15.) Hukuman Bersama (revision)

364 26 3
                                    


Sepanjang pelajaran, Misya terus duduk termenung di bangku sambil menatap kearah bawah. Sejak pagi tadi, semua para santri selalu menatapnya terang-terangan membuat ia merasa terusik.

Lamunannya pecah saat ia melihat sosok umi yang sangat ia sayangi masuk kedalam kelasnya.

Sungguh uminya terlihat sangat cantik dan anggun, tidak lama ia melihat uminya sedang berbicara dengan guru yang sedang mengisi kelas.

Selesai berbincang bu Susi memanggil Misya kedepan dan ikut umi Fatimah keluar, Misya hanya mengikut tidak berkutik sedikitpun.

Di luar kelas suasana sangat sepi, mungkin semua kelas sedang belajar, umi Fatimah menyuruh Misya duduk lebih dulu di kursi yang ada di koridor.

"Duduk."Misya hanya mengangguk pasrah, jika seperti ini pasti ada yang penting.

Setelah duduk, umi Fatimah juga ikut duduk dan Misya langsung memeluk uminya lembut.

"Umi aku rindu,"adunya dengan suara manja. Umi Fatimah membalas pelukan putrinya,

"Misya, umi dengar dari kakek kamu kalau kemarin kamu membentak dan memaki para ustad dan ustadzah, apa itu benar?"tanya umi Fatimah kemudian melepaskan pelukannya.

Abah Ahmed sudah mengadukannya semuanya pada sang umi tentang perilaku Misya kemarin. Hanya sang umi lah yang bisa membujuk Misya untuk datang ke ruangannya.

Dengan pelan Misya mengangguk jujur, mau bagaimana lagi? Ia tidak bisa menyembunyikan ini semua, karena banyak yang melihatnya kemarin.

"Astagfirullah nak."

"Abis Misya kesal Mi, mereka ga ada yang mau nolongin Inaya, kalau Inaya mati gimana?"

"Sstt, tetap saja sayang. Apa yang kamu lakukan itu salah dan tidak benar, mereka jauh lebih tua darimu, apa Abi dan Umi pernah mengajarkanmu seperti itu?"

Misya menggeleng dan menunduk dalam, air matanya bahkan sudah ingin terjun begitu saja.

"Dan aku dengar, semalam kau berada di asrama putra dan berdua-duaan dengan cowok yang memang tinggal dikamar itu, itu benar Misya?"tanya uminya lagi.

Misya membulatkan matanya tak percaya, bagaimana semuanya bisa tersebar cepat?
Pantas saja tadi ia di tatap dengan tatapan tidak suka dari para santriwati.

"Itu semua hanya salah paham mi,"ucapnya. Misya memilih untuk menceritakannya semuanya pada sang umi. Dari awal kejadian hingga akhir kejadian.

Umi Fatimah menggeleng kecil mendengar semua cerita dari putrinya.

"Baiklah, kalau begitu kamu harus meminta maaf pada bapak yang terkena batu itu."Ucap sang umi.

"Baiklah kamu ikut umi ke ruangan kakekmu."

     ~~~

Di ruangan abah, sudah ada abah Ahmed, ustadz Hamid, ustadz Jalil, Abi Al dan istri Abah Ahmed, sang nenek.

Misya menatap cowok yang bernama Fikri duduk di depan para ustadz, semua menatap kedatangan Misya dengan tatapan tajam kecuali abah Ahmed dan abinya.

"Duduk nak,"pinta abah Ahmed, Misya hanya menurut, ia duduk di kursi satu yang bersampingan dengan Fikri tapi jaraknya cukup jauh.

Misya menatap Fikri yang hanya diam tak bergerak. Ada perasaan bersalah di dadanya melihat cowok itu terkena imbas dari ulahnya.

Abah Ahmed memperbaiki posisi duduknya, tangannya menarik lepas peci yang ia gunakan dan kembali memasangnya rapi. Matanya menatap kedua santrinya yang tengah duduk di hadapannya sebab terdakwa.

Imam Dalam Tahajud (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang