L.O.N.T.E D.E.B.U (bag. 6)

12.7K 226 9
                                    

"Orang baru?" tiga perempuan berpakaian setengah telanjang tiba-tiba mendekat.

Sha yang sedang merokok, mencoba tersenyum.

"Lusuh amat? Mau ngelonte kok nggak punya modal? Jangan-jangan barangmu bau lagi. Mana laku kamu!"

Lalu ketiga wanita itu tertawa ngakak. Sha menelan ludah. Dia tahu diri kondisinya saat itu. Baju tidak ganti selama tiga hari. Nyaris tidak makan dan hanya sekali mandi karena tak berhenti melayani nafsu liar gerombolan sopir taksi dan pengangguran di sebuah kamar kos murah.

Untunglah warga menggerebek kamar kos itu. Menginterogasi para bajingan yang sempat berpesta pora menikmati tubuh Sha. Tapi mereka malah memfitnah Sha.

"Dia lonte gatal yang menggoda kami"

Sha menangis diperlakukan demikian, dia merasa sangat direndahkan. Sudah ditiduri beramai-ramai secara gratisan, dia malah dituduh yang menggoda duluan.

"Dasar lonte! Pergi sana!" teriak warga sambil melempari Sha.

Hari itu, Sha betul-betul diperlakukan seperti binatang. Semua orang meludahinya. Dia berjalan sambil terus menangis. Terus melangkah tanpa tahu harus kemana.

Nasib baik dia bertemu seorang nenek pemulung di jalan. Wanita tua itu membawanya ke bawah jembatan, di tendanya yang terbuat dari spanduk. Sang Nenek mengajarinya mandi di pinggiran sungai kotor dengan memakai sarung. Memberi Sha sepotong sabun cuci dan satu sachet shampo.

"Jadi kau lonte?"

Sha mengangguk, saat sibuk mengelap rambutnya dengan handuk robek si Nenek.

"Mereka tidak membayarmu? Belasan orang itu?"

Sha menggeleng. Dia mencoba untuk tidak menangis. Nenek pemulung itu menghela nafas, dia mengaku bernama Suraning Ayu. Tetapi orang menyebutnya Nek Sur.

"Ini makan" Nek Sur memberinya nasi bungkus dengan lauk tahu dan orek. Sha menyantapnya dengan lahap.

"Nenek juga pernah jadi lonte dulu. Tahun 80-an. Tapi kemudian menikah, dapat anak dua cerai. Anak dititip di kampung, Nenek jadi lonte lagi di jalan. Pas cukup modal buka warung nasi, eh...kena penggusuran. Malah sakitan. Mau jadi lonte sudah tua jadi mulung"

"Anak Nenek?"

"Nenek tak pernah balik ke kampung puluhan tahun. Tidak tahu kabar mereka"

"Nek Sur hidup sendiri?"

"Ya, begitulah. Jadi aku ngerti perasaanmu. Aku juga dulu sering ngelonte tanpa dibayar. Sampai sekarang tinggal di bawah jembatan ini. Ada saja yang masuk ke tenda Nenek, main maksa begituan. Nenek layani saja"

"Seumur Nenek masih diperkosa?"

"Ya, gimana. Mau bertahan tinggal di bawah jembatan harus pasrah. Memek kita di tempat ini bisa dipake siapa saja. Kalo Nenek kan udah tua. Mulai jarang dipake. Kalo yang mudaan pasti terbiasa dipaksa melayani banyak lelaki disini"

"Dibiarkan begitu?"

"Ya, tahu sama tahu aja. Kadang di tenda masing-masing, kadang di sungai. Kadang di meja judi koplo, dihajar ramai-ramai. Keroyokan dengan satu atau dua perempuan..."

"Hah?"

"Entar maleman, coba aja lihat dan dengar. Seks bebas disini sudah biasa. Dibilang diperkosa, tapi diam saja. Malah ada juga yang menikmati. Dihajar banyak orang begitu malah mendesah-desah, artinya kan mau saja..."

Sha bergidik ngeri. Dia mulai takut diganyang banyak pria lagi. Gratis pula.

"Kalau kau mau ngelonte, ke atas. Tuh di jalanan sebelah kiri dekat gedung-gedung tua yang suram. Bisa main disitu, atau ikut mobil. Tapi keadaanmu lusuh sekali, mungkin hargamu bisa murah. Meski pasti ada yang ngajak main, sebab kau sangat cantik. Carilah uang banyak, biar kau bisa ngontrak rumah. Jangan tinggal disini...."

Sha melirik potongan kaca yang tergantung di kayu tenda Nek Sur. Dia memandangi wajahnya yang habis mandi. Ya, memang masih sangat cantik. Lalu Sha tersenyum saat Nek Sur menyodorkan sebatang rokok.

"Hei... berapa?" seorang pria gemuk botak melambai dari jendela mobilnya.

"Siapa Om? Kita?" tiga lonte itu berlarian menuju mobil itu. Mereka mengibaskan rambut dan mempertontonkan payudara mereka. Bahkan ada yang menggoyangkan pinggul dengan rok mini ketatnya.

"Bukan kalian. Tapi itu!"

"Hah? Dia? Lusuh tengik gitu?"

Sha perlahan maju mendekati mobil hitam itu. Membuat 3 lonte lain membuang muka dan berjalan menjauh.

"Cantikmu alami. Bebas dempul" pria gendut botak tertawa ngikik. Tangannya yang besar dengan nakal masuk ke bagian dalam dada Sha yang terbuka. Meremas-remas dengan kasar dan nakal.

"Terima kasih, Om. Mau main dimana?"

"Di mobil aja nanti, kita cari lokasi sunyi"

"Boleh"

Sha mengedipkan mata, sebelum lincah memasuki mobil. Namun Om gendut botak tampak masih gemas dengan Sha yang tampak polos dan begitu alami. Tangannya kembali masuk ke dalam beha, bahkan satu tangan lagi sibuk pula di bagian paha dan lanjut ke dalam celana.

"Main di sini aja ya. Nggak tahan lagi" Si Om kembali ngikik.

"Jangan, Om. Sabar. Tempat sepi aja"

Si Om tertawa lebar. Dia langsung tancap gas, meski sebelah tangannya masih berada di dalam beha Sha, meremas dengan sesuka hatinya.

(BERSAMBUNG)

SEX: Menemukan 'Tuhan' di Ranjang (diterbitkan GoNovel/Sago/Short Novel/Fameink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang