Melbourne, two days earlier.
Punggungnya membelakangi sebuah lampu taman yang terletak di depan apartemen gue. Syal merah yang baru saja diterimanya beberapa saat yang lalu tergenggam erat membalut tangan kanannya sementara tangan kirinya memainkan setangkai bunga.
Dandelion.
Dandelion grows every where between the bushes.
"Mas.." gue menyapanya dari belakang. Dia berbalik dan menyunggingkan seutas senyum.
"Sorry, I still want to talk but I think it's unethical to do it in front of your boyfriend."
"Nggak papa, he'll understand. Saya tadi udah bilang kok." Well, I wished he would, considering he pretended to do something else as I was talking.
Mas Ezra duduk di salah satu kursi taman dan menepuk ruang kosong di sampingnya.
"Duduk dulu ya?"
Gue mengangguk dan menuruti permintaannya.
"Gimana mas?" gue menanyakan maksud ajakan bicaranya, meskipun gue tau kurang lebih apa yang akan ia bahas.
"Kamu nggak ada kasih saya kabar setelah yang waktu itu, jadi kamu nggak bisa salahkan saya ya kalo saya tiba-tiba muncul di depan pintu."
"Iya, saya paham kok. Maaf ya mas." gue berusaha menengok sedikit untuk melihat ekspresinya karena kami duduk berdampingan.
"No, it's nobody's fault. I should've called first but I thought a little surprise would be nice. Nggak juga ya ternyata."
Gue cuma mengulum senyum. Sementara dari sudut mata gue menangkap mata Mas Ezra memandang kosong ke depan. Kami diam selama beberapa saat. Dandelion di tangannya terayun lembut dibelai angin.
"So, that's him? The one who distracted you almost every time we met?"
Now I feel even more sorry.
"Waktu itu saya sama dia masih... well, I gotta admit it was hard for me, mas."
"Distance?"
"No, we broke up before I moved here."
"Sebenernya kamu memang masih naruh harapan kalo kalian akan balikan sejak waktu itu?" dia menggeser duduknya untuk bisa memandang gue lebih dekat.
"Nope. Saya sama sekali nggak kepikiran juga. But then, things happened and here we are again."
Things called sibling and in-law yang super mak comblang.
"Oh, saya kira selama kamu jalan sama saya, kamu tetep ngarepnya end up sama orang lain.." senyumnya.
"I thought you said they were friends dates?"
"Friends don't go on a cruise to have romantic dinner, Indrika. You really thought that was nothing? Atau kamu ngira dari awal saya memang pengen menjalin pertemanan aja?"
Shit. I should've turned down his offer but the fact that eventually I dressed up and met him by the river side... to have the candle light dinner....
I was lucky he previously lied by saying "mau ke Yarra nggak jadi-jadi" instead of "waktu kita ke Yarra saya lupa nagih."
pfftt..
But.. I mean, that was before I even had the slightest idea that Brian and I could get back together, so, who's at fault? Right?
Right. Me, of course.
"Mas-"
"I rushed to see you and cancelled my lecture when you said about that restaurant you wanted to go to, yang reservasinya susah banget itu. Did any of that mean anything to you?"
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
ChickLit"Brian. Nama gue Brian. Lu kan denger tadi nama kita dipanggil barengan?" ujarnya ketus. Indrika memandang laki-laki yang membangunkannya dari last call pesawat yang hampir membuatnya ketinggalan penerbangannya ke Bangkok tadi. Punggungnya perlahan...