Dua Puluh Satu

770 67 0
                                    

Tidak ada situasi yang Lila benci lebih dari saat dirinya harus menjadi orang yang memilih apa yang harus dilakukan dengan buah simalakama. Ya itulah yang dirasakan Lila saat kembali dari makan siang dengan Win. Dia harus memilih satu diantara dua hal yang sama-sama akan membawa kemalangan baginya.

Bagaimana tidak? Begitu memasuki loby sambil tertawa karena lelucon Win, Lila kembali bertemu dengan Orion yang sedang berbincang serius dengan seorang pria tengah baya dengan perut tambunnya. Tapi tidak hanya itu, Orion dan pria berkacamata itu langsung menghentikan pembicaraan dan memandangi Win dan Lila saat mereka mendekat.

"Apa yang sedang kamu lakukan disini nak?" Pria tua itu memandang Win dan Lila bolak-balik. "Kamu terlihat begitu akrab dengan wanita selain putriku. Mau kan kamu mengenalkannya padaku?"

Woaah. Harus sekacau apakah hari ini? Setelah berhadapan dengan Diana, kini Lila harus berhadapan dengan pria yang kemungkinan ayah dari pacar Win.

"Tentu saja mereka akrab. Biar saya yang mengenalkannya." Orion pun beranjak kesisi Lila. "Dokter Hendar, kenalkan ini Lila tunanganku. Aku meminta Win untuk menemaninya makan siang karena dokter bilang ingin segera membicarakan keamanan data dan informasi di rumah sakit yang baru selesai dokter bangun."

Inilah situasi simalakama itu. Lila harus memilih antara membenarkan atau menyanggah perkataan Orion. Dimana keduanya hanya akan membawa Lila pada kerumitan. Kalau Lila menyanggah, pria yang kemungkinan besar adalah calon besan Win itu akan mencurigai Win dan Lila. Bisa-bisa Win akan ditolak jadi menantunya karena Lila. Tapi membenarkan perkataan Orion adalah hal yang paling tidak ingin Lila lakukan.

"Wah... Wah... aku tidak tau kalau kamu sudah bertunangan dengan wanita secantik ini." Kerutan di dahi dokter Hendar berubah menjadi senyuman. "Kamu harus membawanya ke pesta pernikahan Win dan Astrid minggu depan."

"Tentu saja. Aku akan dengan senang hati mengajaknya." Orion tersenyum. "Kita bisa berbicara lebih lanjut disana. Karena aku tidak ingin menyita waktu dokter yang sangat berharga."

"Kamu benar-benar anak muda yang pintar." Dokter Hendar menepuk-nepuk pundak Orion dan mengangguk pada Lila. "Sampai ketemu minggu depan."

Lila akhirnya memilih untuk diam bukan tanpa alasan. Sebenarnya Lila ingin membantah. Tapi saat melihat wajah Win yang memelas dan kata-kata 'please' yang terbentuk di mulutnya tanpa suara. Lila pun akhirnya hanya diam dan membiarkan Orion berimprovisasi. Meski bukan berarti Lila tidak terkejut dengan kabar Win yang akan menikah. 

"Kelihatanya kamu tidak bisa lagi menolak tawaranku." Orion kembali berdiri di depan Lila setelah mengantar kedua tamunya.

Lila memandang Orion yang berdiri dengan ketampanan yang sama bahkan lebih dari dua belas tahun lalu. Kalau saja masa lalu mereka tidak sepahit itu, mungkin Lila akan bereaksi sebagaimana wanita normal lainnya saat berhadapan dengan mahkluk setampan ini. Tapi sayangnya rasa pahit dan kebencian dari masa lalu mereka, menghalangi hati Lila untuk merasakan sesuatu pada pria itu. Atau membuat Lila menyangkal lebih tepatnya.

"Aku hanya tidak perlu hadir di pernikahannya." Kata Lila sambil beranjak ke depan Lift.

"Tidak semudah itu." Orion menyusul Lila dan mendahului nya menekan tombol naik. "Meski aku belum tau apa hubungan kalian. Tapi aku bisa memastikan bahwa pernikahan itu tidak akan berjalan lancar tanpa kamu hadir sebagai tunanganku. Kamu dengar perkataan dokter hendar tadi 'kan? Beliau mengharapkan kehadiranmu."

Pintu lift terbuka. Lila pun masuk tanpa menanggapi perkataan Orion. Sementara Orion masuk dan langsung menekan tombol lantai dimana ruangannya berada. Lila yang hendak menekan tombol lantai ruangannya mendapat halangan dari badan Orion yang tinggi teggap. Pria itu menutup tombol lift dengan tubuhnya.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang