Chapter 16: Nasi Gulung

416 42 11
                                    

Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai membangunkan gue pagi itu. Butuh sekitar 3 detik sampai gue sadar akan kamar asing yang gue tempati.

Wait, where am I?

Why is this room huge?

Oh, right. I'm in Alex's house. Even though I don't know who Alex is yet.

Kamar hotel yang gue tinggali sebelumnya sudah terasa terlalu familiar sampai gue harus berpikir di mana gue bangun. It happened a lot actually. Because I frequently travel around, tiap gue bangun di tempat baru gue selalu butuh beberapa detik untuk berpikir ini di mana dan hari apa sekarang. Udara masih sejuk karena hujan turun semalaman.

Gue membuka selimut untuk memastikan baju gue masih lengkap dan nggak ada seseorang tertidur di samping gue.

Aman.

Gue periksa pintu kamar. Masih terkunci.

Good.

Brian memutuskan tidur di kamar lantai dua setelah kami ngobrol sampai larut malam sebelumnya di beranda. Ngobrol sambil ya kalian kira-kira sendiri aja lah ngapain lagi. Dan sepertinya dia masih bisa sejauh ini menjaga janjinya untuk nggak memancing gue yang macem-macem. Atau mungkin belum.

Jam dinding menunjukkan pukul 7.15, cukup pagi buat gue yang demen molor banget. Dibangunin matahari pula. Achievement terbesar tahun ini.

Gue sengaja nggak memeriksa handphone yang gue charge di seberang ruangan, jauh dari kasur.

This is FRIDAY. THAT. FREAKING. FRIDAY.

The 23rd of November.

Bukan gue ngarep atau apa, tapi kalau tebakan gue bener, pasti akan ada setidaknya missed calls atau chat dari Nick.

This was supposed to be the day when we celebrate our 3rd anniversary, before I ruined everything.

Diam-diam gue berpikir, apa Nick bener-bener udah menganggap kami putus, atau dia masih menganggap ini waktu break sementara seperti yang dia bilang sebelumnya, yang ujungnya akan membawa kami bersatu kembali, despite the presence of his ex, and the man I have unlabeled thing with?

Setelah cuci muka dan gosok gigi gue keluar kamar dan ternyata di luar masih sepi. Mungkin para penjaga rumah masih pulas tertidur karena cuaca yang masih dingin dan mendung. Gue berjalan ke lantai atas dan memeriksa satu-satunya kamar tidur yang ditinggali.

Gue memutar gagang pintu yang ternyata tidak dikunci itu dan menemukan seseorang masih terlelap dalam balutan selimut. Napasnya terdengar tenang dan teratur, berbeda dengan saat kami beradu di sofa atau diantara punggung-punggung buku.

I climb to his bed and take a closer look at his face. I smile without even realizing what I was doing. Then I run my fingers through his hair.

"Good morning, sleepy head.." and I land a smooch on his cheek.

He opens his eyes and as soon as he finds out my presence he pulls me into his arms that I fall on the top of his chest. He giggles when I ask him to let me go.

"Masih pagi banget, tumben udah bangun?" katanya setelah melihat jam dinding.

"The sun woke me up." gue menopang dagu dengan tangan masih di atas dadanya.

"Gue masih 5 watt nih.." ujarnya sambil mengerjap-ngerjapkan mata.

"Ya udah terusin tidurnya, gue turun aja."

"Sini aja sekalian tidur bareng.." muka isengnya kembali muncul.

"Nggak bisa emang dikasih kesempatan! Auk ah turun gue."

November RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang