(9)

37 14 1
                                    

Merindukanmu tanpa pernah bertemu denganmu sama halnya dengan menciptakan lagu yang tak pernah ternyanyikan.

***

Nata mengucapkan terimakasih pada Dave yang telah mengantarnya. Dave yang mengingat rumahnya itu telah ia tinggal sendiri cukup lama pun terburu-buru untuk pulang.

Nata pun membuka pintu rumah yang disambut oleh pertanyaan kakaknya.

"Habis dari mana lo, dek? Baru pulang."

"Habis ngerjain tugas warnet. Mendadak."

Lucas mengangguk paham. Ia tadi melihat sekilas teman yang sepertinya menjemput Nata dari warnet namun ia sudah segera pulang.

Namun ia sedikit curiga dengan siapa yang mengantar adiknya tadi.

"Ooo, hehe maaf kakak gak bisa jemput."

"Iya. Nyantai. Kan makpak lagi nge-mall."

Lucas tertawa. Makpak yang dimaksud adalah mama dan papa mereka yang disingkat panggilannya.

Mengingat kekhawatiran dan kecurigaannya, Lucas pun menanyakan Nata mengenai orang yang mengantarnya tadi.

"Dia anak baik-baik kan? Gak ngapa-ngapain lo kan?" tanya Lucas yang secara tiba-tiba menjadi posesif.

"Iya, Kak. Tenang aja, dia temen gue yang baik kok." jujur Nata.

Gak baik-baik amat, sih.
Nata menyindir dalam hati.

"Yakin temen?" goda Lucas.

"Yakin, Kak."

"Ya udah. Jangan lupa, besok lo ada kelas lukis lagi. Senin sama Rabu," ingat Lucas.

"Kakak baik, deh. Ngingetin adeknya, tambah sayang," manja Nata memeluk kakaknya itu.

"Hih, iye-iye, coconut. Gaksah lebay."

"Kayak lo gak pernah aja, Kak."

***

"Eh, Nat? Lo tau gak? Ada gosipan kalo besok bakal ada anak pindahan di angkatan kakak kelas kita," info Reyn.

Iya. Di saat waktu istirahat inilah mereka saling bercurhat bersama.

Pindahan lagi? Gila kali, ya.
Batin Nata.

"Lo jadi lambe turah SMA Nusantara?" tanya Nata sinis.

Ia mengingat bahwa kepindahan Darryl kesini saja Reyn tahu. Seolah-olah ia mengetahui seluruh kabar terbaru dari SMA Nusantara meskipun baru beberapa minggu masuk.

"Kagak lambe turah juga,kali! Toh, katanya dia cantik banget kayaknya kalah sama lo, pinter, sosialita dah!" jelas Reyn.

Kalopun dia sejelek miper atau secantik Selena Grande gue juga gak urus. Toh di angkatan kakel juga,
pikir Nata.

"Ya udah, sih. Ngomong-ngomong,gue boleh cerita?" tanya Nata.

Reyn mengangguk.

Setelah Nata akhirnya mau menceritakan seluruh kejadian saat warnet dan kelas melukis itu, Reyn hampir teriak sekencang toa (sesuai dugaan Nata beberapa hari lalu) dan dengan segera Nata membungkam mulutnya.

"Cie para the most-wanted pedekate."

Mengingat hari-hari sebelumnya bahwa Nata telah ditembak oleh banyak lelaki dan ditolak, Nata pun menjadi daftar para the most-wanted SMA Nusantara yang cukup populer dan diincar banyak orang.

"Ih, apaan, sih! Entar kalo gue gak cerita lo marah."

"Iya, ah."

Dak!

Nata terkejut saat ia mendengar suara itu dan melihat pemilik sepasang mata yang sedang menatapnya saat ini yang jaraknya hanya 5 cm dari matanya.

"Jangan lupa,ntar siang gue yang jemput lo ke kelas," ingat Dave.

Terlalu dekat, cemas Nata.

"Iya babe. Sana pergi lo," usir Nata dengan pipi semerah jambu.

"Yain, tembem."

Banyak gadis norak yang berteriak histeris menatap kejadian itu dan berharap menjadi Nata.

"Ehem, aelah Nata." sindir Reyn yang berdeham cukup keras.

"Dedek bidadari jangan sok ngusir, deh. Diem-diem nanti malah kangen," goda Chandra.

"Haha. Udah, balik." singkat Jeremy sembari melangkah pergi dari area kantin.

"TUNGGUIN GUE, BABANG REMI!"

***

Dave menunggu di depan parkiran.
Nata yang melihatnya pun segera kesana.

Banyak pasang mata yang melirik pada mereka berdua. Mereka merasa iri pada keakraban mereka berdua karena mereka lebih merasa bahwa mereka terlalu perfect untuk dijadikan couple yang serasi.

Namun sayangnya, mereka hanyalah sebatas teman yang entah dekat atau tidak.

"BANG DAVE!! KOK TINGGALIN AKU, SIH?! KURANG CANTIK APA AKU UNTUK KAMU, ZHEYENK!"

"NENG NATA! KOK SAYA NGELIHAT ADA BIDADARI JATUH DARI LANGIT SEPERTI KAMU, SIH?! MENDING JALAN SAMA ABANG DARIPADA SI BABANG DAVE YANG GALAK!"

Mereka berdua hanya tergeleng-geleng dan tidak merespon. Nata pun membantu Dave membawa gulungan-gulungan kanvas yang kurang di tempat kelas melukis itu.

"Dah sampe."

Nata yang baru saja hendak turun dari motor, menatap Dave yang mencopot helmnya dan mengibaskan rambutnya yang apabila kaum hawa melihatnya, bisa saja jatuh pingsan dan bersemu merah pipinya.

Tapi tidak untuk cewek yang satu ini, justru ia tertawa terbahak-bahak melihat seniornya yang sepertinya 'terlalu bergaya' itu.

"Lo kenapa, sih? Malah ketawa. Gini-gini semua cewek pada wasted liat tampang malaikat gua."

"Malaikat in your dreams. B aja,kali. Gantengan juga Justin Mendes."

"Percaya,dah. Sama orang yang mukanya ngaku-ngaku kayak Camila Eilish."

"Kak Nata! Kak Depi!" sahut anak-anak.

"Yok kita gambar lagi," senyum Jaka.

Nata dan Dave yang sempat ingin menaruh helm di arah yang sama justru membuat mata mereka merasa bertabrakan satu sama lain.

Dag dig dug

Nata dan Dave yang jantungnya seketika berdetak keras itu mulai saling membuang muka.

Nata dan Dave hanya tersipu malu dan saling tersenyum untuk siap mengajar anak-anak di kelas mereka.

"Ayo!"

***

Setelah selesai kelas dan pulang,
Dave yang baru saja selesai keramas dan mengeringkan rambutnya, mendengar suara notifikasi dari handphone nya.

Tiriring

Chat from 081XXXXX : 2 Notifications.

081XXXXX
Hei, Ryl! Lo masih inget gue?

081XXXXX
Cewek yang pernah lo suka pas SMP. Besok gue pindah ke sekolah lo,nih! SMA Nusantara, right ? See you there, ganteng!

Ia kehabisan kata-kata. Ia merasa frustasi dan membanting hair-dryer nya yang tidak berdosa itu secara sembarang.

Shit! Kenapa dia balik lagi! Lo yang udah ngehancurin reputasi gue ke satu sekolah, Renata!

Renata? Hancurin Reputasi? Frustasi?
Kira-kira siapanya Dave ya?

♡,arinnelle


NÜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang