Lila benar-benar bersyukur dapat melalui tiga hari ini dengan baik. Dia berhasil menghindari Orion. Baik di kantor maupun di apartement. Di kantor dia mendapatkan ruangan tersendiri bersama team nya. Selain itu Lila beruntung menjadi leader teamnya, sehingga dengan menggunakan sedikit wewenangnya, Lila bisa menghindari untuk bertemu Orion. Setiap data atau jawaban yang dibutuhkan bisa Lila dapatkan dari rekan setimnya.
Sementara di Apartement, karena tau kebiasaan Orion yang selalu datang tepat waktu dan pulang larut malam. Lila pun memutuskan berangkat satu jam lebih awal dan pulang tepat waktu. Alhasil Lila pun selalu menghabiskan sisa waktu sebelum jam kerjanya di coffee shop yang ada di dekat lobby Gedung perkantoran itu. Seperti hari ini, hari kelima Lila di Indonesia.
"Ice cappucinno dan smoked beef sandwich?" Tanya staff yang sama yang melayani Lila selama tiga hari kemarin.
Lila tersenyum dan mengangguk. Kemudian sambil menunggu staff berapron merah itu menginput pesanannya, Lila menggumamkan lagu 'Love Somebody' yang sedang dimainkan. Lila memandang ke sekeliling coffee shop hingga pandanganya berhenti pada seorang anak SD yang terlihat kebingungan. Anak lelaki itu berkali-kali memasukkan tangannya ke saku celana khaki nya dan kemeja putih bergarisnya. Kemudian karena tidak menemukan apa yang dicarinya, bocah itu menggaruk kepalanya dua kali sebelum melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.
"Ice cappucinno dan smoked beef sandwich, semuanya total 95 ribu." Kata kasir itu dengan ramah.
Lala tersenyum sambil mengeluarkan kartu debitnya. "Masukkan pesanan anak itu ke dalam tagihanku."
Anak laki-laki yang sedang menggaruk kepalanya itu sontak memandang Lila dengan keheranan. Anak dengan rambut ikal dan wajah manis itu memiringkan kepalanya seperti kebiasaan Lila saat mencoba mengenali seseorang. Lila pun tersenyum pada anak laki-laki manis itu.
"Terima kasih kak." Kata anak itu malu-malu. "Sebenarnya kakakku sudah memberiku uang. Tapi entah pergi kemana uang itu."
Anak itu benar-benar pintar mencuri hati orang. Tidak hanya dengan wajah manisnya, tapi dengan caranya dia memanggil Lila kakak alih-alih tante. Anak itu pun dengan mudahnya mampu membuat Lila senang. Lila tidak bisa berhenti tersenyum pada anak itu.
"Tidak usah dipikirkan, anggap saja uang mu tidak pernah hilang. Karena Tuhan sudah berbaik hati membuatku mau membayari pesananmu." Karena tidak tahan, Lila pun mengacak-acak dengan lembut rambut ikal anak yang tingginya hampir sebahu Lila. "Kamu kesini sendirian?"
"Nggak juga. Kakak perempuanku menurunkan aku di lobby karena harus kuliah. Sementara kakak laki-laki ku harusnya datang sebentar lagi." Anak itu melihat jam tangannya sekilas. "Karena itu, nanti biarkan kakak ku mengganti uang kakak."
"Sudah kubilang tidak usah dipikirkan." Kata Lila sambil menerima nampan berisi pesanannya. "Mau bergabung denganku sampai kakakmu datang?"
Lila biasanya tidak mudah akrab dengan orang yang baru dikenalnya. Tapi entah kenapa berbicara dengan anak yang kemungkinan berusia 9 tahun itu terasa menyenangkan.
"Tentu." Kata anak itu sambil membawa es cokelat pesanannya. "Oiya, nama kakak siapa?"
"Lila." Jawab Lila sambil duduk. Dengan hati-hati Lila membagi sandwich nya. Kemudian menyerahkan pada anak itu. "Kamu?"
"Rakha." Kata anak itu sambil menggeleng. "Itu sarapan kakak."
Lila pun mencondongkan bahu dan berbisik, "Aku sedang diet. Bisa kah kamu menolongku? Please?"
Rakha melihat Lila dan sandwich yang diulurkannya secara bergantian. Hingga akhirnya bocah manis itu mengangguk dan menerima sandwich itu dengan ucapan terima kasih yang manis.
"Kamu nggak sekolah?" Tanya Lila sambil sebelum menikmati sandwichnya.
"Aku lagi libur. Kakak kelas 9 lagi ujian nasional." Jawab Rakha dengan mulut penuh.
"Kakak kelas 9? Jadi kamu sudah SMP?"
Rakha pun manyun melihat reaksi tidak percaya Lila. Anak manis itu dengan sedikit kesal kembali menyantap sandwichnya. Jelas ini bukan pertama kalinya anak itu dikira anak SD. Lila dulu juga sering kesal saat banyak orang yang mengiranya masih SMP saat dia sudah kelas 10 SMA.
"Sudah kubilang 'kan? Kamu harus cepat tinggi biar nggak dianggap anak SD."
Sebuah suara yang berasal dari belakang Lila hampir saja membuatnya tersedak cappuccino yang sedang diminumnya. Bagaimana tidak? Suara itu begitu familiar bagi Lila. Suara yang sangat Lila ketahui siapa pemiliknya. Suara yang pemiliknya berusaha dihindari Lila selama tiga hari ini. Dan sekarang suara itu menyapa anak manis di depan Lila dengan begitu akrab.
Lila hampir saja melompat dari kursinya saat melihat Orion dengan santainya menarik kursi di sampingnya. Pria itu dengan santainya duduk di antara Lila dan Rakha, kemudian meminum es cokelat Rakha. Sama sekali tidak menyadari ketegangan Lila yang mencoba memahami hubungan Rakha dengannya.
Apakah Rakha adalah anaknya? Tapi bukankah beberapa hari yang lalu pria ini bilang dia single? Tapi duda juga berarti single kan? Tapi tadi Rakha bilang dia sedang menunggu kakaknya? Tapi...
Setelah banyak tapi yang melintas dipikiran Lila, akhirnya ingatannya tentang hari terakhirnya dirumah ayahnya mampu menjawab segala pertanyaan dalam kepalanya. Lila pun akhirnya mengerti siapa Rakha. Termasuk rasa kedekatan aneh yang tidak biasa dengan anak manis itu.
Tentu saja Lila mudah sekali akrab dengan anak itu. Meski bisa dibilang anak itu adalah orang asing. Mereka berbagi darah yang sama. Darah ayah mereka. Jadi mungkin secara naluri Lila bisa mengenali saudara sedarahnya.
"Kopimu menetes ke kerudungmu lho." Kata Orion membangunkan Lila dari pikiran yang berputar di otaknya. "Aku tau kamu mungkin terpesona denganku. Tapi kopi itu pasti meninggalkan noda di kerudungmu."
Lila sama sekali tidak sadar sudah menjauhkan sedotan dari mulutnya. Sehingga beberapa tetes kopi jatuh dari sedotan ke kerudung hijau muda nya. Lila pun menggunakan kesempatan itu untuk segera beranjak dari tempat itu. Dari Orion. Dan dari adiknya.
"Maaf aku harus segera membersihkan ini." Gumam Lila sambil berdiri meninggalkan kopi dan sandwichnya begitu saja.
---------------------------------------------------------------------------
"Kamu membuat kakak cantik itu pergi." Tuduh Rakha saat melihat Lila berjalan keluar Coffee shop alih-alih ke toilet.
"Kamu juga berpikir begitu?" Orion yang ikut memandangi Lila yang memencet tombol lift pun menghela nafas panjang. "Tapi aku juga tidak tau kenapa dia mencoba menghindariku selama beberapa hari ini."
Rakha menaikkan kedua alisnya mendengar helaan nafas kakaknya. Ini pertama kalinya kakaknya menghela nafas karena cewek. Rakha pasti tidak akan melewatkan kejadian langkah ini untuk diceritakan pada ibunya. Tapi sekarang misinya adalah mem "bully" kakaknya.
"Itu berarti pesonamu sudah luntur." Ujar Rakha dengan sok dewasa sambil menghabiskan sandwichnya. "Lihatlah aku. Pesonaku mampu membuat kakak cantik itu membelikan aku es cokelat bahkan berbagi sandwich."
"Hei krucil, apa kamu tidak diajari untuk tidak sembarangan menerima makanan dari orang asing?" Dengan sebal Orion justru meminum cappuccino Lila yang ditinggal pemiliknya.
"Well, siapa yang bisa menolak kebaikan dari kakak cantik dan anggun seperti itu?" Rakha kini memandang Orion dengan skeptis. "Harusnya kakak mencari wanita seperti kak Lila. Cantik, anggun dan baik hati. Bukannya susah move on dari cewek matre yang kawin sama orang lain."
Kali ini Orion tidak diam saja. Dengan kegemasan seorang kakak, Orion menjitak kepala Rakha. "Siapa bilang aku belum move on? Aku cuma belum menemukan wanita yang tepat untuk diajak serius."
"Kalau kamu berhasil membawa pulang kak Lila untuk dikenalkan pada Bubun. Aku yakin Bubun akan langsung menghentikan omelannya pada mu."
Orion kembali menghela nafas karena teringat omelan ibunya tentang dirinya yang belum juga menikah. Kemudian karena fakta bahwa Lila terus saja menghindarinya selama beberapa hari ini. "Entah mengapa aku merasa itu akan menjadi misi yang sulit."
"Jalan untuk mendapatkan harta karun memang tidak mudah, kak." Kata Rakha sok bijak sambil menepuk-nepuk bahu Orion. Anak itu pun segera beranjak sebelum mendapat jitakan kedua dari kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA
RomanceSeperti hal nya kotak terlarang itu, kenangan masa lalu bisa menjadi sumber segala masalah. Sebagaimana sulitnya menemukan kotak itu, menemukan kebenaran dari kenangan masa lalu bukanlah hal yang mudah. Sama seperti isi kotak pandora, kebenaran dari...