AMARAH (Bag. 17)

5.4K 193 16
                                    

TUJUH BELAS: Amarah

"Hentikan! Hentikan Musraf!"

Munaf langsung menarik tubuh adiknya, hingga berguling di tanah. Melihat abangnya, Musraf malah semakin marah. Gubuk Nek Sur sudah porak-poranda. Kini giliran tubuh Munaf dia jadikan pelampiasan pula.

"Ini semua karena ambisimu!" teriak Musraf.

Munaf yang bertubuh lebih besar kali ini tak mampu melawan serangan Musraf. Dia bahkan berapa kali harus menahan sakit oleh pukulan adiknya itu.

Warga bawah jembatan semakin ramai mengelilingi mereka. Jauh lebih ramai saat Musraf digebuki abangnya telanjang bulat dulu. Kali ini, posisi terbalik. Munaf yang hampir sekarat dihajar adiknya. Bahkan tubuhnya mulai mengeluarkan darah.

"Beri tahu Ustadz Safar!" teriak sejumlah warga.

"Jangaaaaan...." teriak Munaf sambil menangis. Antara mencoba menahan pukulan Musraf, dan takut jika aibnya  terbongkar.

Musraf dan Munaf akhirnya bisa dipisahkan warga, setelah Munaf nyaris mati. Tubuhnya tidak bergerak. Hanya nafasnya saja. Tapi Musraf masih saja bernafsu ingin membunuh abangnya itu.

Dia sudah sebulan ini hampir gila mencari Sha. Rasa rindu dan penyesalannya malah justru melahirkan amarah. Apalagi ketika dia diberitahu warga, jika Sha dan Nek Sur dibawa seorang pria tampan kaya membawa mobil mewah.

"Dapat Bos Besar dia, Musraf. Sudahlah, kami juga rindu menidurinya. Lubangnya mantap. Legit! Tapi dia terlanjur bunting oleh kau. Cuma kau tinggal kawin. Makanya dia sakit hati terus pergi dengan pria kaya. Tidak jadi lonte lagi. Jadi simpanan. Naik derajat sedikit, hahaa...."

Para preman tertawa ramai sambil melanjutkan berjudi. Musraf terbakar emosi. Pria tampan kaya? Siapa dia? Jika cuma bersaing dengan para preman kelas teri, Musraf pasti menang. Dia tampan. Tetapi bersaing dengan pria kaya dan tampan pula? Mendadak Musraf jadi emosi. Dia dibakar rasa cemburu. Apalagi mendengar jika pria itu sempat masuk ke gubuk yang dibangunnya untuk Sha.

"Masuk ke gubuk waktu itu, sebelum dibawa pindah. Kayaknya main dah di situ. Orang Nek Sur keluar pas dia datang. Desahan Si Murni mantap bener, belum nafas itu lakinya udah kek kuda. Kayaknya buas banget itu laki. Mana ganteng pula. Jadi pengen..." komentar wanita-wanita penggosip di lingkungan bawah jembatan.

Itulah yang membuat Musraf menjadi gila. Gubuk yang dia bangun dengan penuh cinta akhirnya rata dengan tanah. Kini, abangnya pula yang mau dia masukan ke tanah.

"Mas Musraf sabar, jangan marah-marah. Tenang, nanti Bude Parmi usahakan untuk mencari Murni...." bujuk Suparmi, sementara beberapa warga masih memegangi tangan Musraf.

Mendengar kalimat Suparmi, Musraf langsung menangis. Seperti anak kecil dia sesengukan. Wanita pertama dalam hidupnya adalah Sha. Cinta sejatinya. Dia tahu, bisa mampu meniduri seribu wanita. Tetapi mungkin tak bisa melupakan sosok lonte yang tengah mengandung anaknya.

"Sabar, Mas Musraf. Bude Parmi pasti bisa melacak keberadaan Murni. Sejauh Murni masih bareng Nek Sur, Bude bisa menemuinya!"

Musraf baru saja mengusap air matanya, ketika sebuah mobil tiba-tiba tampak tak terkendali memasuki wilayah bawah jembatan. Sesosok pria mengenakan sorban putih tampak keluar, berjalan dengan cepat. Para warga tertunduk memberinya jalan.

Ustadz Safar dan Musraf saling berpandangan. Tetapi bukan seperti mertua dan menantu, malah seperti musuh.

"Apa yang terjadi, Musraf?" bentak Ustadz Safar.

"Tanyalah pada dia, suruh dia untuk tidak berbohong lagi!" sahut Musraf, sambil menunjuk Munaf yang terkapar penuh darah.

Saat Ustadz Safar mendekati Munaf, Musraf langsung melangkah pergi. Dia berjalan cepat mencari bajaj, lanjut menuju rumah mertuanya.

"Mas Musraf mau kemana?" Mintarsih berteriak histeris, ketika melihat Musraf sibuk memasukan baju-bajunya ke dalam tas besar.

"Kita harus berpisah, Mintarsih. Aku tidak mau melanjutkan pernikahan ini"

"Salahku apa, Mas?" Mintarsih kembali berteriak.

"Kau tak punya salah. Tapi hubungan kita ini salah!"

"Kita menikah baik-baik, Mas. Salahnya dimana?" Mintarsih memeluk lengan Musraf, tapi segera ditepis suaminya itu.

"Kalian kenapa?" tiba-tiba Jumirah, Ibu Mintarsih muncul. Melihat pintu kamar terbuka dan anak serta menantunya ribut besar, wanita itu coba menengahi.

"Kami harus bercerai, Bu" sahut Musraf, sambil membawa tasnya pergi. Meninggalkan Mintarsih yang menangis dalam pelukan ibunya.

Musraf tidak tahu akan pergi kemana. Dia berniat akan kembali menghuni tenda lamanya yang kosong. Berharap Sha suatu saat akan datang kembali. Memeluknya, mencintainya dan siap melayaninya di dalam tenda pengap itu atau di sungai kenangan mereka. Musraf ingin menyudahi sandiwara buatan Munaf, dia ingin membalas dendam pada abangnya itu. 

***

"Ih, nakal!"

Jeritan manja Sha, terdengar sampai ruang tamu. Nek Sur buru-buru keluar rumah untuk belanja sayur. Michael baru datang lagi pagi itu, membawa banyak makanan. Selanjutnya mendorong-dorong Sha masuk kamar.

Hamil bulan ketiga masuk keempat, tubuh Sha makin berisi. Pinggul makin besar, payudara makin bulat mengkal. Michael benar-benar mabuk kepayang dibuatnya. Apalagi gairah Sha untuk bercinta sangat besar. Berjam-jam di atas ranjang, membuatnya tidak ingin turun.

"Aku tak pernah bertanya tentangmu secara detil selama ini. Sebetulnya, dimana keluargamu?"

Sha menunduk, membiarkan pundaknya diciumi Michael. Orangtuanya telah meninggal, dan dia tak mau berurusan lagi dengan adik-adiknya. Semua adiknya menikah usia belasan, sudah punya keluarga sendiri. Mereka hidup bahagia meski tidak kaya. Sha tak ingin melibatkan mereka lagi.

"Aku cuma punya Nek Sur. Kalau kamu"

"Papa dan Mamaku bercerai saat aku bayi, aku dibesarkan Paman. Mereka punya keluarga masing-masing kini"

"Kau sering bertemu mereka?"

"Orangtua dan adik-adik tiri? Oh, masih. Sering malah. Tetapi Paman sudah tiada. Beliau meninggal sekitar 5 bulan lalu..."

"Oh, maaf. Aku turut berduka cita"

"Tidak apa. Beliau orang baik. Mungkin ada orang yang tidak suka padanya"

"Maksudmu?"

"Sepertinya dia sengaja dibunuh"

"Oleh siapa?"

"Entahlah. Jangan bicarakan ini lagi. Aku jadi sedih"

Sha berbalik mendekap Michael. Lalu mencium bibir pria itu dengan mesra.  Meski perutnya mulai besar, Sha masih bisa bergerak lincah. Dia mulai meraba leher dan dada Michael, sambil bergerak turun naik menggesekkan alat kelaminnya. Ranjang mulai bergoyang-goyang tak terarah, seiring desah nafas keduanya yang kian membara.

Pada posisi itu, mendadak Sha teringat Musraf. Terkenang bagaimana dia menggoda kekasihnya itu di sungai jelang shubuh. Membuat Musraf lebih memilihnya dari pada Tuhan.

Saat Michael merebahkan tubuhnya di ranjang, Sha menikmati lidah pria itu yang bergerak liar dan nakal di kelaminnya. Tangan Sha menjamah apapun yang ada di sampingnya, untuk menahan gelora yang tak terbendung.

Dulu, Sha hanya bisa memegangi batu sungai atau rerumputan liar, saat Musraf menjilatinya. Tetapi anehnya, sensasi bersama Musraf jauh lebih luar biasa dari pergulatannya di atas ranjang empuk bersama Michael.

Musraf lebih nakal. Lebih liar. Dia mampu bergerak cepat turun naik, dengan kedua tangan yang ganas mencengkeram payudara. Bahkan di saat yang sama mulutnya bisa menyedot puting, seperti sedang meminum susu.

Ada apa ini? Sha mengutuk kebodohannya. Tetapi otaknya masih terus menari memikirkan kisah lama. Dimana Musraf kini? Apa dia masih berusaha mencari?

(BERSAMBUNG)

SEX: Menemukan 'Tuhan' di Ranjang (diterbitkan GoNovel/Sago/Short Novel/Fameink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang