10.) Kehilangan (revision)

380 21 0
                                    


Sirine ambulans, menggema di penjuru jalan, membuat banyak orang bertanya-tanya, siapa yang dalam keadaan darurat itu, mengapa dan apa yang terjadi?

Sampai di rumah sakit, tiga brankar di dorong dengan cepat oleh para suster yang menyambut kedatangan mobil ambulan.

Banyak yang menatap kejadian itu dengan tatapan yang tak berkedip.

"Siapkan banyak kantung darah, dua korban mengalami pendarahan."Ujar seorang Dokter yang menggunakan jas putih khas profesinya.

                ~~~

Di ruangan yang berbau obat-obatan, membuat ia tersadar dari pingsannya.

Matanya menyipit saat merasakan silau di matanya, ia menghirup udara dengan rakus, matanya terasa panas dan bengkak, apa yang barusan terjadi padanya, di mana dia? Pertanyaan-pertanyaan muncul di otaknya begitu saja.

Sejenak ia memejamkan matanya kembali, tubuhnya seperti telah di hantam batu besar, sakit dan pegal.

Sejenak ia diam dan berpikir apa yang baru saja terjadi. Saat ia kembali mengingat kejadian barusan, matanya terbuka lebar dan bangun dari atas brankar.

Ia berjalan turun dengan tubuh yang lemah.

"Suster!"panggilnya. Tak lama muncul satu orang suster yang langsung menghampirinya.

"Ya ampun kenapa kau turun?"suster itu memegang pundak Misya pelan.

"Siapa yang membawaku kemari?"tanyanya tanpa memedulikan ucapan sang suster.

"Ada orang yang membawa kalian, tapi dia sudah pergi karena harus mengurus hal lain."

Mendengar penuturan suster itu, Misya mengangguk kecil.

"Zeyn!"gumamnya saat kembali teringat kondisi terakhir sahabatnya itu.

"Dia sedang berada di ruang operasi, satu jam yang lalu dokter melakukan operasi padanya."Suster itu menatap Misya ibah.

"Sus antar aku ke sana."Misya bergerak maju.

"Tidak, kau harus istirahat."Suster itu menahan lengan Misya agar tak keluar.

"ANTAR AKU KESANA!!"teriaknya dan menghentakkan tangan suster itu kasar. Matanya kembali mengeluarkan air mata luka. Tak ada pilihan lain, suster itu mengantar Misya ke ruang operasi.

Mendekati ruang operasi, Misya menatap empat orang yang tampak familiar di matanya. Kakinya berhenti melangkah ragu untuk melanjutkan langkahnya.

Abi Al, uimi Fatimah, Ali dan ibu Zeyn.

"Misya."Suara bariton yang tegas itu seperti mengintimidasinya.

Umi Fatimah dan Ali menatap Misya yang berdiri kaku tak jauh dari jarak mereka. Misya menyeka air matanya kasar lalu menurunkan sedikit pakaiannya yang sangat pendek.

Dengan perasaan ragu dan takut ia berjalan mendekati keluarganya.

Misya ditarik abinya saling menghadap, Abi Al menatap pakaian Misya dari ujung kaki hingga rambut, dengan pakaian yang kurang bahan dan bercak darah yang ada pakaiannya.

Plak.

Tak ragu, Abi Al menampar Misya keras.

"Abi!" Teriak Umi Fatimah dan bergerak untuk memeluk putrinya. Misya menunduk dan memegang pipinya yang memanas.

"Jangan sentuh Umi!"Ucap Abi Al mutlak, Umi Fatimah menatap suaminya dan putrinya bergantian.

Misya menunduk dan terisak tanpa suara. Tangannya terus memegang pipinya yang terasa sangat sakit dan panas.

Imam Dalam Tahajud (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang