Chapter 30: The Ulterior Motives

383 42 4
                                    

[INDIRA]

Sudah hampir dua minggu sejak dua biji manusia itu pada awut-awutan. Gue cuma bisa geleng-geleng menyaksikan karena sesuai dengan perjanjian di awal, gue nggak mau ikut campur sama urusan mereka berdua.

Indro nggak pernah berani membahas sama gue setelah malam itu dia masuk rumah dengan muka berantakan. Gue pura-pura nggak tau aja, padahal gue denger dengan jelas semua teriakan mereka di halaman.

Brian malam itu menemui gue setelah pertemuannya dengan Ayana, menceritakan semuanya dan sengaja menunggu Indri pulang. Ya tapi siapa sangka yang ditungguin dianter pulang orang lain. Gue juga yakin Indri melakukan itu dengan suatu alasan, nggak mungkin dia begitu sama Nick tanpa ada background permasalahan sebelumnya.

Tapi gue udah males nanya, gue mau lihat aja sampe kapan mereka bakal main perang-perangan tanpa duduk dan menyelesaikan semuanya baik-baik. Kampret jadi nggak pernah main ke rumah dan jarang gangguin gue di kantor.

Padahal biasanya walaupun nggak jam istirahat pun wajahnya sering menyembul di depan kubikel hanya untuk sekedar menebar sampah, misalnya:

"Ra, kalo ada kapal selam yang kapasitas maksimalnya 10 orang, pas ada 9 orang naik, ketambahan satu lagi ibu hamil trus kapalnya tenggelam, itu kenapa?"

"Kan hamil? Ya itungannya 2 orang dong, jadi kelebihan muatan."

"Salah!"

"Terus?"

"Kan kapal selam, masa ngapung? Hahahah!"

"Bedebaaaah! Balik nggak lu?!"

"Males gue, Agustino lagi badmood, jutek."

"Kapan sih nggak jutek?"

"Iya juga. Aneh lu, naksir begituan."

"HEH!!"

Gue akan mengancam menyambitnya dengan pencil case lalu dia akan kembali ke ruangannya sambil ketawa ngacir.

Minggu-minggu ini ruangan gue jadi sepi karena nggak ada dia mondar-mandir, sehingga nggak ada juga kasak-kusuk dari fanclub dia macem si Ocha cs. Tiap Brian yang masuk mereka kerjaannya pada bisik-bisik tetangga. Ya orangnya juga nanggepin senyam-senyum sih, gimana nggak tambah heboh? Kalo gue tanya jawabannya selalu

"Aduh, Mba.. kalo senyum itu loh. Ngelunturin pertahanan orang."

"Kalo pake baju singset bener Mba Dir. Pengen meluuuk.."

"Iya, gemesh Mba Dir, kayak kucing.. Minta dielus.."

KUCING GARONG kali.. gue membatin. Nista banget ini imajinasi tim gue.

Saat tengah membuat laporan hape gue bergetar.

Indrika is calling..

"Apaan?"

"Mak bensin si Egi abis ini lubangnya kanan apa kiri ya? Buruan gue udah mau nyampe pom malu nih kalo salah!"

"Kiri lah! Yaelah mobil sendiri kagak hapal. Makanya jangan males bawa!"

"Kan mobil lu! Enak banget nyuruh mentang-mentang punya driver pribadi sekarang. Yaudah, bye."

Gue ketawa setelah menutup telpon. Masih aja dengan kecongekannya dia nggak inget tangkinya di kanan apa di kiri. Semenjak gue kadang-kadang dijemput kalo ke kantor (yak, berdehem dulu), Indro gue tugasin untuk bawa mobil gue biar tetep dipanasin dan nggak nganggur di rumah. Dia paling males kalo disuruh nyetir makanya selama ini selalu ngojol kemana-mana.

November RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang