"AKHIRNYA KITA SAMPE!" teriak Nata lega.
Lucas yang kesal pun mengisyaratkan pada adiknya untuk diam karena Nata menjadi cukup berisik.Lucas mengacak-acak rambut Nata menjadi berantakan.
"Jangan bawel, sayang!"
"Huh," Nata hanya memonyongkan bibir merah pekatnya itu.
Lucas yang semakin gemas mencubit pipi Nata erat sampai ia sedikit mengerang kesakitan.
"Ma? Pa? Ini rumah baru kita yah,"
tanya Lucas.Mereka berdua mengangguk sembari tersenyum hangat melihat anak-anaknya yang menatap puas tempat tinggalnya yang baru itu.
"Luas bangeet! Ini kamar Nata yaa!"
"Ih, Nata! Sukanya yang lebih luas duluan diambil! Ya udah ini kamar kakak. Titik."
Kedua orang tua mereka hanya terkikik oleh ulah mereka.
"Ya udah Pa, kita tinggal ke kamar dulu aja yuk." lelah Esti. Delon mengangguk. Mereka segera mengangkut barang mereka dan segera pergi ke kamar.
Perjalanan dari bandara menuju ke rumah mereka itu cukup jauh. Belum lagi harus makan malam dan membeli sedikit kebutuhan rumah.
Hari pun tak terasa sudah larut malam. Lucas pun masuk ke kamar Nata. Mereka memikirkan hari esok. Dimana hari MOS akan muncul dan menakuti seluruh murid baru disana.
Namun Nata merasa bahwa besok akan lancar-lancar saja. Mengingat bahwa ia sudah di Jakarta, ia pun mulai merindukan orang-orang yang ada disini dengan kenangan masing-masing orang yang ia kenali.
"HAI SEMUA AKU DATANG!" seru Lucas yang membuat Nata terkejut.
Bagaimana tidak? Seorang Fredericus Lucas yang dipandang orang-orang sebagai anak lulusan sekolah luar negeri yang pandai dan panutan rupanya sangat senang menjahili adiknya sendiri dengan sangat konyol, dasar Lucas.
"Kak! Jangan teriakin Nata, ih. Mana budeg lama-lama kuping Nata, cuih." decih Nata kesal karena ia selalu saja mengganggunya di waktu kesunyiannya.
Lucas hanya terkekeh. Namun ia merasa sedikit bingung karena adiknya itu seperti mencemaskan suatu hal.
"Habis lo kayaknya cemas gitu. Kenapa? MOS?"
"Iya itu termasuk sih, Kak. Tapi ada yang bikin Nata lebih kangen semenjak kembali ke Jakarta, Kak."
Dahi lelaki itu mengernyit menandakan kebingungan, "Siapa emang? Temen SD yang selalu lo ceritain ke gue?"
Nata terdiam sebentar, dan tersenyum-senyum sendiri, "Iya. Hehe."
Spontan, kakaknya tersenyum miring dan ingin tertawa.
"AHAHAH AHAH HAHAHAH HAH"
Nata kebingungan.
Apaan, sih? Kakak autis.
Nata memalingkan wajahnya kesal."Cowok gendut kawatan kayak dulu lo kecil lo kangenin? Mentang mentang senasib tipe lo gituan? Ealah! Gitu amat sih lo, Nat."
Nata cemberut mendengarnya.
"Kak, mau bagaimanapun, dia baik kak, gue inget banget dulu gue selalu manggil dia Erryl meskipun gue lupa nama asli dia siapa. Dia selalu jagain Nata dan Nata ngerasa aman deket dia. Gak harus fisik yang menampilkan kepribadian seseorang, yang penting tu ketulusan, Kak.""Mendadak kesambet lo? Bijak amat. Gue juga mau dong, Nat. Disamberin petir biar ikut pinter kayak lo."
Drasss drasssss
Tunggu. Apa? Tidak diundang, eh datang duluan. Mereka hanya menatap ke luar jendela rumah.
GLEDEK!!
Jantung Lucas seolah seperti baru dijatuhkan dari ribuan meter di atas langit. Terkejut sekali.
Nata yang melihatnya menatapnya remeh dan menunjukkan smirk nya.
"Gimana-gimana yang katanya mau ikut disambar petir? He-eh kan?
Gue anterin keluar lho kalo mau," ujar Nata dengan muka setengah kesalnya itu.G-G-Gede banget, anjir!
Cucuran keringat kecil mulai muncul di kening lelaki itu.
"Erghm, yah, hoaam! Udah malem, nih. Kan katanya gak boleh keluar-keluar rumah. Nah kapan-kapan aja ya sayang. Udah deh kakak cantik mau bobok dulu ya?"
Ia segera terburu-buru berjalan keluar pintu.
Nata jujur saat ini ingin mengumpatinya kesal. Berjuta-juta kali semenjak ia lahir kakaknya terus saja mengeluarkan seluruh kebacotannya itu.
Kapan kakaknya ini akan kembali waras. Ia pun seketika rindu dengan sosok Erryl yang sekarang entah ia harus temui dimana.
Erryl? Gue berharap banget bisa ketemu sama lo. Apa lo masih sama kayak dulu? Hihi, jangan ah. Netizen sekarang suka ngehujat. Gak tega. Semoga aja kita bisa dipertemuin di suatu tempat ya? Jadi kangen dulu tiap minggu pasti pernah aja Erryl temenin Talia beli alat lukis di toko galeri Mang Arif. Gue kangen lo, Er.
Nata teringat nama panggilan kecilnya, Talia. Ia selalu bersama Erryl selama masa-masa kecilnya hingga lulus SD, terpaksa Ia harus pindah. Andai berandai bisa bertemu. Ia penasaran tampang Erryl yang sekarang. Pasti dia telah menjadi lelaki yang tinggi dan baik. Atau mungkin seperti dulu? Nata tersenyum kecil memikirkannya.
Kakaknya yang kembali diam-diam mengintip lagi dari celah-celah pintu kecil pun menatap jam kamar Nata yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam itu. Ia mulai masuk kembali dan menegur Nata untuk segera tidur.
"Tidur, Nat."
"Iya ah, Kak. Brisik."
Nata tiba-tiba teringat suatu hal.
Kakaknya yang hendak menutup pintu kamar Nata memanggil Lucas lagi.
"Kak? Besok pulang sekolah lo gak sibuk, kan?"
-♡,arinnelle
KAMU SEDANG MEMBACA
NÜ
Teen FictionTalia dan Erryl adalah sahabat dekat dari kecil. Keduanya sering terkena bully-an dan caci maki mengenai fisik saat itu karena maraknya kejadian pembullyan. Mereka selalu saling melindungi satu sama lain tanpa menyadari perasaan mereka masing-masing...