12.) Sekolah Baru (revision)

398 23 1
                                    

Dua minggu kemudian...

Seorang gadis sedang menyusun pakaiannya masuk ke dalam koper dengan rapi.

"Misya sayang, apa semuanya sudah lengkap?"tanya Umi Fatimah yang muncul di daun pintu, Misya menghentikan aktivitasnya dan menatap sang umi.

"Alhamdulillah, Mi."Ucapnya lalu menutup tuntas kopernya.

"Baguslah kalau begitu, kita berangkat sekarang,"ujar sang umi yang dibalas anggukan. Misya menurunkan kopernya dan berjalan keluar.

"Emm Umi deluan aja, Misya masih mau ngambil barang di laci yang ketinggalan."Misya menunjuk ke arah lacinya.

"Baiklah sayang."Umi Fatimah mengangguk dan berjalan lebih dulu, melihat uminya sudah pergi, Misya langsung berjalan mendekati laci miliknya yang berwarna cream.

Tangannya menarik laci dengan pelan, nampak sebuah album foto yang lumayan tebal. Misya membuka album foto miliknya, bibirnya melengkung ke atas, menampilkan senyum getir.

"Heyy Zeyn, aku akan pindah sekolah. Maaf aku belum sempat memberitahumu waktu itu."Misya menarik nafas panjang.

"Aku janji akan berubah,"Misya tersenyum, lalu melepas satu lembar foto yang ada pada album dan memasukkan ke dalam tas kecilnya.

Hari ini adalah hari kepindahannya dari sekolah umum ke pondok, seharusnya semua dilakukan satu minggu yang lalu. Namun, melihat kondisinya yang masih sangat terpukul membuat abi dan umi memberinya waktu satu minggu lagi, dan akhirnya hari itu datang juga.

          ~~

Sampai di tempat tujuan, Misya dituntun menuju ruang kepala pondok, yang tidak lain adalah kakeknya.

Saat berada di tempat kakeknya, tampak rawut bahagia dari pria yang berkisar 60-an itu. Sudah lama ia menunggu Misya masuk ke pondoknya.

"Abah sangat senang kau pindah ke sini, Abah harap kau bisa nyaman dan betah di sini,"ujar sang Kakek yang biasa di panggil abah oleh warga santri.

Misya menanggapinya dengan senyuman paksa, setelah berbagai urusan, Misya diantar menuju kamar yang ia tempati.

Misya menatap kamar yang berukuran sederhana, dengan empat jejer ranjang serta lemari di setiap samping ranjang kayu itu.

"Kamu akan tinggal di sini sayang dan dalam kamar ini kalian ada empat orang, Umi harap kau bisa menjalin pertemanan dengan baik dengan mereka."Umi Fatimah memegang pundak putrinya lembut, Misya mengangguk dan tersenyum paksa.

Dengan perasaan berat, ia menarik kopernya dan duduk di salah satu ranjang di sana. Tangannya meraba kasur itu pelan. 

"Aku pasti akan sakit tulang kalau tidur di sini,"gumamnya nyaris tak terdengar.

Belum saja lama, ia sudah mengeluh.

"Sayang, Umi keluar dulu yah. Kau bereskan semua pakaian mu. Kau bisa kan?"

Misya berdiri menghadap uminya, dengan wajah lesu ia mengangguk.

"Hati-hati ya sayang,"Umi Fatimah mengecup  kening putrinya singkat lalu berjalan keluar dari kamar.

"Heffff."Misya menghembuskan nafasnya kasar, dengan pelan ia membaringkan tubuhnya di atas kasur yang tidak seempuk kasurnya di rumah.

"Zeyn lihat lah, aku sekarang sudah sampai, semoga saja aku bisa betah di sini."

Misya merasa sangat lelah karena melakukan perjalanan panjang. Dengan perasaan lelah, ia memejamkan mata sejenak harap-harap perasaan lelahnya bisa hilang.

      ~~~

"Heyyy bangun.."sebuah tangan menepuk pundaknya beberapa kali.

Misya mengerjap-ngerjapkan matanya pelan, pandangan pertama yang ia lihat adalah sosok gadis yang sangat cantik di matanya, gadis itu tersenyum ramah padanya.

Imam Dalam Tahajud (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang