CINTA (Bag. 34)

4.1K 180 16
                                    

BAB 34: Cinta

Tak ada yang sempat dibicarakan lagi. Perempuan itu bukan sekedar pingsan, tetapi sudah terlanjur koma. Michael cuma bisa menghela nafas dengan berat, disebelah Kendul dan Nek Sur yang tak berhenti menangis.

Meiske dan Saskia datang satu jam kemudian, dengan Hendrik Purnomo, seorang pengacara terkenal. Mereka menyempatkan diri untuk melihat Feysha yang terkapar di ruangannya, sebelum memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit itu. Sebuah restoran dengan menu makanan Eropa yang eksklusif dan privat di wilayah Selatan, dipilih untuk tempat berbicara dengan hati-hati.

"Kami ingin menghabisi wanita ini, dengan cantik. Tanpa perlu mengotori tangan. Apakah anda mengerti?" tanya Meiske.

Hendrik mengangguk,"Saya mengerti. Saya hanya perlu bukti yang bisa mengarah kepadanya. Lalu kita ajukan tuntutan dan semua beres"

Saskia lalu mengeluarkan ponsel milik almarhum Papanya. Dia menyerahkan itu pada Hendrik untuk dipelajari.

"Sebenarnya ada Chat antara Papa dan Feysha yang melarang hubungannya dengan Michael. Mungkin itu bisa dijadikan alasan untuk membunuh Papa"

"Tapi jarak komunikasi mereka itu hampir 2 tahun. Mungkin jika kasus malpraktek itu bisa di...."

"No! Jangan usik kasus itu lagi. Semua sudah terbenam dalam miliaran uang kami. Jika itu diangkat, Michael juga bakal terseret. Dan Nata Hospital bakal tinggal legenda" potong Meiske.

"Sebenarnya bisa kita kaitkan pula dengan kasus kematian Bos Sabun. Tapi ini juga bakal bikin buruk nama Papa... " Michael tercekat.

"Maksudmu?" Meiske dan Saskia langsung melotot.

******
Ustadz Safar menghela nafas saat usai menanda tangani berkas pencabutan gugatan. Musraf tiba-tiba demam dan sulit kencing, membuatnya harus dirawat. Lalu Mintarsih menangis, minta ayahnya bisa mengeluarkan suaminya itu.

"Musraf itu kena penyakit kelamin. Kencing nanah! Apalagi yang kau harapkan?"

"Tapi dia Bapak dari anakku"

"Terus, apa ayah dan ibu harus terus berkorban untuk keinginanmu? Dipermalukan terus oleh ulah menantu kayak begitu?"

"Ayah.... itu tugas Ayah untuk mendakwahi Musraf. Ayah lupa siapa Musraf dulu? Dia seorang Hafizd, Ayah. Dia punya pondasi yang kuat, hanya saja dia tergoda iblis"

"Bukan tergoda iblis. Tapi dia iblisnya!"

"Ayaaah... Musraf seorang Hafizd!"

"Iblis itu lebih rajin beribadah awalnya. Lebih mencintai Allah dari kita, awalnya... tapi karena urusan kesombongan. Urusan nafsu! Dia malah bakal kekal di neraka!"

Mintarsih terdiam. Matanya berair. Lalu dia berlari memasuki kamar. Tetapi baru 5 menit, ibunya sudah berteriak ketakutan karena melihat Mintarsih menempelkan pisau di lehernya.

"Jika Ayah tidak membebaskan Musraf, aku lebih baik mati!"

Ustadz Safar terpana. Dia tak menyangka putrinya menjadi gila urusan cinta. Bertahun-tahun ditempa di pondok pesantren, dapat dasar agama pula dari ayahnya yang ulama... tapi bisa rusak pikiran hanya karena seorang pria pengidap kencing nanah.

*****

Sha menelan ludah. Dia merasa lapar ketika melihat tukang bakso membuka panci besarnya.

"Bakso daging, pedes!" pesannya, sebelum duduk di meja warung bakso itu.

Dia sudah tidak makan dari kemarin. Hatinya terluka lahir bathin. Michael dan Nek Sur cuma sibuk mengurus perempuan bernama Feysha, selingkuhan Musraf. Sha bahkan tidak paham mengapa itu bisa terjadi. Tak ada yang bisa menjelaskan dengan rinci. Termasuk Suparmi.

"Aku takut salah ngomong lagi" kata Suparmi, saat Sha menemuinya. Dia trauma kasus Feysha yang kini di rumah sakit akibat mulut lemesnya.

"Semua nanti aku jelaskan. Tapi tidak sekarang" ucap Michael pula sebelum mematikan ponsel.

Sementara Nek Sur cuma bisa menangis saat ditemuinya di rumah sakit, ketika menjaga Feysha sendirian. Lalu dimana Michael?

"Bakso dagingnya sudah habis, terakhir di pesan mbak itu..."

Sha menoleh. Seorang wanita tua tampak bercakap dengan tukang bakso sambil memandangnya.

"Ya, sudah. Bakso telur saja semua. Tiga puluh ya!"

"Ibu mau bakso daging?" Sha mendekat dengan senyuman.

"Oh, tidak. Biarlah bakso telur saja. Biar kompak, untuk anak-anak soalnya"

"Anak ibu?"

"Iya, mbak. Saya punya anak asuh di panti asuhan saya"

"Ada berapa?"

"Tiga puluh"

"Dimana itu, Bu?"

"Dekat sini"

"Boleh saya ke sana?"

"Boleh"

"Boleh saya bayar semua bakso yang ibu beli? Saya ingin bersedekah dengan anak-anak asuh ibu..."

****

Mona terbaring lemah di rumah sakit. Vaginanya luka. Infeksi. Bahkan menyebar sampai paha dan kaki. Dokter malah berniat melakukan amputasi karena sudah ada pembusukan.

Sementara kabar terburuk yang dia terima adalah kematian Koko. Usai kasus gancet, tiba-tiba dia kena serangan jantung. Bukan mati karena penyakit kelaminnya, tapi karena rasa takutnya. Beruntung karena itu, kelaminnya bisa lepas dari Mona.

"Rumah kontrakanmu ludes terbakar. Hartamu habis, tak ada yang bisa dijual" kata Kido, pemilik Orgen Tunggal.

"Bisa pinjami uang? Nanti pasti kubayar" pinta Mona.

"Dengan apa? Kau tak mungkin bisa bergoyang lagi. Mana ada biduan dangdut tak punya kaki. Mana kau punya penyakit kelamin lagi. Bisa tambah seret saweran. Sudahlah, urus dirimu sendiri. Kami segera tampil lagi dengan biduan baru. Can Can Pelangi, biduan Seksi muda belia. Dia bisa atraksi buka kutang sambil goyang..."

****

Kendul mengunjungi rumah Feysha. Dia masuk dibantu Pak RT yang memegang kuncinya.

"Adik anda orang baik. Kami tak menyangka dia jadi sering bawa lelaki..."

Kendul mengangguk. Dia paham ucapan Pak RT itu. Rasanya malu dengan kelakuan Ipey, meski dia pun pria bejat.

Banyak foto di rumah itu. Foto Ipey, Mama dan dirinya. Kendul menangis. Dia tak menyangka jika selalu ada tempat untuknya di rumah keluarganya. Namun dia merasa aneh ketika tidak menemukan foto-foto Bastian, bapak tirinya. Bapak kandung Ipey! Bahkan pada tiap album foto lama, seluruh foto Bastian penuh coretan pada bagian muka.

"Aneh..." gumam Kendul, saat melihat kamar Ipey.
Dia merasa ada yang tidak beres. Tapi entah apa.

(BERSAMBUNG)

SEX: Menemukan 'Tuhan' di Ranjang (diterbitkan GoNovel/Sago/Short Novel/Fameink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang