Chapter 27: The Ex-po

323 38 4
                                    

Jam dinding berasa lama banget detikannya ketika lu nunggu-nunggu jam pulang yang masih seabad lagi. Padahal hari ini adalah puncak-puncaknya kesibukan gue, dimana besok expo dan hari ini gue harus loading barang dan ngurusin vendor. Bahkan hectic yang segambreng ini nggak bisa mendistract gue dari pikiran tentang pertengkaran dan kebodohan gue semalem.

Indira 14.27
Ndro, coba telpon kampret
I just think you guys need to talk..

Chat barusan membubarkan lamunan gue dan bikin gue merasa makin mual. Indira, yang belum sepenuhnya setuju sama hubungan kami tiba-tiba aja ngechat begitu tuh ada apa pula?

Should I call him, or not? Should I..

Indri 14.30
Gue lagi males ngomong sama dia, Mak.
Tau sendiri semalem.

Indira 14.31
My point exactly. Just call him?

Ini kenapa lagi, Tuhan.. Bisa nggak sih dia nggak ngerecokin hidup gue sehari aja? Sejak kenal dia kenapa roller coaster mulu hari gue jadinya? I wanted to have a more colorful relationship, bukan yang challenging gini maksud gue...

Calling Brian...

Nggak diangkat. Nggak juga direject. Mana katanya kalo nggak mau ngomong mending decline aja? I begin to feel edgy, somehow. Gue bolak-balik ke kamar mandi dan keluar ruangan untuk mencari udara segar. Atau udara nggak segar. Ya mana ada juga sih udara segar di Jakarta. Jefry sampai harus bertanya kenapa gue mondar-mandir nggak jelas selama hampir satu jam. Naik turun dari lantai 4 ke lantai 1.

"Mba Indri, pickup nya belum dateng kok. Nanti saya kabari kalo udah." kata Jefry yang mengira gue mondar-mandir gara-gara nungguin mobil barang.

"Oh, iya, Jef. Thank you. Gue tunggu di ruang makan aja kalo gitu ya." gue bergegas berjalan kembali ke ruang makan di lantai dua.

Brian 15.42
Lagi meeting, sayang. Ada apa?

Indri 15.42
Can we meet after work? I wanna talk about yesterday.

Read.

Di read doang.

Bangsul belum pernah ada orang yang bikin gue se-uneasy ini. Nggak mungkin juga gue menjelma menjadi pacar yang posesif tiba-tiba nelponin dia pas tengah-tengah meeting dong?

No, that's not me. Indrika, c'mon, get your shit together.

Gue harus tunggu at least sampe jam dia pulang kerja untuk tau apa maksud Indira. Mungkin dia cuma lagi sibuk dan gak enak kalo harus buka-buka hape.

Sejam kemudian mobil gobox yang gue pesen datang untuk mengangkut barang-barang seperti roll-up banner dan brosur institusi ke venue. Semua orang di kantor nggak ada yang nggak sibuk hari itu, karena kami punya tanggung jawab masing-masing untuk memastikan semua barang siap digunakan besok saat representative universitas luar negeri datang.

Belom lagi gue mesti mesenin makanan untuk students VIP yang datang dengan undangan khusus, alias anak-anak crazy rich potential, dan ngurusin after expo dinner. Ditambah pula urusan per-baliho-an ada juga yang belom kelar karena sempat rusak jadi gue mesti tagih bolak balik ke vendor.

See? Dengan segitu banyak jobdesc, masih ada aja ruang kecil di otak gue buat mikirin manusia satu itu. Nggak ngerti lagi udah seberapa bucinnya gue sama dia.

Selesai membereskan semua barang, gue dan beberapa temen kantor langsung berangkat ke venue untuk unloading dan tata ruangan. Kami berempat pergi dengan menggunakan online taxi demi efisiensi biar nggak mesti tunggu-tungguan lagi pas di Senayan nanti. Di tengah perjalanan menembus kemacetan, hape gue berbunyi dengan satu panggilan masuk.

November RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang