Tiga Puluh Empat

720 61 1
                                    

Mushola yang dimaksud Bubun adalah sebuah gazebo di dekat kolam ikan koi milik ayahnya. Berada di halaman belakang rumah itu, mushola itu adalah salah satu sudut yang menenangkan yang ada di rumah itu. Suara gemericik air terjun mini kolam ikan dan angin sepoi-sepoi yang berhembus diatara daun-daun, semakin menambah ketentraman suasana di sekitarnya.

Alunan suara ayahnya yang melantunkan ayat-ayat suci yang sudah lama tidak didengarnya membuat Lila mendekat tanpa suara. Lila tidak ingin ayahnya berhenti. Lila ingin mendengarkan suara indah ayahnya itu lebih lama lagi. Karena itulah dia hanya duduk diam sambil bersandar pada salah satu pilar di belakang ayahnya.

Namun meskipun Lila diam tak bersuara, Ayahnya tetap tersenyum saat berbalik begitu menyelesaikan bacaan surat Maryam nya. Ayahnya seakan sudah tau jika Lila berada di belakangnya, sehingga beliau sama sekali tidak terlihat kaget. Ayahnya bahkan membuka lengannya agar Lila memeluknya, sama seperti kebiasaannya setiap pulang kerja begitu bertemu Arla kecil.

Tanpa menunggu lama, Lila pun memeluk dan membenamkan wajahnya ke leher ayahnya. Airmata kerinduan dan rasa bersalah berlomba keluar dari kedua matanya. Hatinya terasa lega sekaligus sakit karena kerinduan yang bersembunyi di sudut hatinya. Rasa bersalah atas apa yang telah diperbuatnya pada ayah yang begitu menyayangi dan disayanginya itu seakan membubuhi luka itu dengan garam.

"Maaf... maafkan aku ayah." Kata Lila diantara sesenggukannya.

"Ssshh... sudah... Berhentilah menangis ratu kecilku...." Ayahnya menepuk-nepuk lembut kepala Lila.

Dengan airmata yang berlinang, Lila melonggarkan pelukannya. Suara ayahnya yang bergetar membuat Lila ingin melihat wajahnya. Benarlah tebakannya, Mata pria idolanya sejak kecil itu basah karena airmata.

"Kenapa ayah tidak pernah memberitahuku semua kebenaran itu?" Dengan lembut Lila mengusap airmata yang keluar dari sudut mata ayahnya. Sementara air matanya sendiri tetap mengalir deras "Kenapa ayah membiarkanku membenci ayah? Ayah tau, betapa sakit hatiku setiap kali aku berusaha membenci ayah? Sakit ayah... sakit..."

"Maaf sayang..." Ayahnya kembali memeluk Lila dengan erat. "Aku sama sekali tidak bermaksud menyakitmu."

Lila tau itu. Meski ayahnya tidak akan pernah mengakui alasan kenapa menyebunyikan kebenaran dari Lila. Tapi Lila sudah membaca catatan harian Bubun yang dibawa Rakha padanya. Dari buku itulah Lila akhirnya tau kenapa Ayahnya melakukan itu.

Dalam buku itu tertulis jelas apa yang sesungguhnya terjadi dua puluh tahun yang lalu. Kejadian yang terlalu membingungkan untuk dipahami Arla kecil, tapi akhirnya dapat dipahami oleh Lila. Kejadian yang sebagian besar terhapus dari ingatan Arla kecil.

Selain kenangan, kenyataan mengerikan lain yang dilupakan Lila adalah mamanya sengaja menabrakkan mobil mereka agar ayahnya menderita. Arla mendapatkan ingatan tentang kecelakaan yang menimpanya, serta perkataan ibunya sebelum kecelakaan itu terjadi melalui mimpi saat tertidur di sofa setelah membaca buku catatan Bubun. Beruntung Orion masih berada disana saat Lila berteriak ketakutan karena mimpinya. Dan Seperti biasa, pria itu berhasil menenangkan Lila dalam sekejap hanya dengan kehadirannya.

"Kalau memang aku tidak bisa mendapatkan cintanya lagi. Maka dia dan wanita itu tidak akan pernah mendapatkan cintamu. Kita akan pergi bersama ke tempat mereka tidak akan bisa menemuimu lagi."

Kata-kata mamanya yang diucapkan sebelum menghantamkan mobil yang mereka tumpangi ke truk yang sedang parkir itu, seakan menjadi kutukan yang benar-benar terjadi meskipun akhirnya Arla kecil berhasil selamat. Arla kecil bangun dalam keadaan sebagian ingatannya hilang dan membenci ayahnya dan Rania. Sementara ayahnya yang merasa bersalah atas kejadian itu pun meminta setiap orang yang mengetahui kebenaran masa lalu itu untuk diam.

Ya. Akhirnya Lila mengerti. Ayahnya melakukan semua itu karena tidak ingin menambah luka Arla kecil yang sudah mengalami trauma berat akibat kecelakaan itu. Ayahnya juga tidak ingin Arla kecil membenci ibu kandungnya. Fakta bahwa Arla kecil bisa selamat dari kecelakaan itu adalah anugerah terbesar dari Allah yang harus disyukuri. Meskipun akhirnya Arla membencinya. Bagi ayahnya itu lebih baik daripada kehilangan Ratu kecilnya untuk selamanya.

"Ayah..." Kata Lila saat tangisnya sedikit mereda. "Ayah harus berjanji satu hal padaku. Kalau tidak aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri."

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri ratu kecilku." Ayahnya kembali mengusap airmata dari pipi dan sudut mata Lila. "Tapi ayah akan melakukan apapun yang kamu mau."

"Berjanjilah bahwa mulai saat ini ayah hanya akan menceritakan kebenaran padaku. Seberapa menyakitkanpun kebenaran itu bagiku."

Ayahnya memandang Lila dan tersenyum dengan mata sembabnya. Kemudian pria yang paling dicintainya di dunia ini pun mengangguk. "Ayah berjanji. Ayah janji, ratu kecilku."

Senyum ayahnya bertambah lebar saat Lila menunjukkan jari kelingkingnya. Mereka pun saling mengkaitkan kelingking mereka seperti kebiasan mereka waktu Arla kecil. Setelah itu ayahnya pun mencium keningnya dan Lila mencium pipi ayahnya. Stempel janji mereka yang mengikat mereka selamanya.

----------------------------------------------------------------------------------------------------

"Kamu tau? Sejak kecil aku selalu iri pada ayah Andi." Kata Orion diperjalanan pulang menuju apartement mereka.

Lila tidak menjawab dan hanya menaikan kedua alisnya. Tapi Orion melihat gerakan itu dan tersenyum melihat ekspresi penasaran yang akhirnya kembali mewarnai wajah cantik Lila. Akhirnya wanita itu sedikit demi sedikit bisa menunjukkan kembali wajah ekspresifnya. Dinding es Ratu es akhirnya mencair.

"Gimana nggak iri? Sejak kecil hanya ayah Andi yang kamu izinkan membubuhkan 'stempel' janji setiap kali kamu membuat janji." Orion memanyunkan wajahnya. "Nggak pernah sekalipun kamu mengizinkan aku melakukan stempel janji seperti ayah Andi."

"Kamu seharusnya memikirkan pekerjaanmu daripada stempel janjiku dengan ayah. Lagian siapa kamu?" Kata Lila sambil berusaha menyembunyikan senyumnya. Tapi lagi-lagi Orion sempat menangkap senyum itu dari sudut matanya sebelum Lila memandang keluar jendela mobil.

"Aku kan Lion kesayanganmu yang selalu kamu ikuti kemanapun aku pergi. Kenapa aku tidak mendapat stempel itu?"

Lila akhirnya tidak dapat menahan tawanya mendengar rengekan dan gerutuan Orion. Bagaimana bisa tahan, pria seperti Orion merengek seperti anak kecil yang tidak diizinkan membeli mainan yang disukainya. Padahal dengan tampangnya itu dia bisa membuat anak buah dan musuhnya ketakutan jika dia marah. Terlebih dengan stuble di dagunya itu.

"Kamu benar-benar memiliki kenarsisan tidak terbatas." Kata Lila begitu tawanya berhenti.

"Katakan apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan privilege itu?" Kata Orion begitu menghentikan mobilnya karena lampu lalu lintas berwarna merah.

"Juga obsesif." Kata Lila sambil memandang wajah Orion dengan sebuah senyum diwajahnya.

"Memang. Tapi kamu menyukai itu." Orion memberikan senyuman yang selalu berhasil membuat pipi Lila memerah. "Jadi apa sekarang aku boleh membuat janji dengan 'stempel' itu?"

Lila menggeleng sambil menahan senyum. Tatapannya tidak meninggalkan wajah Orion. "Belum."

"Meskipun itu janji untuk selalu membahagiamu?"

"Mungkin nanti saat kamu sudah berani mengucapkan ikrar tanggung jawabmu keras-keras."

"Kamu tau, kalau saja saat ini bukan jam 10 malam dan KUA masih buka, aku akan mengarahkan mobil ini kesana hanya untuk mengucapkan ikrar itu saat ini juga."

Lila pun kembali tertawa mendengar kesungguhan Orion di setiap katanya. "Memang tidak ada yang bisa mengalahkan keimutan auman Lion kecil."

"Dalam waktu dekat, kamu akan menyadari seberapa besar Lion kecilmu tumbuh. Dan auman tadi bukan sekedar auman anak singa."

Memang tidak sekarang. Nanti. Untuk saat ini Orionharus focus untuk melindungi Lila dari pria yang menjadi sumber segala tragedy dihidupnya. Pria yang berusaha menjatuhkan Orion dan Ayah Andi hanya untuk balasdendam. Pria yang kemungkinan besar akan mengincar Lila karena dialah wanitayang paling berharga bagi Orion dan Ayah Andi. Agung Santoso.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang