SENJA (Bagian: 10)

8K 207 20
                                    

SEPULUH: Senja

"Nenek kemana, saja? Lihat, Musraf telah membuat kamar mandi berdinding bekas spanduk caleg. Lucu ya, Nek?"

Sha tersenyum, saat menyibak spanduk untuk keluar dari kamar mandi darurat itu.

"Musraf kemana?"

"Baru saja masuk tendanya"

Nek Sur melongok ke dalam tendanya, ternyata tak ada Musraf. Tepat seperti perkiraannya, butuh waktu sekitar 2 jam untuk membuat sepasang anak muda itu bercinta. Kalau soal kamar mandi darurat begitu, tak sampai satu jam juga bisa diselesaikan Musraf dengan mudah.

Kini Nek Sur menyibak spanduk penutup dari kain kuning yang bertuliskan penyuluhan KB di kelurahan itu. Dia ingin melihat hasil kerja Musraf. Ternyata lumayan rapi. Bahkan ember besar juga telah terisi air pikulan.

"Musraf tadi yang belikan air pikulan, Nek..."

Nek Sur menoleh ke tenda Musraf, karena terlihat Abangnya Si Munaf ternyata sudah pulang. Pria itu tampak sibuk menghitung sisa sarung di depan tendanya. Munaf tak pernah pulang sore, mungkin dia cuma cemas dengan kesehatan adiknya, sehingga tidak bisa berdagang sampai malam. Mana dia tahu jika adiknya telah sehat akibat diberikan pelayanan ekstra dari Murni alias Sha? Nek Sur mendadak buru-buru menarik tangan Sha untuk masuk tenda.

"Nenek tak pernah melarang kau berhubungan dengan siapapun, Murni. Tetapi sangat berbahaya dengan anak itu. Kau belum tahu soal Abangnya Si Munaf..."

"Maksud Nenek?"

"Nenek sudah melihat semuanya"

Sha mendadak lesu, dia menduduk. Merasa malu dipergoki Nek Sur telah ganas melumat kelamin Musraf.

"Maaf, Nek..."

Nek Sur menghela nafas. Lama dia termenung di warteg Suparmi. Khawatir memikirkan dampak terburuk atas hubungan terlarang antara Musraf dan Sha. Munaf adalah ustadz muda di wilayah itu, dia menjadi kian sholeh usai keluar dari penjara. Harapannya besar pada Musraf, agar adik bungsunya itu dapat mengikuti jejaknya.

"Saya akan menikah dengan seorang wanita penghafal Al Quran, Nek. Insha Allah, 3 bulan lagi. Kalau Musraf, dia sudah akan saya jodohkan dengan anak Ustadz Safar" kata Munaf, saat Nek Sur membantunya melipat kain sarung.

"Ustadz Safar yang jama'ahnya banyak itu? Orang yang memberikan kalian modal untuk dagang sarung?"

"Iya, Nek. Alhamdulilah beliau terpesona dengan akhlak Musraf, sehingga ingin menjodohkannya dengan Mintarsih, anaknya yang akan lulus dari pondok beberapa bulan lagi. Musraf biar tidak tuntas nyantri, tapi kan hafal Al Qur'an..."

Saat itu, Nek Sur senang mendengar kalimat Munaf. Namun sekarang, dia malah merinding ketakutan. Musraf yang alim dan sholeh, mendadak rusak setelah bertemu Sha. Memang Sha adalah perempuan muda yang cantik rupawan, tapi dia cuma seorang pelacur. Lagi pula, bagaimana Munaf bisa melawan harapan seorang Ustadz Safar yang terhormat dan banyak berjasa padanya?

"Ingat, Murni. Kamu hanya seorang lonte. Dan seumur hidup, lonte tetaplah lonte. Mungkin kau akan menikah, tetapi bukan dengan sosok yang kau impikan. Dinikahi pria sinting saja kau sudah harus bersyukur. Seumur hidup kau akan tetap dianggap lonte, meski sudah setua aku sekalipun. Ini pengalamanku!"

"Maksud Nenek, Musraf tidak akan menikahiku?"

"Iris kuping Nenek, jika dia bisa melakukan itu. Musraf sudah dijodohkan Abangnya dengan Mintarsih, anak Ustadz Safar. Orang terhormat yang banyak berjasa atas hidup kedua anak itu!"

Sha menggelengkan kepalanya,"Nek... Musraf mencintaiku"

"Apa dasarmu untuk berkata dia pasti mencintai? Hanya bermodal hubungan seks jelang shubuh di sungai, atau mengulum kemaluannya di dalam tenda ini? Murni, sadarlah! Seks itu kebutuhan, bukan cinta yang berkekalan. Kau bisa jatuh cinta pada satu orang, tetapi kelaminmu bisa saja melayani lain orang..."

Kalimat Nek Sur membuat Sha menangis. Dia lalu terjun ke kasur dan menumpahkan kekesalannya. Dia mengakui kebodohannya yang terlalu cepat jatuh cinta. Rasa itu muncul dengan tiba-tiba, seperti hasrat ketika bersama Fernan.

"Apakah kau mencintaiku?" Sha berbisik, sambil membelai dada Musraf yang basah telanjang.

"Ya!"

"Apa kau bisa menikahiku?"

Musraf menatap Sha malu-malu,"Aku mau"

Maka pergumulan tidak hanya terjadi di dalam tenda Nek Sur. Usai Musraf selesai membuat kamar mandi darurat, mereka melanjutkan aksi jilat menjilat di tempat baru itu. Musraf yang semula demam, mendadak turun panasnya karena kemaluannya disedot Sha terus. Perempuan itu membuat jiwanya terbang, melayang jauh.

"Sebentar lagi maghrib, Nenek mau membeli makan malam. Kau pasti lapar"

Sha tak menjawab. Tetapi ketika Nenek ke luar tenda, dia bangkit untuk mengintip tenda Musraf. Terlihat Munaf sedang melangkah keluar tenda sambil memakai kopiah, mungkin akan bersiap menjadi imam sholat maghrib di musholah dekat rel kereta.  Sha hampir berniat menyusul Musraf untuk masuk ke dalam tendanya, ketika dia melihat Musraf juga keluar tenda, seperti ingin mandi. Sha langsung berjingkat mengikuti pemuda itu.

"Ada apa, Murni?" Musraf berbalik, ketika merasa langkahnya diikuti oleh sosok yang dikenalnya.

"Kamu ingin mandi?"

"Ya"

"Tunggu sebentar. Aku ingin bertanya. Mengapa kau tak menolak berhubungan seks denganku?"

Musraf memejamkan matanya, lalu memandang ke langit" Sebenarnya aku tahu ini dosa, tapi aku tak mampu menghindarinya. Aku mencintaimu tiba-tiba, sejak pertama kali melihat wajahmu yang jelita"

Sha tersenyum, sesaat. Tetapi kemudian dia cemberut. "Tapi kata Nek Sur, Abangmu akan menjodohkanmu dengan anak Ustadz Safar"

Musraf berbalik, menatap Sha yang rambutnya diterbangkan angin senja. Dia terpukau dengan kecantikan perempuan itu, sudah pasti ada rasa ingin memiliki selamanya. Musraf pernah mendengar rencana Munaf atas perjodohannya dengan Mintarsih. Tetapi siapa Mintarsih itu dia tidak tahu. Mereka tak pernah bertemu, karena gadis itu masih mondok di pesantren luar kota. Musraf yakin, Mintarsih tak bakal secantik Murni.

"Aku hanya mencintaimu, Murni"

"Sha. Eh, sebenarnya namaku Sarah. Sarah Nurbaiti. Nek Sur saja yang memanggilku Murni"

Musraf tersenyum,"Sarah Nurbaiti? Namamu indah sekali. Tetapi aku lebih suka menyebutmu Murni. Musraf dan Murni. Murni artinya suci"

"Tapi aku lonte"

"Bagiku kau suci"

Musrah mengulurkan tangan pada Sha, lalu menariknya agar berlarian di sepanjang alang-alang menuju pinggiran sungai. Ember kecil berisi peralatan mandi Musraf sempat tumpah, membuat mereka tertawa bersama.

Tawa itu, semakin tenggelam dalam dinginnya air sungai. Saat mereka liar bertelanjang dan bergulat di dalam arus.

"Apa boleh berhubungan seks dalam keadaan menstruasi?" bisik Musraf.

"Ini di dalam air, lakukan apa saja yang kau mau" jawab Sha dengan genit.

Tak ada yang mereka pikirkan kecuali gairah asmara. Tak ada yang ingin mereka dengar kecuali nafsu. Meski panggilan Nek Sur berulang-ulang terdengar serak di pinggir sungai itu, serta pukulan bedug yang begitu bertalu-talu.

Suara adzan maghrib, terdengar mengalun pilu. Seperti terasa berbeda selama 2 hari ini. Sejak Shubuh dan Maghrib itu, ketika Munaf menyerukan panggilan suci ke seluruh alam. Sayangnya, adik kandungnya saja tidak mampu untuk sekedar mendengar....

(BERSAMBUNG)

SEX: Menemukan 'Tuhan' di Ranjang (diterbitkan GoNovel/Sago/Short Novel/Fameink)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang