Saya suka melukis. Apalagi peralatannya. Melukis bisa saja menyampaikan segala perasaan hati kita dengan jujur, lho.
-Mang Arif.***
Cklek!
"Inget, kalo bulanan lo habis, jangan harap kakak lo yang gantengnya se- semesta bakal ngasih!"
"Iya, cerewet."
Gila! Mang Arif emang terbaik! Segala peralatannya masih ada.
"Permisi? Mang Arif?"
Keluarlah sosok bapak-bapak yang tampaknya sudah berusia 40-an.
Mang Arif? Astaga! Masih sama ternyata, kangen banget ih pingin meluk! harap Nata.
"Mang-"
"E-eh, ada neng cantik banget ampun dah, mari-mari ada yang bisa Mang Arif cakep bantu?"
Nata tersenyum masam. Sepertinya Mang Arif telah lupa dengan sosoknya yang lama karena penampilannya yang baru. Tapi ya sudah, tanggapi dulu saja. Mungkin nanti-nanti juga ia dapat mengingatnya.
"Eh, hehe, ini saya cari kanvas yang seperti ini dengan cat yang teksturnya seperti ini."
Dengan siap siagap, seperti biasa dan sedari dahulu, Mang Arif selalu tahu peralatan seni lukis yang benar.
"Ini neng ayu, kanvas ukuran B4 dan cat akrilik merek Maries dengan tipe warna rose, yellow ochre, dioxazine violet, dan burst sienna."
Waw. Pengetahuan mata warna seorang pelukis sama manusia beda, yah? Apa daya para manusia-manusia polos, taunya cuma mejikuhibiniu. Batin Nata.
"Ngomong-ngomong, saya boleh tanya sama neng cantik?"
"Ada apa, Mang?"
Hening sejenak.
Mengheningkan cipta, mulai."Ini kanvas buat apa, Neng? Soalnya saya juga pernah ada pelanggan 'spesial' beli barang sama seperti kamu. Kan ini mahal."
"Emm.. Sebetul-"
"Kok kamu bisa tau kalo nama saya Mang Arif? Jelas-jelas nama toko saya gak ada unsur namanya."
"Oh, itu-"
"Kenapa bisa tau tempat ini? Kan gak banyak orang yang tau tempat ini."
Perasaan kok makin lama Mang Arif tua-tua ngeselin.
"Jadi sa-"
"Saya juga sebelumnya belum pernah lihat eneng disini, apa neng-"
Cklek!
"Halo, Mang!"
Nata tersenyum licik.
HAHAHAHAHAHAHAHA!
MAKAN TU GANTIAN KEPOTONG!Astaga.
Entahlah. Nata mendadak memiliki rasa kepuasan terhadap dendamnya yang telah terbalaskan. Tapi cintanya belum terbalaskan juga.
Hiks.
"Eh, aduh, ah ya udah, gimana kabarnya nak Darryl? Mau beli peralatan apa minggu ini?"
Nata membalikkan badannya dan mendapati seorang lelaki yang seperti satu tahun lebih tua darinya.
Ia berdecak kagum. Tampak seperti anak baik-baik dan sangat tipe idealnya. Sama seperti Erryl. Eh?
Darryl? Alat lukis? Spesial? Atau jangan-jangan,dia-
"Saya mau beli cat akrilik langganan, Mang. Tau,kan?"
"Pasti dong, kan nak Darryl pelanggan setia kesayangan saya. Sebentar ya, Mang ambilkan dulu."
Ajak ngomong, tidak. Ajak ngomong, tidak. Ajak ngomong, tidak.
Nata gelisah. Ia ingin tahu betul bahwa ia adalah sosok lama yang sangat ia rindukan. Termasuk kenangan yang ada dalam toko galeri Mang Arif ini.Flashback-
"Yihi! Ah! Kena cat kamu! Haha,Talia kotor sekali!"
"Erryl! Aa jangan gitu, Erryl gak kasihan sama Talia?"
"Iya, Erryl kasihan. Tapi boong, hehe! Kabur!"
"ERRYL!!"
Mang Arif tak berhenti menggelengkan kepalanya. Ia tersentak heran sedari tadi dua anak gembul itu saling berkejar-kejaran.
"Talia! Erryl! Ayo, katanya mau bantuin si Mang! Malah kejar-kejaran. Udah-udah, jatuh nanti Mang yang kena."
Kedua anak itu berhenti dan terkikik. Mereka pun membantu Mang Arif menyusun kembali rak washi tape dan rak tumpukan kertas gambar yang sangat menumpuk.
"Hei? Halo?"
"Uh-eh-hah?"
Nata yang sedaritadi melamun pun terkejut dan menyadarkan diri. Seorang lelaki yang sepertinya dipanggil kerap sebagai 'Darryl' itu tertawa kecil.
"Lo lucu. Lo sendirian kesini? Kenalin, Darryl. Rafello Darryl Wijaya."
Nata tersenyum lega. Justru ia yang memulai perkenalan terlebih dahulu Yang terpenting adalah, Nata harus meyakinkan Darryl adalah Erryl.
"O-oh! Maaf buat yang tadi. Gue Nata. Natalia Serena," sapanya ramah.
"Nama lo cantik."
Nat, lo kok gituan blushing, sih? Gue jadi kangen sama Erryl kalo ngeliatin lo kayak gini, rindu Nata.
"Eh, gak juga kok. Yang penting Kak Darryl juga cantik hati-"
"HEY! Yow yow what's up! Sekarang disini gue sama orang-orang yang kayaknya lagi mbucin, gaes!"
Ni kakak somplak ngagetin doang kerjaannya. Perasaan akhir-akhir ini pembicaraan gue kepotong terus.
"Kak, kebiasaan lo, ih."
"Ya maap dek cantik. Oh iya, kakak tinggal duluan gak papa kan adikku sayang? Pasti lo juga mau lihat-lihat dulu kan."
"Iya, Kak. Sana hush-hush."
Lucas melambai ala artis yang dikejar para paparazzi dan meninggalkan toko.
"Nak Darryl, ini peralatannya. Datang lagi, ya?"
"Pasti, Mang."
Darryl tersenyum dan melambai kepada Nata.
"Duluan, Nat. Semoga kita bisa ketemu lagi."
Nata tersenyum dan membalas lambaiannya. Nata sangat senang dan berandai jika dialah sosok Erryl yang telah ditunggu sekian lamanya. Ia merindukannya. Nata pun kembali melihat-lihat seluruh isi toko.
Cklek!
"Sore, Mang! Masa kanvas saya sudah rusak? Haha! Saya pengen lihat-lihat lagi kanvas disini, Mang. Sekaligus catnya."
"Eh, Den Dave. Sama kayak minggu lalu? Perasaan barusan ada neng cantik beli peralatan yang sama kayak si Den."
Iya. Dave. Tapi tetap saja, Dave kebingungan. Apa mungkin gadis itu Nata? Dan di sisi lain, Nata yang mendengar percakapan itu juga kebingungan. Ia merasa tidak asing dengan suara itu. Jangan-jangan dia senior yang sewot itu. Nata pun menuju ke kasir untuk mengecek keadaan dan,
BRUK!
"Aw! Lihat jalan pake ma-"
Nenek rabun ini?
Babe tua sialan ini?
"Ta," ucap mereka secara bersamaan.
Vomments are exist❣
-♡,arinnelle
KAMU SEDANG MEMBACA
NÜ
Teen FictionTalia dan Erryl adalah sahabat dekat dari kecil. Keduanya sering terkena bully-an dan caci maki mengenai fisik saat itu karena maraknya kejadian pembullyan. Mereka selalu saling melindungi satu sama lain tanpa menyadari perasaan mereka masing-masing...