Tiga Puluh Delapan

928 65 2
                                    

"Kalau kamu tidak bangun sekarang, Bambi. Kamu akan terbangun dengan status sebagai istriku, tanpa mendengar ikrar dariku yang sangat ingin kau dengar itu."

Ancaman itu dan kehangatan yang menggenggam tangan kanannya, berhasil mengusik tidur Lila. Lila tidak tau berapa lama dirinya tertidur. Tapi yang jelas, Lila tidak dapat menghentikan senyumnya saat mendengar ancaman Orion yang kekanakan tapi pasti akan dilakukannya jika Lila tidak benar-benar bangun.

Oleh karena itu meski badannya terasa berat dan sakit disana-sini. Kabut rasa kantuk juga belum benar-benar hilang. Lila berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuka matanya.

"Jadi kamu sudah bisa tersenyum?" Lila dapat mendengar suara Orion dengan jelas seakan pria itu berbicara di dekat telinganya. "Bangun lah sayang. Aku tidak bisa tenang sebelum melihat mata indah mu itu terbuka dan menatapku."

Lila tau kalau rayuan Orion itu sering kali disengaja. Pria itu selalu berusaha membuat Lila kesal dengan rayuan norak, karena tau Lila tidak pernah suka digombali. Kali ini pun Lila dapat merasakan kejahilan Orion itu. Meski ada beberapa kata yang benar-benar menunjukkan perasaannya sesungguhnya.

Cahaya terang dan menusuk langsung menyambut mata Lila saat perlahan matanya terbuka. Sehingga Lila pun harus mengerjap beberapa kali. Sampai sebuah tangan yang besar menaungi dan melindungi matanya dari cahaya terang itu. Tangan milik Orion yang kini sedang tersenyum memandangnya. Senyum yang terlihat lebih indah dari senyum yang terakhir kali Lila lihat sebelum kantuk menyerangnya.

"Alhamdulillah kamu akhirnya bangun, puteri tidur." Kata Orion yang kini wajahnya mendekat menggantikan tangannya. "Aku hampir saja menciummu kalau kamu tidak juga bangun."

Lila tidak langsung menanggapi perkataan Orion. Dia melihat ke sekelilingnya dan menyadari bahwa dia sedang berada di kamar Rumah Sakit dengan infus menancap di pergelangan tangan kanannya. Tangan kirinya dililit perban dan perutnya terasa begitu sakit dan kaku. Selain dirinya dan Orion. Lila melihat Bubun yang bangkit dari sofa dan berjalan kearah tempat tidur Lila.

"Kamu tidak akan berani." Kata Lila dengan suara yang sangat serak. Selain menyadari betapa seraknya suaranya. Lila juga merasakan betapa keringnya tenggorokannya sehingga terasa menyakitkan untuk berbicara.

"Kamu ingin bukti?" Orion kembali memberikan senyum mempesonanya sambil kembali mendekatkkan wajahanya hingga hidung mereka hanya berjarak beberapa sentimeter.

"Orion... Berhentilah menjahilinya."

Wajah Orion langsung menjauh karena Bubun menggeser tubuh besarnya dengan tubuh mungil Bubun. Sehingga kini Bubun lah yang berada tepat disamping tempat tidur Lila. Wanita itu tersenyum dengan hangat sambil mengatur tempat tidur Lila hingga Lila berada dalam posisi duduk.

"Minumlah sayang." Bubun mendekatkan segelas air ke mulut Lila. "Tenggorokanmu pasti sangat kering."

"Terima kasih." Kata Lila dengan sedikit kikuk. Ratu es itu masih dalam proses menyesuikan diri untuk menerima kehangatan Bubun.

Setelah meletakkan kembali gelas Lila, Bubun tersenyum sambil membenahi kerudung Lila. "Kamu tau? Kamu sudah berhasil membuat Orion seperti orang kebakaran janggut selama tiga hari ini."

"Bubun..." Orion mengerang.

"Tiga hari? Aku tertidur selama tiga hari?" Lila memandang wajah Orion. Pria itu terlihat begitu lelah dan kusut. Meskipun ketampanannya sama sekali tidak berkurang, tapi Lila dapat melihat tanda-tanda kelelahan dari pria yang kini berpindah ke sisi kiri tempat tidurnya.

"Tertidur?" Orion menangkup wajah Lila dan menarik pipinya dengan lembut. "Kamu membuatku hilang akal karena kamu mengalami masa krisis selama sehari dan koma selama dua hari, kamu bilang hanya tertidur?"

Lila berusaha melepaskan wajahnya dari kedua tangan Orion tapi sia-sia. Tangan Orion yang besar menangkup wajah kecil Lila dengan mudahnya. Pria itu kini justru meletakkan keningnya di kening Lila. Kemudian pria itu itu menutup mata sambil menghela nafas panjang.

"Berjanjilah untuk tidak melakukan hal ini lagi padaku." Kata Orion tanpa membuka mata. Hingga Lila dapat melihat betapa panjang dan lentik bulu matanya. "Ini kali kedua kamu membuatku ketakutan setengah mati. Aku bisa gila jika kamu menempatkan diriku dalam keadaan seperti itu lagi."

Karena tangan kirinya di perban. Lila pun mengangkat tangan kanannya mendekati wajah Orion. Dengan lembut Lila mengusap pipi Orion untuk menenangkan pria itu. Dengan sabar dia menunggu pria itu tenang, hingga Orion kembali membuka mata dan menatap Lila.

Lila menjauhkan wajahnya agar bisa menatap wajah Orion dengan lebih jelas. Kali ini pria itu akhirnya melepaskan wajahnya. Sementara itu dari sudut matanya, Lila dapat melihat senyuman di wajah Bubun.

"Aku tidak bisa menjanjikan yang kamu minta." Kata Lila sambil tersenyum lembut pada Orion. "Tapi aku berjanji tidak akan dengan sengaja meninggalkanmu dan menghilang begitu saja."

Lila dapat melihat kebahagian perlahan mengisi ekspresi Orion. Lila masih ingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan pria itu sebelum dia tidak sadarkan diri. Juga kata yang diucapkannya sendiri yang berasal dari lubuk hati terdalam Lila. Karena itu inilah saatnya memberikan janji pada pria yang selalu mengenggam tangannya disaat dia lemah.

"Aku berjanji akan menemanimu sepanjang hidupku begitu kamu mengucapkan 'ikrar' itu di depan Ayah." Kata Lila sambil menjulurkan jari kelingking nya kearah Orion.

"Ehemm..." Suara deheman yang familiar itu terdengar saat Orion mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari Lila. "Stempel janjinya hanya boleh dibuat setelah aku memanggil penghulu untuk kalian."

Senyum Lila semakin bertambah lebar saat melihat ayahnya. Pria itu juga terlihat lelah namun senyumnya tetap terkembang. Ayahnya langsung mendekat dan memeluk Lila begitu Lila merentangkan tangannya.

"Alhamdulillah." Kata ayahnya sambil memeluk Lila. "Terima kasih sudah kembali lagi pada kami, ratu kecilku."

"Maaf telah membuat ayah khawatir lagi." Lila meletakkan kepalanya dipundak ayahnya dengan manja.

"Ayah jadi khawatir lagi karena kamu tiba-tiba ingin segera menikah dengan Orion. Kepalamu tidak terluka kan?" Ayahnya berkata penuh canda.

"Kalaupun kepalanya terluka dan melupakanku, aku tau kalau hatinya selalu mengingatku." Kata Orion dengan cengiran jahil.

"Orion, kalau kamu tidak berhenti mengeluarkan kata-kata norak. Aku akan mempertimbangkan kembali keputusanku."

"Percayalah, berapa kali pun kamu mempertimbangkan, kamu akan tetap berakhir menjadi istriku."

Lila hanya bisa mengeleng-geleng karena kepercayaan diri Orion yang luar biasa itu. Meski hatinya membenarkan perkataanya. Tidak peduli berapa kali pun dirinya dibuat kesal oleh pria itu. Tidak peduli seberapa benci dirinya pada Orion. Tapi pria itu tidak pernah bisa diusir Lila dari hatinya. Orion selalu ada disana sejak pertama kali Lila melihatnya.

---------------------------------------------------------------------------------------------


Ayra Notes: 

Alhamdulillah. Kita sudah hampir sampai di ujung cerita. Tinggal satu bab epilog lagi. Tapi Ayra sudah tidak sabar untuk menyapa kalian semua yang sudah membaca Pandora , terima kasih sudah setia membaca. Semoga kalian suka dan dapat memperoleh sesuatu dari cerita ini. Terima kasih atas dukungan dan bintang kalian. 

Tunggu karya-karya Ayra yang lain. Semoga kalian menikmati setiap karya Ayra.

PANDORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang