Keputusan (Bag. 39)

4.5K 201 19
                                    

Bab 39: Keputusan

"Tidak, jangan ke polisi. Jangan!" Meiske berjalan mondar-mandir di ruang itu, lalu menatap Dito yang tertidur pulas usai diberi suntikan penenang.

"Kenapa, Kak? Jika Dito di penjara, atau dihukum mati bersama Feysha, bukankah hidup kita kembali normal?" protes Michael.

"Inilah bodohnya kamu! Tidak berpikir sampai ke ujung masalahnya. Jika Dito di penjara, kita semua akan di penjara karena menutupi kasus malpraktek Feysha di Nata Hospital. Aib Papa di masa silam sampai punya anak dari pembantunya juga bakal bikin malu kita seumur hidup. Belum urusan kaitan lainnya. Seperti kasus skandal Dito dan Saskia. Oh Tuhan... mengapa aku punya adik-adik yang bodoh?"L

"Tapi jika kasus ini ditutupi, Dito bakal makin kurang ajar. Juga Murni bakal terus dikejar polisi karena dikira membunuh Bos Sabun"

"Kau memikirkan nasib Murni ketimbang kita semua?"

"Bukan kak. Aku..."

"Soal Dito, biar menjadi urusanku. Dan urusan itu adalah solusi untuk segala masalah ini. Mumpung para pekerja rumah sakit cuma mengira Dokter Dito ini dipukul Dokter Michael yang marah karena dia mencabuli Kakak sepupunya Saskia di ruang rapat Nata Hospital. Tapi aku akan minta sedikit bantuanmu..."

"Maksud Kakak?"

*****

"Innalillahi wainna Innalillahi rojiun...." Ustadz Safar menutup mata Musraf yang baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Seiring jeritan dan tangis Mintarsih yang menyayat kalbu.

Para dokter dan perawat kemudian bersiap mengurusi kondisi terakhir pasien, ketika Ustadz Safar mulai memaksa Mintarsih untuk meninggalkan ruangan itu.

"Pikirkan saja anakmu, karena yang sudah pergi tak akan pernah kembali"

"Tapi dia suamiku!"

"Apa karena suamimu, jadi Allah tak boleh memanggilnya untuk kembali?"

"Ayah tidak mengerti! Ayah tidak tahu perasaanku!"

"Lalu apa kau tahu perasaan Ayah? Apa kau pikirkan bagaimana kacaunya program dakwah Ayah karena ulah suamimu? Apa kau pikir Ayah bahagia dihina dan dicaci orang karena tak mampu mendakwahi menantu sendiri? Tapi Ayah diam, demi menjaga perasaanmu! Apalagi yang kau inginkan dari Ayah? Kau ingin meminta pada Allah, agar jiwa Ayah ditukar dengan Musraf? Lakukan itu Mintarsih! Lakukan itu, agar kau puas..."

Mintarsih terdiam. Dia mematung bisu, membiarkan Ustadz Musraf berlalu. Separah itukah dia memperlakukan orangtuanya hanya demi Musraf? Ayahnya sampai tak lagi berdakwah. Ibunya cuma menangis mengurung diri di rumah. Dan bayinya tega dia titipkan kepada Rugayah, demi bisa terus mendampingi Musraf di rumah sakit.

Tetapi apa yang dilakukan pria itu? Dia terus marah dan membentak Mintarsih. Dia bahkan terus mengoceh menyebut nama Dokter Feysha. Sedikitpun Musraf tak peduli bahwa Mintarsih juga sedang sakit, berjuang melawan penyakit kencing nanah yang dia tularkan. Bahkan Musraf tak peduli tentang bayi kecil mereka yang terpaksa diasuh orang lain.

"Kamu bisa sembuh" bisik Rugayah, waktu menemani Mintarsih berobat di rumah sakit khusus bagian kulit dan kelamin.

Tapi Mintarsih sudah terlanjur putus asa. Nanah busuk telah menyerang lubang vaginanya. Menimbulkan bau amis memualkan yang begitu menyengat.  Dia tak yakin bisa menjalani hidup baru dengan kondisi organ intim yang begitu busuk berbau. Jika Musraf mati, apakah ada lelaki lain yang mau?

****

"Musraf mati" bisik Kendul, di telinga Feysha. Tetapi sosok itu masih tertidur panjang. Sementara di sampingnya Nek Sur nampak terus menangis.

"Murni sudah tahu, Ndul?"

"Rumah itu kosong. Kata Michael dia sudah pergi. Entah kemana"

"Michael tak mencari?"

"Cari kemana, Nek? Dia saja sedang terbelit masalah besar"

"Setidaknya dia bisa berusaha mencari"

"Nek, Michael itu pria hebat. Sempurna! Mana mungkin dia jatuh hati pada Murni yang cuma lonte jalanan dan pernah kena penyakit kelamin. Soal pernah tinggal bersama, itu cuma kebetulan. Keadaan..."

"Cinta sejati itu ada, Ndul"

Kendul tertawa,"Paling cuma aku dan Suparmi, Nek.  Itu juga karena keadaan. Nenek sendiri bagaimana? Atau Mama? Lalu Feysha? Semua rusak karena terlalu yakin urusan Cinta Sejati"

Kendul membesuk Mamanya hari itu, sebelum menjenguk Feysha. Wanita tua itu tak lagi mengenalinya. Juga tidak memukulnya. Mungkin karena dirinya tidak termasuk kategori pria tampan. Jadi wajar jika dia tak dipukul saat bertemu. Tetapi pria tampan lain, bisa dihajarnya.

"Ma, dimanakah Papa sebenarnya? Siapa dia Kendul tidak tahu. Jika Feysha sudah membunuh Papanya sendiri, Kendul cuma ingin mencari pria itu untuk minta tanggung jawabnya karena meninggalkan anak dan istri...."

Tetapi Bu Suzie hanya diam. Sibuk memainkan rambutnya sambil menatap kosong.

"Jawab, Ma. Dimana itu Safari Ramadhan sekarang?"

*****

Sha melipat mukenanya dengan pelan. Dia merasa gugup saat mulai belajar sholat. Tetapi kini, dia bahkan juga mengerjakan sholat sunah selain wajib. Ustadzah Rabiah membimbing keislamannya dengan baik, dan Sha juga tampak cepat belajar. Mungkin karena dia memulai hijrah itu dari hati.

"Kau tambah cantik dengan kerudung itu, Murni" puji Ibu Panti, saat Sha memakai kerudung hadiah dari Ustadzah.

"Benarkah, Bu?"

"Sebenarnya kau memang cantik. Juga hatimu"

"Tapi masa lalu saya kotor, Bu"

"Semua orang punya masa lalu. Lupakan itu. Kau sudah berhijrah..."

Sha memandang raut wajahnya di cermin. Kerudung putih panjang tampak manis membingkai muka. Tak  ada lagi rambut indah bergelombang pirang yang selalu tergerai berkilauan. Semua tertutup rapat.

Waktu kecil, Sha merengek pada ibunya agar bisa masuk pesantren. Dia ingin seperti anak-anak perempuan kampung sebelah yang memakai pakaian panjang dan kerudung lembut putih tebal, sambil memeluk Al Quran. Tetapi ibunya malah membawanya kepada Mami Uboi. Bukan ke Pesantren, tapi malah ke lokasi Pelacuran.

Ah, andai saja dia sempat bertobat lebih cepat. Mungkin jalur hidupnya tidak serumit ini. Manusia kadang menyalahkan takdir, namun tidak pernah berusaha bangkit dari lubang kesesatan. Terus terperosok dalam sampai benar-benar sulit keluar. Sampai berpikir untuk menggapai cahaya, atau justru membiarkan diri agar mati.

"Kau masih memiliki masa depan, Sha. Masih..." bisik Sha pada dirinya sendiri.

****

Dito terbangun di ruang gelap itu dengan rasa takut. Dia menyadari jika tangannya telah terikat. Sudah berhari-hari dia terkapar di atas ranjang itu, setelah seseorang menyuntikkan sesuatu. Sesuatu yang membuatnya lupa diri.

Melayang terbang tinggi, menggapai dan menari di atas langit. Melihat banyak bidadari. Wanita-wanita telanjang berdada bulat besar. Dito merasa bahagia. Dia terus menjamah dada mereka dengan suka cita. Sebab itu dia mulai ketagihan dengan suntikan-suntikan yang membuatnya mabuk itu.

"Suntik lagi. Lagi..." Dito mulai memohon.

Seorang pria mulai menyuntikkan kembali sesuatu itu padanya dengan kesal. Ketika Dito mulai melayang tinggi, lampu ruang itu kembali terang.

"Kapan kau akan mengoperasi otaknya?"

Michael menoleh pada Meiske yang berdiri di belakangnya dengan kaku. Kakaknya itulah yang membuat skenario dengan rapi. Mencekoki Dito agar kecanduan narkoba, lalu lanjut menyerahkan tugas padanya agar merusak otak dokter durjana itu.

"Malam nanti, Kak" sahut Michael, lesu.

(BERSAMBUNG)

SEX: Menemukan 'Tuhan' di Ranjang (diterbitkan GoNovel/Sago/Short Novel/Fameink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang