1° The Pain

8.2K 348 10
                                    

Kukira aku tidak sanggup hidup tanpamu, tapi inilah hidupku sekarang. Meski terasa hampa, kurasa aku tetap bisa bertahan.

×××

Australia, Melbourne

Sebuah kedai kopi yang tidak terlalu penuh menjadi tempat tujuan gadis berambut pirang. Ia memang mengadakan janji untuk bertemu teman lamanya yang sengaja datang berkunjung ke Australia.

"Chaeyoung!" Seseorang memanggil namanya. Gadis itu mencari keberadaan teman lamanya yang sedang melambai-lambaikan tangannya. Segera gadis itu berjalan mendekati mejanya.

"Jangan memanggilku Chaeyoung! Aku merubah namaku menjadi Rose." Gadis yang bernama lengkap Park Chaeyoung itu mencebikkan bibirnya karena tidak suka dipanggil dengan nama aslinya. Ia lebih suka dipanggil Rose.

"Kenapa? Namamu kan memang Chaeyoung? Untuk apa kamu merubahnya?" Tanya teman lama Chaeyoung, Jisoo.

"Jisoo, kamu tau alasan terbesar aku tidak ingin dipanggil dengan nama asliku." Chaeyoung mencoba mengingatkan temannya yang memang pelupa tingkat dewa itu. Jisoo tampak mengingat-ngingat kenapa temannya itu tidak ingin dipanggil dengan nama aslinya.

"Oh, aku inget! Karena margamu Park kan?" Celetuk Jisoo dengan suara yang tidak dia kontrol. Sontak Chaeyoung menempelkan telunjuknya di bibir.

"Ssstt! Berisik, Jisoo! Kamu membuatku malu." Chaeyoung menggerutu.

"Maaf, Chae- maksudku Rose." Jisoo langsung meralat ucapannya begitu mendapat pelototan dari pemilik nama.

"Kenapa kamu sampai saat ini masih membenci mereka? Sebesar apa luka yang mereka toreh di hatimu sampai kamu jadi begini?" Jisoo menatap Chaeyoung iba. Chaeyoung yang dulu dikenalnya sangat ceria. Tapi, yang Jisoo lihat sekarang adalah Chaeyoung dengan tatapan mata yang kosong. Sangat mencerminkan kehampaan dan kesepian di hatinya.

"Terlalu besar, Jisoo. Bahkan aku hampir menyerah dengan hidupku. Kalau saja saat itu kamu tidak datang untuk mencegahku minum racun, mungkin aku tidak akan disini sekarang." Suara Chaeyoung parau, menandakan ia sangat sakit saat menceritakannya. Luka di hatinya tidak pernah kering dari 10 tahun yang lalu. Tepatnya saat ia berumur 8 tahun. Chaeyoung tenggelam dengan pikirannya. Ia teringat masa kelamnya 10 tahun yang lalu. Masa-masa dimana ia selalu tersiksa karena keadaan. Dan ia sangat membenci itu bila mengingatnya.

"-se! Rose! Hei, Park Chaeyoung!" Jisoo berteriak karena kesal sedari tadi Chaeyoung melamun dan mengabaikannya. Begitu sadar apa yang ia lakukan, ia segera membalas perkataan Jisoo dengan bertanya balik.

"Rose, aku memang tidak tau bagaimana perasaanmu. Tapi, kamu bisa berbagi denganku. Kamu tau itu. Jangan pendam rasa sakitmu sendirian. Kamu punya aku." Jisoo menggenggam erat tangan sahabatnya.

"Terima kasih, Jisoo. Kamu memang yang terbaik." Chaeyoung balas menggenggam tangan Jisoo dan menarik bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman tulus.

Ponsel Jisoo berdering, menandakan ada telepon masuk. Jisoo pamit untuk mengangkat teleponnya dan meninggalkan Chaeyoung yang terus memperhatikan gerak-gerik Jisoo yanh terlihat aneh di mata Chaeyoung.

"Iya, dia bersamaku."

"Aku tau. Kakak jangan khawatir."

"Cepatlah."

Samar-samar Chaeyoung bisa mendengar percakapan Jisoo dengan lawan bicaranya di telepon. Tapi, ia tidak tau apa yang menjadi inti pembicaraan mereka.

"Dari siapa?" Tanya Chaeyoung penasaran. Jisoo terlihat panik saat di tanya begitu. Tangannya saling bergesekan untuk menutupi kegugupannya.

"K-kakakku! Dia khawatir denganku. Iya, dia menanyakan kabarku." Pernyataan Jisoo malah semakin membuat Chaeyoung curiga. Pasti ada yang di sembunyikan Jisoo darinya.

"Jisoo, kamu tidak pandai berbohong." Jengah dengan kelakuan Jisoo yang menampakkan bahwa dia memang sedang menutupi sesuatu.

"Katakan yang sebenarnya." Pinta Chaeyoung. Jisoo terlihat semakin panik. Ia memang tidak pandai dalam berbohong. Chaeyoung pasti akan mengetahuinya dalam sekejap.

"Jisoo, katakan yang-"

"Park Chaeyoung." Seketika ucapan yang ingin dikeluarkan Chaeyoung terhenti di tenggorokan. Seseorang memanggilnya. Suaranya berasal dari belakang. Segera ia membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang berani-beraninya memanggil dengan nama aslinya.

Chaeyoung membelalak saking terkejutnya. Tenggorokannya seperti tercekik. Keringat dingin mulai bercucuran di sekujur tubuhnya.

"Kenapa- Jisoo, jadi ini yang kamu sembunyikan dariku?" Chaeyoung menatap Jisoo nyalang. Air mukanya tidak menunjukkan wajah bersahabat seperti sebelumnya.

"Chaeyoung, ini bukan salah Jisoo. Aku yang menyuruhnya-"

"Jangan memanggilku dengan nama sialan itu!" Sebelum laki-laki di depan Chaeyoung menyelesaikan perkataannya, Chaeyoung memotongnya dan membentaknya. Ia sudah tidak peduli dengan orang-orang sekitar yang menganggapnya aneh atau gila.

"Rose..maafkan aku." Jisoo mencoba meraih jemari Chaeyoung. Namun, tangannya langsung ditepis dengan kasar.

"Aku kecewa padamu, Jisoo!" Hati Jisoo sakit mendengar sahabatnya kecewa terhadapnya. Tapi, ia lakukan ini juga demi Chaeyoung.

"Chaeyoung, berhenti bersikap seperti ini! Kakak mohon!" Pinta laki-laki yang menyebut dirinya sebagai kakak Chaeyoung.

"Anda bukan kakak saya! Saya tidak punya kakak seperti anda! Dengar baik-baik Park Chanyeol. Park Chaeyoung sudah mati 10 tahun yang lalu! Kalian yang membunuhnya!" Bentak Chaeyoung dengan menggebu-gebu. Amarahnya sudah di ubun-ubun.

"Sebegitu bencinya kah kamu pada kakak, papa, dan mama?" Suara laki-laki bernama Park Chanyeol itu terdengar lirih. Chanyeol menyesal karena saat itu ia benar-benar tidak berdaya. Kalau saja saat itu ia lebih memikirkan perasaan adiknya ketimbang penyakitnya, mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Adiknya benar-benar berubah. Dan itu salahnya, salah orangtuanya.

"Anda tau jawabannya." Kali ini Chaeyoung berkata dengan lirih.

Jisoo memperhatikan pertengkaran adik kakak di depannya dengan perasaan khawatir.

Chanyeol menjatuhkan tubuhnya ke lantai dengan lutut yang menopang tubuhnya.

"Apa yang bisa kakak lakukan agar kamu kembali?" Pasrah. Itulah yang sekarang ini Chanyeol rasakan. Ia tidak tau bagaimana cara mengembalikan hati adiknya yang sudah terlanjur pecah berkeping-keping.

"Mudah. Jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Selamanya." Chaeyoung menyeringai.

"Chaeyoung, izinkan kakak untuk menebus semua kesalahan kakak. Kakak mau memperbaiki semuanya. Kakak mau kita hidup bersama lagi seperti dulu." Tidak ada sedikitpun rasa iba di hati Chaeyoung walaupun melihat kakaknya yang sudah bertekuk lutut memohon belas kasihan dari Chaeyoung.

"Terlambat." Chaeyoung menyambar tasnya dan keluar dari kafe tanpa pamit pada Chanyeol dan Jisoo.

"Chaeyoung..." Jisoo berkata dengan lirih. Ia tidak bisa mencegah kepergian Chaeyoung.


################################

Ada ChanRose shipper disini? :v

What do you think? Komen di bawah!

Untuk yang suka sama cerita ini bisa vote dan komen biar aku tau kalau ada yang mau cerita ini lanjut.

Love you, readers!

I'll be Your Man • PCY ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang