5: LARI

12.1K 264 10
                                    

"Mengapa jadi begini?"

Suara Ivone melengking tajam, saat matanya menatap layar ponselnya. Media Online menuliskan berita tentang kematian aneh seorang Bos Besar pemilik pabrik sabun yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas, namun mulutnya juga mengeluarkan busa. Sementara orang terakhir yang dia temui adalah seorang mahasiswa perguruan tinggi di kampus swasta.

Kakek tua kaya raya berkencan dengan wanita muda, jelas sudah kurang wajar. Bercinta di apartemen pribadi pula. Lalu mobil Sang Kakek mengalami tabrakan di jalan. Tapi bukan kecelakaan mematikan. Sopirnya selamat, tubuh Kakek juga baik-baik saja. Hanya anehnya, mulut pria tua itu mengeluarkan busa dan juga ditemukan cairan sperma pada celana dalamnya. Dan polisi sedang mencari wanita muda yang berkencan terakhir dengannya, karena diperkirakan sebagai orang yang berusaha untuk membunuh Si Kakek tersebut!

"Oh, Tuhan!" Ivone mendekap mulutnya, lalu berjalan mondar-mandir kebingungan. Rokok ditangannya sampai bergetar. Terakhir, dia melirik Sha yang duduk sambil memeluk lututnya.

Gadis itu seperti terbang menuju rumah Ivone malam ini. Lalu bersembunyi di kamar tamu sambil menangis. Dia telah lari dari apartemen Bos Sabun, karena polisi sedang mencarinya. Sha juga sudah membuang ponselnya ke sungai, setelah menghapus semua data dan akun sosial medianya. Dia sudah memikirkan hingga sejauh itu, saat satu jam usai Bos Sabun mati, dia mendadak jadi orang yang paling dicari dengan status saksi yang bisa saja malah berubah jadi tersangka.

Zaman kini, segala berita bisa disebar per sekian detik. Bukan seperti zaman dulu yang masih menunggu koran terbit besok. Kemajuan tehnologi menggiring suasana instan, tak ada waktu untuk sekedar mampu memperbaiki keadaan. Opini publik mulai mantap menduga jika Sha dibayar untuk menghabisi Sang Bos.

"Aku sudah bilang, supaya kau jangan terlena dengan bisnis haram ini. Ibarat makan, berhentilah sebelum kenyang. Jangan begitu serakah menimbun harta, nanti kau justru akan kehilangan semuanya!" Ivone menghembuskan asap rokoknya dengan kesal.

Dia mulai benar-benar kehilangan rasa sabar. Pikirannya mulai kalut. Pecah berkecamuk, bak kepingan beling yang merangsek tajam. Kebodohan Sha yang dia sesali, serta sifat serakahnya yang seakan tak berakhir. Andai saja, Sha bisa mengerem kebinalannya. Atau mendadak pensiun, setelah dia sudah cukup kaya, mungkin nasibnya tidak akan hancur begini. Ivone mengkhawatirkan, jika gadis itu justru akan kehilangan segalanya.

"Mom, jangan menasehati aku dalam situasi begini." Sha mulai menangis lagi, dia benar-benar merasa putus asa."Aku butuh tempat bergantung, Mom. Tempat berlindung dari musibah besar ini. Aku harap kau mengerti, Mom!"

"Terus, maumu apa?" Tanya Ivone, sambil kembali menghembuskan asap rokoknya. "Sekarang kau jadi buronan atas kesalahan yang tak kau lakukan. Kebodohanmu cuma satu, kau hajar bandot tua itu bercinta di ranjang. Kau kan tahu dia sudah sepuh? Dia pasti makan obat kuat untuk mengimbangimu. Matilah dia!"

"Aku pikir dia tewas kecelakaan."

"Kata sopirnya, Kakek itu sudah sekarat sebelum kecelakaan. Sopir itu ngebut menuju rumah sakit jadi kecelakaan. Paham? Mati dengan mulut berbusa, dan banjir sperma di celana dalam, apa kau pikir itu normal bagi aki-aki bau tanah?"

Sha mengusap air matanya. Dia tak tahu apa yang terjadi. Usai bercinta dengan Bos Sabun, dia tertidur lelap. Kakek itu sudah tak ada ketika dia terbangun, dan dia langsung mandi. Mana dia tahu Kakek itu dibawa Sopirnya karena sedang meregang nyawa oleh obat kuat?

"Kau harus hadapi semua ini. Pergi ke kantor polisi dan ceritakan semua. Kau kan tidak salah? Kakek itu saja yang goblok. Udah tau burung loyo, masih pake obat kuat segala!"

"Aku tak mau jadi ngetop mendadak. Ini aib"

"Sejak kau jadi lonte, jangan sok ngomong aib. Lonte itu sumber aib!"

"Mom, kok kasar sih? Aku butuh Mom. Aku meninggalkan dompet berisi kartu identitas, uang dan kartu ATM di apartemen Bos Sabun. Dan saat ini polisi sudah ada di sana. Aku juga tak bisa pulang ke rumahku, polisi juga di sana"

"Seharusnya kau sadar risiko bercinta dengan salah satu pria terkaya di republik ini. Jika orang itu mati, kau bisa mendadak mati juga!"

"Tolong aku, Mom. Aku tak pegang uang sama sekali. Izinkan aku di sini."

"Aku tak mau menampung buronan di sini. Aku tak mau media juga menyoroti kehidupan pribadiku. Kalau kau takut aibmu terbongkar, aku juga sama! Saat kau memikirkan sesuatu, tolong pikirkan juga nasib orang lain. Jangan egois!"

"Mom, please..."

Ivone melangkah dan membuka pintu kamar.

"Keluar dari sini. Anggap kita tak pernah saling mengenal lagi. Pergi!"

"Mom..."

Ivone membuang muka, dia sibuk menyedot rokoknya kuat-kuat. Sha langsung bangkit dan meraih tasnya yang tergeletak di kasur. Dia lalu melangkah gusar menuju pintu, namun berhenti sesaat untuk menatap Ivone.

"Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku mempercayai seseorang. Memanggilnya Ibu, dan meyakini bahwa dia benar menyayangi aku. Dan malam ini, kau mengajari aku untuk tidak akan melakukan hal bodoh itu lagi!"

Ivone tersenyum sinis. Dia cuma memberi kode tangan, agar Sha segera menjauh darinya. Tangan kanannya tiba-tiba terangkat, lalu telapak tangannya bergerak maju beberapa kali. Seperti gerakan tangan untuk mengusir hewan.

Air mata Sha menetes kembali, jatuh semakin deras di pipi.

Tak ada lagi harapan dari Sha, selain mencoba menjajaki kesendirian untuk berdamai dengan masalah baru. Sambil melangkah gontai ke luar dari rumah Ivone, dia mulai menguatkan langkah untuk melarikan diri. Tapi belum terpikir untuk pergi kemana.

Berita kematian Bos Sabun sudah begitu ramai. Wajah dan identitas seorang Sarah Nurbaiti, alias Shakuntala alias Sha, betul-betul jadi viral hari ini. Segala tentangnya dikupas habis. Termasuk sepak terjangnya di dunia bisnis lendir kelas kakap.

"Butuh taksi, Mbak?"

Sha melirik sopir yang menjulurkan kepala dari jendela taksinya.

"Tak punya uang, Mas!" Sahut Sha, nyaris tak terdengar.

"Bisa barter kok!" sopir taksi mengedipkan matanya.

Tak ada pilihan lain. Sha kemudian masuk taksi itu dengan lesu.

"Mau di antar kemana?" Tanya si sopir, sambil menelan liurnya.

"Terserah!"

"Lho, kok terserah?"

Sha menyandarkan tubuhnya. Dia sudah pasrah dengan urusan nasib. Mau dibawa ke neraka sekalipun, dia sudah ikhlas.

"Kabur dari rumah apalagi sange nih?" Sopir taksi kembali menggoda binal. Matanya terus menatap liar.

"Terserahlah Mas!"

Mata si sopir terbelalak gatal, "Saya ngekos sama teman-teman. Tempat kosnya asyik. Bebas. Kalau mau nginep bareng, kita sih seneng..."

Malam itu Sha tak sanggup menangis lagi. Begitu mudah hidup berputar. Dari beberapa jam lalu bercinta dengan bos kelas atas di apartemen mewah, tapi kini malah pasrah ditiduri oleh sopir taksi dan teman-teman liarnya di sebuah tempat kos pengap dan murah.

"Udah cantik, montok lagi. Ketemu dimane sih?" terdengar suara yang keras penuh tawa.

"Ketemu di jalan. Rezeki!"

Para pria-pria biadab itu mulai bergerak brutal untuk menggerayangi. Sha tak sempat berlari, bahkan mulutnya dibekap kuat. Pakaian di tubuhnya sudah tidak karuan lagi. Semakin dia meronta, maka semakin bertambah sakit tubuhnya.

"Woi, giliran dong. Jangan keroyokan gitu!"

Sha terkapar lemas saat itu, nyaris tak sanggup lagi meladeni gairah belasan pria yang tak pernah meniduri wanita cantik sebelumnya. Tetapi pikirannya memang sedang hampa. Putus asa dengan kasusnya dengan Bos Sabun. Sha takut masuk penjara, dia memilih untuk jadi lonte gratis malam itu...

(Bersambung)

SEX: Menemukan 'Tuhan' di Ranjang (diterbitkan GoNovel/Sago/Short Novel/Fameink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang