Don't let anything come between you and the sunset
The magic is so enchanting
that it will turn you into a fool for love.
The sky has darkened when we leave the magnificent temple. The originally white elegant Wat Arun now has been lit and turned into a mountain of gold. Magical. The sunset, and the temple.
We walk side by side and every once in a while he checks on me. I have already lost my appetite to have dinner. What should I do next? What should I say first?
Why does he look like nothing has happened? Why didn't he say anything afterwards? The silence is so loud. All these questions are driving me nuts.
Dear, God of catfish in Chao Phraya River, would you do the honor of making me one of your creatures?
Sembari berdoa dijadikan jelmaan lele, langkah kami melambat dan dia memutuskan untuk berhenti di salah satu restoran di tepi sungai, nggak jauh dari Wat Arun. Gue masih kehilangan arah dan nggak mengeluarkan sepatah kata pun sejak beranjak dari taman depan kuil tadi sampai akhirnya dia membuka suara.
"Oke nggak tempatnya?"
"Ha? Hmm lumayan," shit, bunyi juga akhirnya suara gue.
"You promised me a nice dinner. Here we are." dengan cuek dia membuka menu yang ada.
Sesaat kemudian gue baru sadar akan restoran yang kami datangi. Nuansa kayu dengan lampu kuning temaram, pemandangan Bangkok City Skyline di seberang sungai, cahaya dari perahu berkelap-kelip yang melintas ke sana kemari.
Bahas, enggak, bahas, enggak. Okay, screw this. I'll just talk it out "hey, stop whatever you're doing cause I have a freakin boyfriend. And I can't flirt with you!" and maybe leave him there with some money on the table to pay for my debt or whatever it is.
"Bri?" gue ambil napas perlahan, bersiap mengatakan apa yg udah gue susun sedari tadi di otak.
"Kenapa sih lu? Diem aja dari tadi"
"About what you said earlier.."
"Yang mana?"
"That you have been paying attention the moment I walked into the gate thing..y?" gue merapal kalimat pelan-pelan.
There's a few seconds pause before one of us finally says something.
"Wait.. you don't think I was serious right?" alisnya terangkat dengan ekspresi keheranan.
"Hah?" tanya gue lebih kaget.
"Indrika, lu nggak beneran ngira gue merhatiin lu sejak di airport kan? I was completely joking around! Hahah"
Dhuuaaaarrr. Tiba-tiba ada efek petir dan kilat di belakang gue kayak yang ada di anime-anime.
Gimana gimana? Coba ulangi? Gue sampe berdoa dikutuk jadi lele tapi... apa? Tuhan tolong berikan aku petunjuk untuk menghubungi KBRI dan mengajukan permohonan mendeportasi orang ini sekarang juga, memindahkan ke Timbuktu kalau bisa.
"It's not something you should joke around about, you know." kata-kata itu terlepas begitu aja dari mulut gue. Saat itu gue bisa melihat ekspresi wajahnya berubah.
"Are you mad?"
Fuck. Fuck this shit.
"What do you think you just did? You can't play around with someone's feeling like that!" Nada gue meninggi.
Damn I can't even hold it any longer. Gue langsung berdiri. Emosi banget Ya Allaaaah, ada manusia macem gini.
"Indrika, wait" tangannya menahan lengan gue yang bersiap menjauh dari meja. Gue membiarkan dia menahan gue pergi. I know this isn't how it's supposed to end.
"I'm so so sorry. I shouldn't have done that. I didn't know you would take it seriously, I swear. I never meant to play around." wajahnya memelas dan dia masih nggak melepaskan genggamannya dari lengan gue. "Would you please sit down?" dia memohon.
Dengan masih membuang muka dan mengabaikan tatapannya, gue kembali duduk. Gue juga nggak mau mempertontonkan drama yang menarik perhatian banyak orang. Restoran mulai ramai pengunjung.
"I didn't.. I swear.. Gue nggak bermaksud kayak gitu sama sekali. Lu berhak marah, Ndri."
Masih gue dengerin, bentar lagi gue suapin tusuk gigi.
"Gue ngeliat lu sebagai orang yang santai aja. You seem cool and... and chill? Someone I can joke around with without getting easily offended. Well, that's what I thought.. I guess I was wrong? Hell, it's been only two days since we met, who am I to judge? Right? Right? Please say something.." wajahnya semakin mengiba.
That was like, the longest sentence he has ever produced in one utterance. I was also surprised by how hard he was trying to explain. I mean, that was partly my fault for being too emotional.
Kalo yang ngomong gitu si Ucup, sahabat gue, pasti juga cuma bakalan gue toyor dan lempar sendal.
Bukan salahmu mas jika ku baper batin gue. Tapi gue tengsin juga mau ngomong maaf. It was also my first time overreacting for this kind of thing. I've never been so short-tempered before. What the hell is wrong with me today?
Pramusaji datang membawakan dua gelas air, mungkin sebagai bagian dari free service, atau karena kami duduk tapi nggak pesen-pesen dan malah berantem.
"Lu mau siram gue pake air nggak? Boleh tapi marahnya udah ya?" katanya polos sambil menyodorkan gelas dihadapannya sambil nyenggol-nyenggol tangan gue.
"Ndri.." panggilnya lagi sambil mencolek-colek punggung tangan gue.
Anjir nggak kuat juga daku.
"Buruan pesen. Katanya laper!" gue jawab ketus.
"Siapa yg bilang laper?"
"Lah? Tadi yang minta ke sini siapa?"
"Kan nggak bilang laper?"
"Serah!"
"Iya deh iya, laper" ujarnya menahan senyum.
Restoran ini memiliki dermaga dan di tepiannya terdapat tempat duduk yang langsung menghadap ke sungai. Kalo nggak lagi bete gue pasti udah duduk-duduk manja nyari angin sambil ngeliatin cahaya lampu kota dari gedung-gedung pencakar langit dan kuil-kuil megah di antaranya. Pemandangan ini menyuguhkan kontras modernisasi dan bangunan bersejarah dalam satu garis horizon dan hampir nggak mungkin siapapun yang melihat nggak takjub karenanya.
"Duduk di luar situ yuk?" ajaknya seolah nggak ada apa-apa setelah makanan kami habis. Gue kira karena ngambek gue bakal nggak doyan makan. Ternyata salah.
"Males ah" gue masih jaim.
"Nggak pengen jorokin gue ke sungai gitu?" dia berusaha becanda.
No. Nggak lucu. Gue nggak akan ketawa. Tidak semudah itu Bulgusso.
"Pulang aja lah, ngantuk!"
"Mau belajar fotografi nggak?"
"Nggak suka, bingung tombolnya banyak"
"Seru tau. Gue ajarin ya?"
Hidih, ngerayu? Ogah. Ayo harus bertahan akutu menghadapi godaan ini.
"Nggak mau, udah males belajar."
"Justru di umur segini kita tuh kudu belajar banyak hal baru tau. Biar hidup nggak stagnant."
"I'm not a fast learner,"
"I'll be a good teacher. Besok ke Chatuchak yuk? Hunting street photography."
Besok? Besok dia bilang? There will be another day with him? Hell, noooo.
"Jam berapa?" Fuck. Syaraf lidah gue nggak nyambung ama otak.
Hape gue bergetar dari dalam tas.
Nick💕 is calling.
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
ChickLit"Brian. Nama gue Brian. Lu kan denger tadi nama kita dipanggil barengan?" ujarnya ketus. Indrika memandang laki-laki yang membangunkannya dari last call pesawat yang hampir membuatnya ketinggalan penerbangannya ke Bangkok tadi. Punggungnya perlahan...