnya.

Arla sama sekali nggak takut melihat kedatangan mereka meski saat ini dia sendirian di kelasnya. Dengan santainya dia menyelipkan pembatas pada novel yang sedang dibacanya dan menutupnya. Lalu dengan menghela nafas panjang karena harus mendapat masalah karena Orion, Arla menunggu kedatangan keempat hantu itu.

Gebrakan tangan Mirna di mejanya sama sekali nggak mengagetkan Arla. "Hei, kakak gue mau bicara sama Loe!"

"Silakan saja, gue juga lagi senggang." Arla tau sikapnya yang datar aja seperti ini akan semakin membuat keempat cewek dengan dandanan yang nggak bercela itu marah.

" Kamu ini bener-bener nggak punya sopan santun ya?" Salah satu dayang Melly ikut menggebrak meja.

Arla hanya memandang dayang Melly yang berambut panjang ala bintang iklan sampo itu tanpa menunjukan reaksi berlebih. Sama sekali nggak terlihat takut atau pun marah.

"Dengerin ya!" Melly yang akhirnya berada disamping Arla, tiba-tiba menarik rahang Arla dan memaksanya beradu mata. Arla pun terpaksa memandang mata kehijauan- karena pakai soft lens- yang penuh amarah itu. " Jangan sok, mentang-mentang loe pulang pergi bareng Orion!"

Andai saja mereka tau kalau pulang-pergi ke sekolah bareng Orion sama sekali bukan hal yang menyenangkan apalgi membanggakan bagi Arla. Mungkin mereka malah akan membunuh Arla, karena mengira Arla sombong.

" Loe ini sama sekali bukan tipe cewek yang bakal dilirik Orion. Gue jadi penasaran kenapa loe bisa berangkat dan pulang bareng Orion." Melly sama sekali nggak melepaskan rahang Arla, sehingga cukup membuat Arla kesakitan. " Karena nggak mungkin kamu ini pacarnya, jangan-jangan kamu ini pembantunya?"

Mirna dan kedua dayang Melly tertawa mendengar tebakan itu. Arla pun sebenarnya ingin tertawa kalau saja rahangnya nggak sedang dipegangi oleh cewek monster itu. Sebenarnya Arla bisa saja menyingkirkan tangan Melly dari wajahnya. Tapi karena Arla ingin tau sejauh mana masalah yang bisa didapatnya karena Orion. Sehingga Arla pun tetap bersikap tenang.

"Hei, kalau ditanya jawab! Kamu ini apanya Orion?" Kini giliran dayang Melly yang berambut sebahu yang menggebrak meja.

Sebenarnya Arla bisa saja ngaku kalau dia tinggal satu atap dengan Orion. Tapi dampaknya pasti nggak akan berakhir hanya sampai ke empat orang ini. Jadi Arla harus mencari hubungan antara dia dan Orion yang masuk akal, yang akan terlihat wajar kalau dia bareng Orion. Tapi sayangnya di otak Arla sama sekali nggak terlintas hubungan apa itu. Karena pada dasarnya Arla sama sekali nggak ingin punya hubungan apapun dengan Orion.

" Kamu ini tuli ya?" Dari sudut matanya Arla melihat dayang Melly yang berambut seperti iklan sampo itu hendak menarik rambutnya. Tanpa ragu lagi, Arla pun menyentak rahangnya dan menangkap tangan dayang Melly itu sebelum menyentuh rambutnya.

"zaman sekarang masih musim ya main keroyokan." Sebuah suara cowok yang datang dari pintu masuk kelas membuat keempat cewek penyerang Arla itu kaget, sementara Arla menaikkan kedua alisnya karena nggak menyangka akan ada orang yang lewat kelasnya.

"Kalau Orion sampai tau, dia pasti bakal nendang loe jauh-jauh tanpa perlu repot nolak loe." Suara lain menimpali.

Arla akhirnya dapat melihat siapa yang berbicara, saat ke empat cewek itu berbalik dan menjauh darinya. Ternyata dua cowok yang datang secara tidak terduga adalah Win dan Tomy. Dua cowok yang sering terlihat bareng Orion. Meski sama sekali nggak tertarik dengan Orion, Arla nggak menutup mata dengan dua seniornya yang cakep-cakep itu.

" Win, Tom-Tom, kenapa kalin berdua ada disini?" Melly menyibak rambut indahnya ke belakang dengan gugup.

" Nggak penting kenapa kita ada disini." Kata Tomy sambil berjalan ke arah ke empat cewek itu. " Lebih baik kalian pergi dari sini dan jangan ganggu Arla lagi."

Sementara itu Win yang dengan santainya menyandarkan bahunya di pintu kelas, mengeluarkan ancaman tanpa suara dengan menatap ke empat cewek itu dengan tajam.

" Kita.. kita nggak ngeroyok Arla kok." Melly masih mencoba membela diri. "Kita cuma ngobrol doang kok."

" Pergi." Meski sama sekali nggak membentak, satu kata dari Win itu sangat penuh ancaman.

Ke empat cewek itu pun cepat-cepat beranjak dari tempatnya dan babibu lagi.

" Kelihatannya aku nggak perlu tanya apa kamu baik-baik aja." Kata Tomy yang dengan santainya duduk disebelah Arla begitu ke empat cewek itu pergi.

Arla tersenyum. "Terima kasih kak Tomy. Kak Win."

" Orion sebentar lagi datang." Ucap Win yang sudah menyandarkan pinggangnya di meja sebelah.

"Dia lama karena nggak berhasil kabur dari penggemarnya." Tomy berkata dengan nada geli. "Jadi kesempatannya untuk jadi cowok keren yang nolongi cewek cantik yang lagi digencet kakak kelasnya, kita ambil."

Arla mendengus. " Kalau pun dia yang datang. Dia nggak bakal jadi cowok keren di depanku."

Tomy tertawa ngakak mendengar ucapan Arla, sementara Win tersenyum geli.

"Baru kali ini aku denger ada cewek yang bilang dia nggak keren." Tomy berkata disela tawanya.

" Nggak semua cewek buta. Aku bisa liat dengan jelas cowok macam apa si Orion itu."

Tomy yang akhirnya bisa menghentikan tawanya, berpandangan penuh arti dengan Win.

" Tuh 'kan cewek ini memang bener-bener menarik." Kata Tomy pada Win. Kemudian Tomy beralih ke Arla dengan rasa tertarik yang tinggi. " Kalau gitu, coba kamu kasih tau kita, cowok macam apa si Orion itu."

" Hm.. gimana ya?" Arla pura-pura berpikir serius. " Sebenarnya aku pengen banget cerita. Tapi berhubung aku ini cewek baik. Aku nggak akan membeberkan rahasianya."

Arla kemudian menaik-turunkan kedua alisnya. " Tapi hanya untuk kalian, aku akan kasih tau. Dia itu sebenarnya, kalau malam berubah..." Arla memasang muka seriusnya. " Kalau malam, dia bakal berubah jadi Sule yang hidungnya pesek."

Tomy pun ketawa ngakak. Bahkan Win yang jarang tertawa pun ikut tertawa. Arla pun nggak bisa menyembunyikan tawanya saat membayangkan Orion hidungnya tiba-tiba menyusut. Rasanya menyenangkan punya teman untuk bisa menertawakan Orion.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang