Di dalam pesawat gue nggak berani tidur karena masih deg-degan sama last call tadi. Gue tau gue kebo parah kalo tidur, tapi gue nggak nyangka bakalan sebebel tadi. Amidst all the confusion, my mind flies back to the man who woke me up before.
Dia sama-sama telat?
Dia telat tapi sempet bangunin gue?
Dia tau dari mana juga nama gue?
Tau dari mana juga Indrika yang dipanggil itu gue?
Penasaran mampus lah gue. Dia duduk di row belakang sementara gue di tengah. Ya masa mau nyamperin aja gitu, tengsin dong. Masih kesel juga dibilang kebo, tapi di sisi lain gue juga berterimakasih yang sebesar-besarnya. So I decided to wait until we land.
Pesawat yang gue tumpangi mendarat dengan selamat di Suvarnabhumi Airport sore itu, dan gue yang duduk di window seat sengaja nggak langsung berdiri dan nunggu sampai laki-laki tadi berjalan tepat di aisle belakang kursi gue. Biar langsung bisa gue pepet dan interogasi tanpa mencurigakan. Dan rencana itu berhasil. Selangkah sebelum dia tepat berada di aisle samping gue, gue berdiri menyela di depannya untuk ambil koper di atas cabin. Kami pun berdiri berurutan di lorong pesawat. Gue pas ada di depan dia.
"Mas, ngg.. anu, tadi.."
"Brian. Nama gue Brian. Lu kan denger tadi nama kita dipanggil barengan?"
Bangsul, jutek nian. Oke gue harus sabar."Iya, Mas Brian. Maaf tadi telatnya gara-gara saya atau..? Duh maaf, maksudnya saya cuma mau bilang makasih.." buset kenapa gue jadi yang grogi sampai maaf-maaf kayak mak-mak di Bajaj Bajuri.
Sambil mecondongkan kepalanya ke depan, pas melewati bahu gue dia bilang,
"Ge er banget gue telat gara-gara elu," sekarang dagunya ada di samping wajah gue.And he smells like citrus, jasmine, and violet. Warm and sweet. Dammit, I need to stop my mind from wandering too far.
Keluar dari badan pesawat, dia berjalan lebih cepat melewati gue. He's wearing washed up jeans and grey T-shirt with a 40 litre backpack hanging on his broad shoulder. Dasar backpacker belagu!
Dan gue kejar dong, gila nggak tuh, ngapain?
Di dalem hati gue bikin excuse: gue belum dapet jawaban yang gue mau, dari mana dia tau nama gue dan kenapa dia telat juga. It's not over til it's over.
"Mas! Mas Brian! Belum selesai saya nanyanya" sambil gue percepat jalan di samping dia.
"Apa lagi? Mau bikin gue telat kedua kalinya?"
Wtf?! He's so cocky and annoying! Kalo nggak gara-gara dia nolong gue biar nggak ketinggalan pesawat, udah gue sleding jidatnya.
"Lho, jadi bener tadi mas telat gara-gara saya? Kok bisa? Lah kan bisa masuk duluan kenapa harus bangunin saya mas?"
Dia cuma cuma menoleh sepintas ke gue dan mempercepat lagi langkahnya.
Jarak antara gate open sampe last call itu lama banget kan. Berarti dia sengaja nungguin gue dong sampe dipanggil, baru bangunin? Atau sejak boarding sampe last call dia nggak berhasil bangunin gue? Wanjer kuda nil sih ini bukan kebo lagi gue. And one more question.
"Kok mas tau saya Indrika?"
"Sejak pesawat pindah gate cuma lu yang tetep ngorok. Trus ada panggilan, ya siapa lagi dong?"
"Terus kenapa nunggu sampe last call baru bangunin?"
"Nanya mulu kek Dora lu." Dan langkahnya menjauh.
Sementara gue terpaku melihat punggungnya tanpa berani berjalan mendekat karena pertanyaan gue terjawab sudah. Well, at least I got the big picture. He waited for me to wake up, then decided to wake me up. Bollocks.
Okay let's just move on.
Membuang pikiran aneh-aneh sejauh mungkin, gue langsung lanjut ke area kedatangan sambil beli local sim card. Beberapa langkah setelah keluar dari arrival zone, di pick up point gue melihat seseorang dengan setelan khas polo shirt warna merah kesukaannya, jeans selutut, dan sneakers, baseball cap hitam, serta rayban sunnies bertengger di wajahnya yang kemerahan terkena sinar matahari, melambaikan tangannya ke gue.
Nicholas Arfan. The boyfriend I hold most dear. Bertolak belakang dengan mood gue sebelum berangkat, melihat dia nyengir lebar menyambut kedatangan gue membuat semua konflik dan kejenuhan diantara kami menguap entah kemana. Love can be that funny.
Gue langsung lari menghambur ke pelukannya persis adegan alay di FTV picisan SCT*V.
KAMU SEDANG MEMBACA
November Rain
ChickLit"Brian. Nama gue Brian. Lu kan denger tadi nama kita dipanggil barengan?" ujarnya ketus. Indrika memandang laki-laki yang membangunkannya dari last call pesawat yang hampir membuatnya ketinggalan penerbangannya ke Bangkok tadi. Punggungnya perlahan...