(31)

31 11 1
                                    

"Apa?"

"Kalo feeling gue dari awal, udah bilang kalo Darryl itu sama sekali bukan Erryl. Tapi lo malah gak peduli. Sekarang kena kan batunya?"

"Iya ah, Reyn. Maafin gue gak percaya sama lo dari awal. Btw, jangan buat gue makin bersalah dong."

Reyn tertawa sampai menepuk-nepuk pundak sahabat tersangat amat dekatnya itu. "Gak kok, gue gak bermaksud kayak gitu. Btw, lo inget juga gak? Kalo gue masih punya sisa pemikiran yang sempet gue bilang kalo feeling gue untuk satu ini kuat."

"Apaan juga?" Nata menggaruk kepalanya heran dan berusaha mengingatnya namun tetap saja tidak ada gunanya.

"Nah, Erryl kan bukan Darryl tuh. Kalo misalnya Erryl itu sebenernya emang Da-"

BRRM BRRM

"WOI, COCONUT! CEPET! BAJU GUE BASAH SEMUA GARA-GARA TEMEN GUE! GUE GAK BAWA DOUBLE-AN KAOS!" Lucas terus mengomel seperti gadis baru PMS.

"Ih, iya-iya. Baru juga ngomong sama temen," Nata yang sedari tadi berdiri di tepi gerbang bersama Reyn pun meninggalkannya.

"Btw Reyn? Lo tadi mau bilang apa?"

"Oh itu, kalo si Kak Dave-"

"Nat cepetan!"

"Apa, Reyn? Kurang jelas."

"Kalo-"

"AYO KELAMAAN! GAK TEGA LIHAT KAKAK LO MASUK ANGIN NTAR? GUE KAN SEKALI SAKIT NANTI BISA BERABE SEMINGGU KALO DEMAM KAYAK DI AUSSIE! UNTUNG GENDANG TELINGA GUE GAK PECAH PAS ITU!"

"Ih, iya-iya, huh." Nata memasang helmnya apik dan duduk memboncengi motor seorang Fredericus Lucas.

"Bye, Reyn! Entaran gakpapa!" Reyn ikut melambaikan tangannya membalas Nata.

Padahal, gue pingin bilang bisa aja Dave yang selama ini deket sama lo itu Erryl, Nat. Lo kenapa gak menyadari itu? Reyn memijat jidatnya penat.

Dave yang hanya sendirian menatapnya sedari jauh dari depan pintu masih bisa melihat jelas pemandangan yang tidak ia harapkan muncul lagi.

Mereka lagi, mereka lagi. Pasti mereka beneran pacaran, ugh! Dave menaruh tasnya sembarang.

Kenapa gue selalu ngerasa kesel ngelihat mereka berdua. Kenapa hati gue seolah memerintah gue buat misahin mereka? Padahal gak ada hubungan pacar sama gue.

"Gak tau, lah!" Dave hanya ingin menyegarkan otaknya dengan meminum es cincau susu stroberinya saja. Lagipula, mungkin bercerita dengan Mang Arif yang mengetahui keberadaan Talia bisa membuat moodnya membaik. Memang bodoh, ia juga tidak bisa menanyakan pertanyaan to the point pada Mang Arif.

Gue pastiin sebelum lo lulus dari SMA kita pasti udah ketemu, Tal! Pasti!
Dave mengepal tangannya kuat.

***

"Mang? Masa Mang gak tau sih rumah Erryl dimana?"

"Waduh, saya aja juga akhir-akhir ini jarang ketemu Erryl."

"O-Oh. Mang, saya kangen Erryl, Mang. Udah semenjak ulang tahun saya ke 16 ini, saya masih belum diucapin dia juga Mang.."

"Kamu yang sabar ya, Neng. Ngomong-ngomong maaf kalo kemarin Mang cuma ngucapin lewat SMS." Mang Arif ikut merasa bersalah.

"Iya, makasih banget ya Mang. Ngomong-ngomong Erryl suka kesini sama siapa selain sama Talia?"

"Hah? Siapa lagi? Kan dari dulu sampai sekarang kan tetap kamu," diiringi tawa garing Mang Arif.

"H-Hah? Gak paham, Mang. Maksudnya pas masih dulu-dulu, Mang? Itu kan beda lagi."

"Ah kamu masa lupa sama sahabat kamu sendiri. Yang terakhir kali juga sama kamu disini."

Hah? M-Maksudnya siapa, sih? Otak gue lagi nge blank, nih.

Kok deg-deg an, ya? Gue takut Erryl yang dimaksud yang selama ini udah ngecewain gue, Darryl. Tapi kan semenjak itu kan gue udah jarang sama Darryl, gak mungkin dia, sih.

"Hayo tebak siapa?"

"Ih Mang pake acara tebak-tebakan segala." Nata menggerutu.

Brrrm Ckiit

"Adoh kebablasan!" ia memundurkan motornya itu dengan susah payah. Sialan memang.

"Ah akhirnya keparkir juga." Dave mulai mencopot helmnya.

"Kamu ingat nama panjang Erryl?"

"Lupa Mang! Itu yang bikin Nata suka susah cari sosial medianya dia!"

"Kamu kenapa gak tanya teman lama kamu aja?" Mang Arif menaikkan alisnya seolah kebingungan.

"Ilfeel, Mang. Ntar dikira saya aneh-aneh, males juga. Lagipula udah putus kontak."

Eh, tapi betul juga. Kenapa Nata tidak bertanya pada sahabatnya saja, Reyn? Ah! Sama saja. Toh, yang dekat dengan Erryl hanya Nata. Lagipula, mereka berdua tidak satu sekolah dengan Erryl, konyol memang. Nata saja lupa, apalagi Reyn yang tidak mengenalnya bahkan mengetahui wajahnya, hanya kelakuan dan ceritanya saja yang hanya dapat ia tau dari Nata. Di tahun sekitar 2010, tidak mungkin ada HP secanggih itu.

"Hehe Mang inget kok namanya Daverryl Arfian." Nata meng-oh panjang.

Namanya bagus, oh tapi memang itu, ya? Nata ikut senang mengetahuinya.

FLASHBACK-

"Kamu nggak apa-apa?"

Laki-laki berusia 8 tahun itu menarik tangan mungil gadis cilik itu untuk membantunya berdiri dan membersihkan lukanya.

"Makasih, ya. Kamu kenapa tolong aku? Mending kamu pulang aja. Takut mereka ikut ganggu kamu juga."

"Gak! Aku bakal bantuin kamu mulai dari sekarang," lalu cowok itu mengulurkan tangannya seolah ingin bersalaman dengannya.

"Daverryl Arfian. Itu nama aku kalo kata mamah. Semua panggil aku Erryl," senyuman pun terbit diantara pipinya yang tembam itu.

"T-Talia. Natalia Serena. Semua juga panggil aku itu." tentu saja ia gugup. Bagaimana tidak? Dia saja seolah masih terbawa suasana menyeramkannya saat ia masih dibully.

"Jangan takut, aku juga sama kayak kamu, bersyukur kamu nggak lebih parah dari aku, lihat," dibalik poni lebatnya itu, terdapat benjolan besar namun dengan mudahnya ia tutupi dan ia menunjukkan giginya yang berlubang.

"Hah? I-Itu kenapa..., Erryl?" gadis berusia setahun lebih muda darinya pun mulai memanggilnya dengan nama langsung.

"Ini. Dipukul sama teman aku, tapi aku kuat hehe." walaupun terlihat sangat fatal, namun ia dapat menyembunyikan lukanya itu diam-diam dan tersenyum memamerkan gigi-giginya.

"Ya ampun! Gak sakit? Terus bagaimana caranya kamu makan?"

Talia tentu merasa shock dengan pemandangannya itu, sungguh rasanya ia tidak tega pada cowok gembul yang berada di hadapannya ini.

"Ya selama ini aku pasti hanya meminta dimasakkan kuah saja. Aku nggak berani kalo makan steak dulu, hehe."

"Ooh gitu! Yuk kita pulang, aku temenin deh buat gantinya. Ngomong-ngomong makasih udah bantu bersihin luka aku! Tapi aku takut mama aku marah.."

"Gakpapa, nanti aku temani!"

Talia lantas memeluk lelaki yang tingginya seperantaranya kuat.

"Aku baru pertama ketemu orang sebaik kamu. Makasih, ya! Besok aku ajak main deh ke rumah aku, rumah kamu juga disekitar perum ini, ya?"

"Iya, aku di Mangkubumi B-12!"

"Lho? Aku Mangkubumi B-13!"

"K-Kita jejeran?!"

Entah mengapa, paduan langit matahari terbenam yang indah mendukung kehangatan suasana sepasang kedua anak kecil itu.

-♡,arinnelle

NÜTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang