25.) Surat Misterius (revision)

261 21 2
                                    


Selesai sholat Isya, para santri kembali ke Asrama masing-masing, malam ini adalah malam terakhir para kelas dua belas di pondok ini dan besok mereka semua akan pulang kerumah mereka masing-masing. Hal itu membuat Misya dan ketiga temannya sedih.

"Aku seperti tidak ingin berpisah dengan kalian,"ucap Alifa mengeluarkan isi hatinya, wajahnya tampak memelas

"Aku juga,"sahut Hikmah kemudian menghembuskan nafasnya kasar.

"Bagaimanapun kita harus selalu menjadi teman,"ucap Misya menimpali, sementara Inaya sejak tadi diam sedang memikirkan sesuatu.

"Nay kamu ga sedih? Kok sejak tadi kamu hanya diam?"tanya Alifa seraya menepuk pundak Inaya pelan.

Inaya terhentak kaget.

"Astagfirullah, a..apa Fa? Aku tidak dengar,"tanyanya gelagapan.

Alifa mendengus kesal, ia sudah duga kalau Inaya melamun sejak tadi.

"Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak sedih kalau besok kita semua akan berpisah?"tanya Alifa. Inayah menggeleng cepat.

"Eh bukan begitu, tentu aku sedih, sangat sedih, aku hanya memikirkan sesuatu tadi, aku juga berharap kita akan menjadi sahabat hingga ke Jannah-Nya."Inayah langsung merengkuh ketiga gadis yang sudah ia anggap sahabat.

Beberapa detik berpelukan mereka melepaskannya.

Inaya tersenyum manis, lalu menatap semua temannya.
"Aku ingin jujur pada kalian,"ucapnya membuat ketiga temannya diam hening.

Inaya menarik nafasnya dalam.

"Kasih tau apa Nay?"tanya Alifa dan Hikmah bersamaan. Misya hanya diam menunggu jawaban dari Inaya.

Inaya kembali menarik nafasnya dalam dan sedikit menunduk menatap tangannya yang ia remas.

"Aku ingin cerita kalau sebenarnya..."

Misya, Alifa dan Hikmah dibikin greget oleh Inaya, tapi mereka memilih diam.

"Sebenarnya..."

"Sebenarnya..."

"Bismillah, sebenarnya Kak Azam pernah menemuiku,"

Ketiga temannya menatap Inaya heran, lebih lagi Misya ntah kenapa ia merasa tubuhnya menjadi kaku ketika mendengar nama itu.

"Saat itu aku di Masjid bersama Misya dan ia memanggilku, kau masih ingat itukan Mis?"tanya Inaya membuat Misya berusaha berpikir sejenak.

"Iya aku ingat,"Misya mengangguk dan menampilkan senyuman paksanya.

Inayah tersenyum simpul.

"Sebenarnya..."

"Waktu itu Kak Azam memberitahu ku, kalau..."Inaya kembali menarik nafasnya panjang.

"Kalau aku sudah lulus, ia dan keluarganya akan datang kerumah ku dengan tujuan tertentu,"ucap Inayah, akhirnya mengeluarkan apa yang ingin ia ceritakan pada temannya.

Hal itu membuat Hikmah dan Alifa terkejut sekaligus senang, berbeda dengan Misya yang tiba-tiba merasakan sesak di dadanya.

Misya tersenyum paksa, dadanya serasa sesak seperti ada yang mencabik dadanya dengan brutal.

Inayah tersenyum menunduk.

"Dia bilang dia ingin mengunjungi rumahku bersama keluarganya, ia belum mengatakan lebih jelas kapan waktunya, tapi yang ia katakan setelah aku lulus,"sambung Inaya lagi.

Misya memegang dadanya yang terasa anag sesak, ada apa dengannya? Matanya memanas mendengar semua itu.

Ia menyukai Azam?
Itu benarkan? Jika tidak, kenapa ia harus merasakan sakit ini?
Kemana perasaan benci itu? Misya berusaha menimbulkan kembali rasa bencinya pada sosok Azam agar ia tidak merasakan sakit seperti sekarang, tapi semua sudah terlanjur.

Imam Dalam Tahajud (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang